Kanal

Viral Said Abdullah Bagi-bagi Amplop, Apa Sebenarnya Zakat Maal?

Sebuah video bagi-bagi amplop berlogo banteng moncong putih di sebuah masjid viral di media sosial. Belakangan terungkap aksi tersebut dilakukan Ketua DPP PDIP Said Abdullah dengan alasan memberikan zakat maal kepada warga. Apa sebenarnya zakat maal dan bagaimana syarat wajibnya?

Video viral tersebut, diunggah oleh akun Twitter @Ajek_Speechless. Peristiwa bagi-bagi amplop ke jemaah tarawih tersebut, berlangsung di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur diperkirakan terjadi pada hari ke-2 bulan Ramadan. Pada saat itu ribuan jemaah salat tarawih memadati wakaf Said Abdullah yang terletak di jalan Kartini, Kelurahan Kepanjin, Kecamatan Kota.

Akun Twitter lainnya, @PartaiSocmed mengungkapkan dalam amplop yang dibagikan terdapat foto Said Abdullah dan Ketua DPC PDIP Sumenep Ahmad Fauzi. Dibeberkan pula di dalam amplop terdapat uang sebesar Rp300 ribu, terdiri dari dua lembar uang Rp100 ribu dan dua lembar uang pecahan Rp50 ribu

Ketua DPP PDIP Said Abdullah tak menampik soal beredarnya video bagi-bagi amplop merah berlogo banteng moncong putih di sebuah masjid itu. Plt Ketua DPD PDIP Jawa Timur ini mengakui bahwa ia bersama DPC PDIP Madura sempat membagikan 175 ribu paket sembako kepada kaum miskin selama masa reses anggota dewan pada bulan Maret.

Said mengungkapkan sebagian sembako yang dibagikan tersebut dalam bentuk uang. Ia pun menganggap uang tersebut sebagai bagian dari zakat maal yang rutin diberikan kepada warga setiap tahunnya. “Uang itu saya niatkan sebagai zakat maal. Dan hal itu rutin saya lakukan setiap tahun sejak 2006 lalu. Bahkan jika ada rezeki berlebih, malah ingin rasanya kami berzakat lebih banyak menjangkau kaum fakir miskin,” ucap Said dalam keterangannya, Senin (27/3/2023).

Terlepas dari tindakan Said Abdullah apakah melanggar ketentuan kampanye pemilihan umum atau tidak, kalangan muslim harus memahami tentang zakat maal atau zakat harta ini. Hal mengingat zakat jenis ini adalah kewajiban bagi seorang muslim sesuai dengan nisab dan haulnya.

Maal berasal dari kata bahasa Arab artinya harta atau kekayaan (al-amwal, jamak dari kata maal) adalah segala hal yang diinginkan manusia untuk disimpan dan dimiliki (Lisan ul-Arab). Oleh karena itu dalam pengertiannya, zakat maal berarti zakat yang dikenakan atas segala jenis harta, yang secara zat maupun substansi perolehannya tidak bertentangan dengan ketentuan agama.

Sebagai contoh, zakat maal terdiri atas simpanan kekayaan seperti uang, emas, surat berharga, penghasilan profesi, aset perdagangan, hasil barang tambang atau hasil laut, hasil sewa aset dan lain sebagainya. Tidak semua harta dapat dikategorikan sebagai zakat maal. Sehingga, harta yang termasuk dalam zakat maal pun diatur dalam hukum negara maupun dalam hukum Islam.

Menurut Syaikh Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam kitabnya Fiqh uz-Zakah, zakat maal meliputi, simpanan emas, perak, dan barang berharga lainnya; zakat atas aset perdagangan; zakat atas hewan ternak; zakat atas hasil pertanian; dan zakat atas hasil olahan tanaman dan hewan. Juga termasuk zakat atas hasil tambang dan tangkapan laut; zakat atas hasil penyewaan aset; zakat atas hasil jasa profesi serta zakat atas hasil saham dan obligasi.

Sementara dalam Undang-undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, zakat maal meliputi emas, perak, dan logam mulia lainnya; uang dan surat berharga lainnya; perniagaan; pertanian, perkebunan, dan kehutanan; peternakan dan perikanan; pertambangan; perindustrian; pendapatan dan jasa; dan rikaz (barang temuan).

Syarat harta yang terkena kewajiban zakat maal, menurut Baznas, yakni harta dengan kepemilikan penuh, harta halal dan diperoleh secara halal dan harta yang dapat berkembang atau diproduktifkan (dimanfaatkan). Syarat lainnya yang penting adalah harta telah mencukupi nisab, bebas dari utang, mencapai haul, atau dapat ditunaikan saat panen.

Mencapai haul itu artinya harta yang sudah dimiliki selama satu tahun, maka pemilik terkena kewajiban zakat. Maksudnya adalah masa kepemilikan harta tersebut sudah berlalu selama dua belas bulan Qamariah (menurut perhitungan tahun Hijriah).

Persyaratan 1 tahun ini hanya berlaku bagi ternak, emas, uang, harta benda yang diperdagangkan, dan lain sebagainya. Sedangkan harta hasil pertanian, buah-buahan, rikaz, dan harta lain yang dikiaskan (dianalogikan) pada hal-hal tersebut, seperti zakat profesi tidak disyaratkan harus mencapai 1 tahun.

Dengan demikian sesuatu dapat disebut maal apabila memenuhi dua syarat yakni dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai serta dapat diambil manfaatnya sebagaimana lazimnya. Sedangkan sesuatu yang tidak dapat dimiliki tetapi manfaatnya dapat diambil, seperti udara dan sinar matahari tidaklah disebut maal.

Besaran zakat maal

Besaran zakat maal yang harus dibayarkan adalah 2,5 persen dari total keseluruhan harta yang disimpan selama satu tahun jika harta telah memenuhi syarat nisab. Nisab dalam zakat adalah batasan untuk mengetahui apakah kekayaan yang dimiliki itu wajib di zakat-kan atau tidak. Jadi secara garis besar penghitungan zakat maal ialah 2,5 persen dikalikan jumlah harta dalam satu tahun.

Nisab jumlah minimum harta yang wajib dikenakan zakat maal adalah sebesar 85 gram emas. Jika harta tersebut bukan berupa emas, maka nisab hartanya digit setara harga emas. Sebagai contoh, jika harga emas di pasaran saat ini berkisar Rp1 juta, maka batas nisab zakat maal duduk di angka Rp85 juta. Jika kekayaan seorang Muslim mencapai angka nisab tersebut, maka diwajibkan kepadanya untuk membayar zakat sebesar 2,5 persen dari harta yang disimpannya selama satu tahun.

Sebagai contoh, jika perhitugan zakat maal yang dicari adalah pajak penghasilan, maka perhitungannya adalah 2,5 persen dikalikan Jumlah harta dalam satu tahun. Misalnya seorang pegawai yang memiliki gaji bersih sebesar Rp8 juta per bulan.

Dengan demikian, penghasilan dalam satu tahun mencapai angka Rp96 juta pertahun dan telah mencapai nisab sebesar Rp85 juta atau senilai dengan 85 gram emas. Emas yang menjadi standar adalah harga emas murni pada saat menunaikan zakat maal. Maka besaran zakat atas pendapatan yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp2,4 Juta per tahun atau sebesar Rp200 ribu per bulan, dengan rincian 2,5 persen X Rp96 juta.

Back to top button