Hangout

Persoalan Stunting dan Dampak bagi Masa Depan Anak

Persoalan stunting di Indonesia masih menjadi tantangan. Hal tersebut terlihat dari data angka stunting 30,8 persen pada Riskesdas 2018 dan kemudian sedikit menurun menjadi 27,7 persen pada tahun 2019 berdasarkan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI).

Stunting atau kerdil, adalah kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah dua tahun akibat kekurangan gizi pada waktu lama. Kondisi ini memiliki bahaya jangka panjang bagi masa depan buah hati.

Pada dasaranya, status gizi anak dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Pola makan bergizi seimbang perlu diterapkan agar dapat mempengaruhi status gizi anak secara positif.

“Gizi seimbang dapat dicapai apabila makanan yang dikonsumsi dalam jumlah cukup, berkualitas baik, dan beragam jenisnya untuk memenuhi nutrisi yang diperlukan tubuh,” ujar Dokter Spesialis Anak Pakar Tumbuh Kembang Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A (K) saat temu media virtual, Jakarta, Kamis, (17/02/2022).

Masih menurutnya, anak yang terlahir dengan gizi kurang akan tumbuh menjadi remaja dengan status gizi kurang dan berpotensi kembali melahirkan anak dengan kondisi gizi kurang.

“Mata rantai ini lah yang mesti kita putus dengan berbagai macam upaya, dibutuhkan sosialisasi dan edukasi, tetapi perubahan perilaku tidak terjadi secara instan, perlu waktu, kesabaran dan peningkatan literasi agar masyarakat paham penting kecukupan gizi dalam upaya mencetak generasi Indonesia yang unggul di masa mendatang,” tambahnya.

Dampak lain persoalan stunting pada anak di antaranya adalah menjadi lebih mudah sakit, kemampuan kognitif berkurang, postur tubuh tidak maksimal saat dewasa, fungsi tubuh tidak seimbang dan ketika tua berisiko terserang penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi hingga obesitas.

Selain disebabkan kurang gizi kronis dalam waktu lama, asupan makanan kurang protein dan infeksi kronis, stunting bisa terjadi karena pertumbuhan dalam kandungan yang terhambat saat ibu sedang hamil, juga stimulasi psikososial yang tak memadai.

Rini menuturkan, pencegahan stunting dapat dimulai sejak hamil dengan memperhatikan kesehatan dan asupan nutrisi. Selanjutnya, berikan ASI eksklusif kepada anak, berikan makanan pendamping ASI tepat waktu dan perhatikan asupan bahan makanan sumber protein, termasuk susu.

“Di atas setahun, makanan keluarga yang utama, susu sebagai pelengkap,  sehari anak bisa minum hingga 500 ml susu,” paparnya.

Pola makan yang sehat ini juga penting saat anak terinfeksi COVID-19. Dia menjelaskan, COVID-19 adalah infeksi akut seperti virus flu hanya berbeda varian. Ketika kondisi anak telah membaik, nafsu makan anak juga harus segera diperbaiki agar asupan nutrisi kembali terjaga.

Kemudian, perhatikan kebersihan anak dan lingkungan serta pantau tumbuh kembang anak secara berkala.

Bila anak lebih pendek dari teman-temannya, orangtua dapat mengecek parameter berat badan dan tinggi badan terhadap umur yang ada di Buku Kesehatan Ibu dan Anak untuk memastikan anak tumbuh seperti seharusnya. Sebab, anak stunting sudah pasti pendek, tapi anak pendek belum tentu stunting.

“Dari awal konsepsi sampai 18 tahun harus benar-benar dikawal untuk pencegahan stunting,” kata Rini.

Mia Umi Kartikawati

Redaktur, traveller, penikmat senja, musik, film, a jurnalist, content creator enthusiast, food lovers, a mom who really love kids. Terus belajar untuk berbagi dan bersyukur dalam jalani hidup agar bisa mendapat berkah.
Back to top button