Hangout

Jelajah Desa Kole Sawangan Tana Toraja Miliki Rumah Adat Tertua yang Dibangun Tahun 1200

Desa Wisata Kole Sawangan terletak di Kecamatan Malimbong Balepe’, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Dari Bandar udara Toraja, membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk sampai di desa yang terletak di kaki Gunung Sado’ko ini.

Kekuatan adat dan budaya menjadi daya tarik utama dari Desa Wisata Kole Sawangan. Seperti kawasan Toraja pada umumnya, di desa wisata ini wisatawan bisa menemui deretan Tongkonan atau rumah adat orang Toraja yang indah nan megah.

Tongkonan merupakan rumah panggung tradisional masyarakat Toraja berbentuk persegi empat panjang. Di Kole Sawangan wisatawan dapat melihat salah satu Tongkonan tertua di Toraja. Tongkonan tersebut awalnya dibangun pada tahun 1200 dan beratap batu. Namun pada tahun 1939, Tongkonan tersebut terbakar dan baru dipugar 7 tahun kemudian.

Melalui Tongkonan tersebut, wisatawan akan mendapatkan gambaran kesahajaan masyarakat Toraja yang sangat menghormati budaya luhur.

Selain sebagai tempat tinggal, Tongkonan juga memiliki peranan kuat sebagai tempat rumpun keluarga dalam melaksanakan upacara-upacara yang berkaitan dengan sistem kepercayaan, sistem kekerabatan, dan sistem kemasyarakatan.

Menparekraf RI Sandiaga Uno mengatakan, dengan berbagai potensi, Desa Wisata Kole Sawangan sangat layak untuk menjadi destinasi unggulan.

“Oleh karena itu kami akan menggagas bersama dengan para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif, tahun depan satu event internasional yang menandakan perjalanan kembali Toraja sebagai destinasi unggulan kedua setelah Bali,” kata Sandiaga, dikutip dari siaran pers Kemenparekraf, Jakarta, Selasa, (23/11/2021).

Di bagian depan Tongkonan, wisatawan bisa melihat deretan tanduk kerbau yang terpajang. Tanduk kerbau tersebut merupakan simbol bahwa pemilik rumah adalah tuan yang sudah melakukan upacara rambu solo’ yaitu sebuah upacara pemakaman secara adat atau pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.

Di halaman depan Tongkonan, wisatawan akan disuguhkan kerajinan tenun dan manik-manik yang dikerjakan para wanita. Wisatawan akan jamak melihat hal ini karena Desa Wisata Kole Sawangan memang merupakan salah satu sentra kerajinan dan ekonomi kreatif.

 

Selain kain tenun dan manik-manik, masyarakat di dalamnya juga mengembangkan kerajinan anyaman bambu seperti keranjang, nampan, tas, serta alat rumah tangga lainnya.

Tidak hanya itu, di Desa Wisata Kole Sawangan juga terdapat kuburan batu Saluliang. Ini juga merupakan salah satu kuburan batu tertua di Toraja, yakni sejak tahun 1215 dan masih digunakan sampai saat ini. Batu-batu besar yang berjejer mengikuti kontur tanah itu dilubangi dan dipahat menjadi liang kubur.

Kuburan batu ini memiliki liang terbanyak dari semua kuburan batu yang ada di Toraja yakni sebanyak 107 buah. Saluliang juga merupakan tempat pemujaan leluhur aluk todolo. Aluk Todolo sendiri merupakan agama leluhur nenek moyang suku Toraja.

Wisatawan yang datang ke desa wisata ini juga dapat melihat berbagai seni seperti tarian Pa’gellu, yakni tarian sukacita yang biasa dipentaskan pada upacara adat di Toraja, Sulawesi Selatan yang sifatnya riang gembira. Pa’gellu atau ma’gellu dalam bahasa setempat berarti menari-nari dengan riang gembira sambil tangan dan badan bergoyang dengan gemulai, meliuk-liuk lenggak-lenggok.

Tarian ini pertama kali diciptakan oleh Nek Datu Bua’, yakni pada saat kembali dari medan peperangan yang kemudian dirayakan dengan menari penuh sukacita.

Selain itu juga ada tarian Pa’ Tirra, yang merupakan tari kreasi yang biasanya dilakukan oleh remaja laki-laki berjumlah genap. Mereka berbaris menjadi dua barisan sambil membawa alat musik yang terbuat dari bambu yang dibawa dan dihentakan sehingga mengeluarkan alunan nada yang secara teratur selaras dengan langkah dari para remaja laki-laki.

Serta tidak ketinggalan Kopi Pokko, merupakan produk kopi kemasan jenis arabika yang ditanam langsung di kebun-kebun kopi rumah warga dan diroasting dengan alat tradisional sehingga memiliki cita rasa yang khas.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Mia Umi Kartikawati

Redaktur, traveller, penikmat senja, musik, film, a jurnalist, content creator enthusiast, food lovers, a mom who really love kids. Terus belajar untuk berbagi dan bersyukur dalam jalani hidup agar bisa mendapat berkah.
Back to top button