Market

Ekonom Curigai Kenapa Pemda Boleh Naikkan HET LPG Subsidi

Di tengah karut marutnya distribusi LPB bersubsidi (LPG melon) yang memicu kelangkaan, ekonom dari Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengkritisi peran pemerintah daerah menaikkan HET (harga eceran tertinggi) LPG melon.

“Coba pikirkan lagi oleh pemerintahan Jokowi mengenai dibolehkannya pemda menetapkan HET LPG subsidi. Padahal ini kan menyangkut hajat hidup orang banyak. Berkait dengan biaya hidup paling pokok yakni biaya memasak. Pikirkan bahwa harga makanan jika makin mahal akibat harga LPG yang mahal, berakibat orang kelaparan. Bukan hanya miskin, tapi kelaparan,” kata Salamuddin, Jakarta, Kamis (2/8/2023).

Kata dia, percuma pemerintah berkoar-koar tentang pengendalian inflasi atau harga bahan pokok, namun di depan mata, pemerintah bikin masalah. Ya itu tadi, mengizinkan pemda menentukan, atau menaikkan HET LPG subsidi.

“Itu artinya pemerintah membiarkan pemda menetapkan HET LPG subsidi atas usulan gerombolan pengusaha yang ingin mengambil untung lebih, atas barang bersubsidi,” kata Salamuddin.

Kebijakan ini, lanjut Salamuddin, membuka ruang kongkalikong antara pemda dengan pengusaha, melalui asosiasi tunggal pengusaha di sektor hilir bahan bakar minyak (BBM), yakni Hiswana Migas.

Selain itu, membuka ruang kongkalikong antara agen LPG dengan pemda dan mungkin juga legislatif di daerah, untuk menaikan harga LPG subsidi demi meraup cuan. “Ruang kongkalikong semacam ini tidak boleh dibiarkan,” kata Salamuddin.

Padahal, lanjutnya, subsidi baik LPG maupun BBM berasal dari pajak yang dibayar rakyat, termasuk mereka yang berpenghasilan pas-pasan. Selanjutnya, duit pajak itu bisa dikembalikan kepada rakyat melalui subsidi.

Jangan lagi menbuka ruang untuk birokrasi bermain-main dengan menetapkan HET yang justru memberatkan rakyat. Ini namanya sudah makan subsidi, makan lagi dari keringat rakyat. Coba lihat petani yang menghasilkan beras, tidak ada keleluasaan seperti itu,” kata Salamuddin. .

Kalau dasarnya ongkos angkut LPG yang tinggi karena jaraknya jauh, kata Salamuddin, maka apa gunanya ada subsidi. Apakah pemda bisa menunjukkan nama perusahaan dan alamatnya, benar tidak mereka itu semua lokasinya jauh dari SPBE. Sebutkan nama dan alamat perusahaannya. “Apa ada? Sementara untuk menjadi SPBE, agen dan menjadi pangkakan LPG para pengusaha berebutan kok. Ini enggak masuk akal,” ungkapnya.

Back to top button