News

Soal Keterwakilan Perempuan, KPU Lebih Patuh ke Parpol Ketimbang Putusan MA

Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tak kunjung direvisi. Putusan hukum soal keharusan terpenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan dianggap angin lalu, KPU dinilai terlalu disetir partai politik (parpol).

Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Hadar Nafis Gumay, menegaskan metode pembulatan KPU dalam menghitung kuota keterwakilan perempuan, sebagaimana termaktub dalam Pasal 8 Ayat 2 PKPU tersebut, bertentangan dengan Pasal 245 UU Pemilu.

Bahkan pandangan ini telah dikuatkan secara hukum melalui putusan Mahkamah Agung (MA). “Yang terpenting substansi daripada putusan MA itu, intinya membatalkan pasal yang mengatur pembulatan ke bawah itu, ya resmi dinyatakan batal dan KPU sendiri menerapkannya gitu,” kata Hadar secara virtual dalam diskusi bertajuk ‘Jaga Kualitas Pemilu: KPU Patuh pada Putusan MA – DKPP Tegas Sanksi Penyelenggara’, Jumat (6/10/2023).

Ia sangsi KPU akan menurut terhadap putusan MA, apalagi merevisi PKPU tersebut. Mengingat waktu sudah cukup mepet, karena saat ini sudah masuk pada tahap proses pencalonan bagian akhir, yakni tahap pencermatan daftar calon tetap.

“Itu sudah berakhir sebetulnya dalam daftar atau jadwal aslinya yaitu tanggal 3 Oktober ini. Nah selanjutnya KPU akan merapikan dan kemudian menetapkan daftar calon tetap (DCT) yang nanti batas waktunya adalah tanggal 3 November,” ucap dia.

Komisioner KPU periode 2012-2017 ini menjelaskan, pembulatan ke bawah sebetulnya akibat dari adanya permintaan dari Komisi II DPR RI, ketika melakukan rapat konsinyering tertutup.

Padahal, sambung dia, KPU saat melakukan uji publik, mendapat banyak masukan dari berbagai pihak, yang menginginkan agar KPU menggunakan metode pembulatan ke atas.

Masukan ini pun terus dikawal oleh dirinya bersama teman-teman di Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, dengan mendatangi KPU dan Bawaslu agar bisa mengoreksi model penghitungan pembulatan ke bawah.

Akan tetapi ketika berkonsultasi dengan DPR, KPU justru manut dengan Komisi II DPR RI yang meminta mereka tetap konsisten dengan PKPU sebelumnya. Seolah KPU sudah disetir oleh parpol.

“Jadi ini terlihat betul bahwa KPU kita ini tidak mampu untuk mempertahankan sikapnya, pandangannya setelah adanya permintaan dari Komisi II,” ucap Hadar menegaskan.

Diketahui, MA telah mengabulkan permohonan uji materiil atas regulasi KPU yang mengatur cara penghitungan kuota minimal calon anggota legislatif (caleg) perempuan pada Pemilu 2024.

Perkara bernomor 24 P/HUM/2024 itu diputusa pada Selasa (29/8/2023). Putusan diketok palu oleh ketua majelis hakim, Irfan Fachruddin bersama dua anggota majelis hakim, Cerah Bangun dan Yodi Martono. “Amar putusan: kabul permohonan keberatan,” bunyi putusannya, dikutip dari situs resmi MA, Selasa (29/8/2023).

Adapun Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023 mengatur cara menghitung kuota minimal 30 persen caleg perempuan itu, yakni apabila hasil penghitungan menghasilkan angka di belakang koma tak mencapai 5, maka dilakukan pembulatan ke bawah. Problemnya, pendekatan pembulatan ke bawah itu membuat jumlah bakal caleg perempuan tidak mencapai 30 persen per partai di setiap dapil sebagaimana diamanatkan UU Pemilu.

Back to top button