Market

Nol Besar Proyek Food Estate, Menteri Pertanian Harus Tanggung Jawab

Ekonom Gede Sandra mengkritisi program lumbung pangan atau food estate yang diinisiasi Presiden Jokowi. Sepanjang 2021-2023, proyek yang disebutnya gagal ini, menelan anggaran Rp1,6 triliun.

Atas kegagalan ini, kata Gede, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo harus bertanggung jawab. “Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Kementerian Pertanian(Kementan) Tahun 2023, total anggaran untuk program Food Estate sepanjang 2021-2023 mencapai Rp1,595 triliun. Dibulatkan jadi Rp1,6 triliun. Tanggung jawab Kementan ini,” tegasnya kepada Inilah.com, Jakarta, Rabu (18/1/2023).

Menurut mantan staf ahli Kemenko Kemaritiman era Rizal Ramli ini, proyek food estate era Presiden Jokowi, bukannya menuai pujian. Malah banyak sorotan. Hasilnya nol besar, pelaksanannya merusak lingkungan. Belum lagi pertanggung jawaban atas uang APBN yang mengalir ke proyek tersebut.

“Dari berbagai kalangan, mulai pakar ekonomi, analis, NGO termasuk media terkemuka di dalam dan luar negeri, banyak yang menilai proyek food estate atau lumbung pangan ini menuju kegagalan. Saya sepakat di situ,” ungkap Gede.

Sebut saja proyek food estate di Gunung Mas, Kalimantan Tengah (Kalteng). Pada 10 Maret 2021, program yang bertujuan mulia yakni kemandirian pangan, diresmikan. Disiapkan lahan seluas 600 hektare (ha) untuk menanam singkong.

Celakanya, lahan yang digunakan untuk food estate singkong itu, menebas hutan hingga 1 juta ha. “Lalu hasilnya apa? Hutan rusak, singkongnya tidak ada. Saya kira, kejadian ini terjadi di wilayah lain yang masuk proyek food estate,” terang Gede.

Menurut Gede, kegagalan food estate Jokowi ini juga terjadi di era-era sebelumnya. Saat SBY berkuasa, hadir program food estate Ketapang seluas 100.000 ha, Bulungan 300.000 ha, dan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFE). Program ini tak lebih dari bagi-bagi lahan kepada 37 investor.

Era Soeharto pun sami mawon. Program food estate dinamai proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) sejuta hektare. Lokasinya di Kalimantan Tengah. “Tapi semuanya gatot alias gagal total,” ungkapnya.

Juru kampanye hutan senior Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra menyebut, hutan di Kalteng menjadi tumbal program food estate. Padahal, hutan di Kalteng adalah sumber penghasil oksigen, kini rata dengan tanah. Digantikan kebun singkong yang tak terurus.

“Terjadi penghancuran hutan lebih dari 600 hektare atas nama proyek pangan. Jadi pemerintah sejak akhir 2020 sudah mulai membuka hutan di sana (Gunung Mas, Kalteng) dari 30 ribu lebih hektare direncanakan. Kini lebih dari 600 hektare dibuka pemerintah,” kata Fitra.

Menurut Fitra, food estate singkok di Gunung Mas, Kalteng tidak hanya gagal menghasilkan singkong yang dijanjikan. Namun juga mengesampingkan kearifan dan pengetahuan masyarakat lokal. Pemerintah seharusnya mengadopsi agroforestri tradisional yang sudah dikembangkan masyarakat secara turun-temurun.

“Penanaman singkong dilakukan Kementerian Pertahanan pada 2021, menurut kami aktivitas di sana bukan solusi untuk mengatasi krisis pangan,” ucapnya.

Proyek lumbung pangan di Gunung Mas, kata Fitra, juga belum memiliki izin pelepasan kawasan hutan. Walhasil, pembukaan lahan hutan untuk lumbung pangan, masuk kategori tindakan ilegal.

DPR Bentuk Panja Food Estate

Pandangan miring atas proyek food estate juga disuarakan politikus di Senayan. Bahkan, mereka sudah membentuk panitia kerja (panja) guna membedah realisasi proyek ini.

Ketua Komisi IV DPR, Sudin menerangkan, pembentukan Panja Food Estate mengupas realisasi proyek lumbung pangan nasiona yang tersebar di Kalimantan, Sumatra, NTT, dan Papua.

“Hal yang perlu diperhatian, masih adanya temuan BPK di Kementerian Pertanian (Kementan) yang dapat diartikan masih ada program dan kegiatan bermasalah. Bahkan ada yang gagal dan tidak mencapai target. Contohnya food estate di beberapa tempat,” kata Sudin, Senin (16/1/2023).

Alasan pembentukan Panja Food Estate, kata politikus PDI Perjuangan ini, lantaran banyak data atau informasi yang meragukan. Bahasa halus dari palsu. “Bahkan, beberapa teman-teman mengusulkan dibikin pansus, bukan panja. Karena banyak data-data palsu,” tambah Sudin.

Menghadapi gelombang kritikan food estate gagal, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo tenang-tenang saja. Seluruh pihak perlu tahu bahwa kondisi lahan di Indonesia, cukup beragam.

“Sehingga membutuhkan proses untuk mempelajari metode yang efektif untuk mengolahnya. Untuk itu, seluruh pihak perlu lebih bersabar,” ungkapnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/1/2023).

Mentan SYL menolak bila ada pihak-pihak yang memberikan penilaian terhadap program food estate secara general. Atau membandingkan pertanian di Kalimantan dengan Pulau Jawa. “Jangan dilihat lahan yang ada di sini. Di Jawa (dibandingkan) dengan Kalimantan yang rawa itu. Jadi tak bisa seperti balik tangan,” tuturnya

Saat ini, lanjutnya, pemerintah tengah membuka lahan baru sekitar 62 ribu ha. Seluas 47 ribu ha dari total lahan food estate itu, kini sudah produktif dan menghasilkan produk sebanyak 4 ton. Namun tak disebutkan komoditasnya apa, lahannya di mana.

Sah-sah saja kalau Mentan SYL membela diri. Tapi, fenomena impor beras bukti kuat gagalnya program food estate. Pada awal tahun ini, Perum Bulog mendatangkan beras impor sebanyak 200 ribu ton. Namun, baru 120 ribu ton beras impor yang datang.

Langkah impor beras ini untuk cadangan beras pemerintah (CDP) di gudang Bulog bisa minimal 1,2 juta ton. Agar Indonesia tak mengalami krisis pangan.

Back to top button