Market

Musim PHK Startup Belum Akan Berakhir

Industri startup kembali terguncang. Kali ini berasal dari keputusan Shoope melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada ratusan karyawannya. Musim PHK startup belum berakhir dan bisa terus berlanjut, waspadalah!

Shopee Indonesia melakukan efisiensi melalui PHK karyawan sebagai langkah terakhir yang bisa dilakukan akibat terdampak situasi ekonomi global. Jumlah karyawan Shopee yang terkena PHK mencapai 3 persen dari total karyawan yang jumlahnya diperkirakan mencapai 187 orang.

Head of Public Affairs Shopee Indonesia Radynal Nataprawira mengatakan langkah efisiensi sejalan dengan fokus perusahaan secara global untuk mencapai kemandirian dan keberlanjutan, yang merupakan dua komponen penting dalam menjalankan bisnis di tengah ketidakpastian ekonomi global saat ini.

“Dengan berat hati, Shopee Indonesia harus melepas sejumlah karyawannya,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (19/9/2022). Dia menjelaskan keputusan ini merupakan langkah terakhir yang harus ditempuh, setelah melakukan penyesuaian melalui beberapa perubahan kebijakan bisnis.

Shopee mempekerjakan lebih dari 20.000 karyawan dalam berbagai lini bisnis seperti Shopee, ShopeePay, dan ShopeeFood. Lebih dari 50 persen di antaranya bergabung sejak dimulainya pandemi COVID-19.

Kabar Shopee melakukan PHK massal di beberapa pasar utama mereka, termasuk Indonesia sudah santer terdengar sejak Juni 2022 lalu. E-commerce yang berbasis di Singapura itu tengah melakukan penyesuaian bisnis yang berdampak pada kegiatan operasionalnya di kawasan Asia Tenggara dan Amerika Latin. Shopee menutup operasinya di Prancis dan di India.

Namun hal itu sempat dibantah Direktur Eksekutif Shopee Indonesia Handhika Jahja yang mengatakan, langkah penyesuaian tersebut diambil pada segmen dan pasar tertentu. Ia memastikan langkah tersebut tidak melibatkan Shopee Indonesia. “Shopee Indonesia terus menunjukkan performa yang baik,” kata dia dalam keterangan resmi, Rabu (15/6/2022).

Musim PHK Startup

Shopee bukan merupakan perusahaan rintisan pertama yang melakukan efisiensi jumlah karyawan. Beberapa startup sudah sejak dua tahun lalu terpaksa melakukan pengurangan karyawan seiring dengan beratnya kondisi bisnis global.

Director of General Management JD.ID Jenie Simon menuturkan bahwa keputusan memberhentikan sejumlah karyawan merupakan bagian dari restrukturisasi perusahaan. “JD.ID juga melakukan pengambilan keputusan seperti tindakan restrukturisasi, yang mana di dalamnya terdapat juga pengurangan jumlah karyawan,” jelas Jenie.

Sebelumnya sederet perusahaan startup terpaksa melakukan PHK. Seperti startup di sektor pendidikan Pahamify yang melakukan PHK pada Maret 2022 lalu. Ada juga startup pertanian TaniHub yang melakukan PHK karyawan pada Februari tahun ini. TaniHub juga menghentikan operasional dua warehouse atau pergudangan yakni di Bandung dan Bali.

Sama seperti TaniHub, SiCepat merupakan startup awal yang menginformasikan adanya PHK terhadap ratusan karyawan yang tidak memenuhi standar penilaian perusahaan. SiCepat menilai jumlah karyawan yang terdampak kebijakan tersebut tidak mencapai 1 persen dari total karyawan. Secara komposisi jumlah karyawan yang terdampak adalah 0,6 persen dari total sebanyak 60.000 karyawan atau tepatnya 360 karyawan.

Ada juga PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) alias LinkAja yang mem-PHK karyawan hingga ratusan orang. Head of Corporate Secretary Group LinkAja Reka Sadewo mengatakan, kebijakan ini disepakati lantaran perusahaan ingin melakukan reorganisasi SDM.

Sementara startup teknologi edukasi Zenius melakukan PHK karyawan hingga 25 persen atau lebih dari 200 karyawan. Hal ini pun dibenarkan oleh manajemen Zenius. “Saat ini kami sedang mengalami kondisi makro ekonomi terburuk dalam beberapa dekade terakhir,” ujar manajemen dalam keterangannya.

Startup game MPL, juga merumahkan sekitar 100 karyawannya dan memutuskan keluar dari pasar Indonesia. Platform eSports dan game asal India tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan bisnis di Indonesia. Ratusan karyawan di PHK juga terjadi di startup setingkat Gojek dan Grab. Gojek pernah PHK 430 karyawan dan Grab pernah PHK 360 karyawan.

Diprediksi Bakal Berlanjut

Fenomena PHK tersebut muncul di tengah kondisi keuangan perusahaan yang serba sulit akibat tekanan ekonomi dipicu sejumlah faktor. Dari mulai tren naiknya suku bunga AS, kondisi makro ekonomi, hingga efek transisi pasca-pandemi COVID-19.

Fenomena PHK di perusahaan rintisian ini diprediksi bakal berlanjut mengingat pemulihan ekonomi dunia juga masih memerlukan waktu lama. Demikian pula situasi ekonomi nasional yang ikut terimbas global. Kondisi ini terjadi lantaran perusahaan-perusahaan yang tak kuat dari sisi pendanaan akan tumbang.

“PHK akan terus terjadi sampai 2 tahun ke depan, yang gagal survive akan gugur,” ucap Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute. Heru mengatakan bisnis perusahaan rintisan menghadapi pelbagai tantangan karena pengaruh ekonomi global.

Menurut Heru, selain melakukan PHK, startup-startup yang tak kuat menghadapi gelombang musim dingin yang menimpa industri berbasis teknologi digital itu akan melakukan pengetatan besar. Efisiensi yang dilakukan oleh startup kemungkinan bukan hanya soal pemecatan atau PHK karyawan. Akan tetapi, efisiensi itu mencakup pengurangan fasilitas hingga gaji.

Perusahaan pun cenderung akan mencari tenaga kerja baru yang lebih murah ketimbang standar gaji pegawai lama. “Ke depan, ia pun melihat bisnis startup untuk masing-masing sektor hanya akan diisi oleh dua hingga tiga pemain besar. Tapi seperti ride hailing kemungkinan hanya dua pemain besar,” tutur Heru.

Masihkah Jadi Kebanggaan?

Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah terus mendorong pengembangan dan banyak menaruh harapan kepada perusahaan rintisan ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pertemuan bersama CEO perusahaan di Amerika Serikat ikut mempromosikan perkembangan startup Tanah Air dengan harapan dapat menyerap investasi pebisnis negeri Paman Sam, terutama dalam persoalan infrastruktur digital, kapasitas pembangunan digital, dan digitalisasi rantai pasokan global.

“Saat ini Indonesia memiliki 2.346 startup, terbanyak kelima di dunia dengan dua decacorn dan delapan unicorn,” kata Jokowi dalam pertemuan ASEAN-US Special Summit with Business Leaders di Intercontinental the Willard Hotel, Washington DC, Amerika Serikat, pada Kamis (12/5/2022).

Perusahaan startup juga menjadi idola para pencari kerja di Tanah Air. Selain membutuhkan banyak SDM, juga lingkungan kerjanya dinilai sangat asyik dan menantang buat para generasi milenial. Satu lagi yang juga menggiurkan adalah besaran gajinya. Gajinya bisa jauh dari Upah Minimum Provinsi (UMP) bervariasi dari mulai Rp5 juta hingga Rp50 juta untuk posisi head.

Kini situasi bisnis startup memang sudah banyak berubah. Bulan madu sepertinya sudah selesai. Memang benar bahwa pandemi, yang memaksa orang melakukan work from home (WFH) membuat orang berlomba-lomba memakai teknologi digital. Namun setelah pandemi melandai, banyak warga kembali ke kebiasaan lama sehingga momentum untuk startup menurun.

Faktor lainnya adalah kondisi ekonomi dunia yang tidak baik-baik saja akan berdampak buruk dan kondisi itu bisa berlangsung lama. Investor mulai membatasi menghindari investasi startup yang persepsi risikonya tinggi, terlebih ada kenaikan inflasi dan suku bunga di berbagai negaranya. Akibatnya perusahaan rintisan kesulitan mendapatkan pendanaan.

Sementara persaingan juga semakin ketat sehingga berpotensi hilangnya market share. Pasar juga mulai jenuh dan hypersensitif terhadap promo dan diskon. “Ketika satu startup kehabisan pendanaan, sementara investor baru tidak tertarik membeli maka fondasi startup akan runtuh. Tech bubble bukan sesuatu yang mustahil,” ujar Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios).

Industri ini memang harus putar otak untuk bertahan dan mengembangkan bisnisnya. Terutama dari sisi pendanaan. Sementara sokongan dari pemerintah, yang sempat membangga-banggakan industri ini, kurang terdengar lagi. Kapankah bisnis startup menemukan kembali era kejayaannya?

Back to top button