Market

Pandemi Usai, Indef Nilai Sektor Industri Belum Bisa Pulih

Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Martawardaya menilai Indonesia terus mengalami penurunan dalam sektor industri dan diperparah selama dan setelah pandemi Covid-19.

Menurutnya, saat ini Indonesia cukup tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain seperti China dengan angka pertumbuhan 27,7 persen, Thailand sebesar 27 persen dan Malaysia yang mencapai 23,5 persen.

“Dan dari data terakhir, baru rilis kemarin di BPS (Badan Pusat Statistik), baru 18,25 persen, jadi semakin turun,” kata Berly dalam paparannya di acara Seminar Nasional bertajuk ‘Menolak Kutukan Deindustrialisasi Menuju Pengarusutamaan Industrialisasi Hijau’, di Jakarta, Selasa (8/8/2023).

Berdasarkan sumber World Bank, jelas Berly, Indonesia masih berada di papan bawah dalam kontribusi manufaktur ekspor dengan 44,92 persen. Meskipun lebih tinggi dibandingkan dengan Brazil dengan nilai 25,12 persen dan Afrika Selatan dengan 36,05 persen, namun kita masih kalah dari India dengan kontribusinya sebesar 68,07 persen, Malaysia sebesar 70,28 persen, Thailand sebesar 74,59 persen, Vietnam dengan 86,36 persen dan China sebesar 93,55 persen.

“Walaupun kita tertinggi di antara yang trennya menurun, tetapi lebih baik kalau kita bisa masuk, bisa switching ke papan atas,” ungkap Berly.

Padahal, menurut Berly, sektor industri merupakan salah satu bidang yang sangat penting karena mampu menyerap angka tenaga kerja yang cukup tinggi. Bahkan, tenaga kerja yang hanya berpendidikan SD atau SMP sudah mampu didayagunakan dengan pendapatan sama dengan atau diatas Upah Minimum Regional (UMR).

“Dan mendapat jaminan BPJS Kesehatan, BPJS Tenaga kerja, sehingga dia bisa mem-plan, menabung (hingga) bisa menyekolahkan anak,” ujar Berly.

Bahkan, tambah Berly, di Asia Timur perkembangan sektor industri manufaktur, khususnya yang berorientasi ekspor, mampu menekan kesenjangan serta meningkatkan pendapatan. Oleh karenanya, ia menilai jika sektor industri kita semakin tertekan, maka akan sulit masyarakatnya untuk keluar dari tingkat pendapatan menengah di negara maju atau middle income trap.

“Jadi kalau kita mengalami atau terus seperti ini di industrialisasi maka semakin sulit untuk keluar dari middle income trap atau jebakan kelas menengah,” jelas Berly.

Back to top button