Market

Gatot Nurmantyo Tuding Bansos Jokowi Langgar UU APBN dan Keuangan Negara


Mantan Panglima TNI, Jendral TNI (Purn.) Gatot Nurmantyo menuding pemberian bantuan sosial atau bansos yang dilakukan Presiden Joko Widodo diduga melanggar dua UU yakni UU APBN 2024 dan UU Keuangan Negara.

Pernyataan tersebut diungkapkan Gatot dalam diskusi publik yang diunggah di chanel youtube Hersubeno Point, dikutip Minggu (25/2/2024). Menurut Gatot, bansos seharusnya berakhir pada November 2023. Rapat kabinet 6 November 2023, Jokowi memperpanjang bantuan sosial sampai juni 2024.

“Hanya keputusan presiden tanpa keputusan DPR dan tidak di dalam UU APBN 2024. Bisa dibuat (anggarannya) tetapi dia harus buat dulu APBN-Perubahan. ini tidak, bayangkan dari ini saja sudah melanggar,” kata Gatot menegaskan.

Pemberian bantuan sosial ini, lanjut Gatot, tidak ada dalam UU APBN 2024 karena sudah diputuskan pada 16 Oktober 2023. Artinya pemberian bantuan sosial melanggar UU APBN 2024 dan UU Keuangan Negara. “Jadi dua sekaligus yang dilanggar,ini fakta. Kalau saya dikatakan membuat berita bohong silahkan,” ucapnya.

Oleh karena itu, kata Gatot, Menkeu Sri Mulyani mengambil anggaran bansos dari kementerian dan lembaga yang dinamakan automatic adjustment sebesar Rp50,2 triliun. “Itu kalau tidak salah disapu rata tiap-tiap kementerian lima persen. ini pun tidak boleh,” katanya mengingatkan.

“Bu Sri Mulyani mengatakan alokasi anggaran yang terindikasi kuat melanggar UU APBN atas perintah Presiden Joko Widodo, firm itu,” ujarnya menyebutkan.

 

post-cover

 

Gatot melanjutkan, dan alokasi anggaran bantuan sosial dari alokasi kementerian dan lembaga lain melanggar pasal 15 ayat 5 UU Keuangan Negara No. 17 Tahun 2023 yang berbungi APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai unit program kegiatan dan jenis belanjanya.

“UU APBN yang sudah disetujui DPR tidak boleh diubah pihak manapun termasuk presiden Joko WIdodo melalui pemblokiran (melalui) automatic adjustment. APBN hanya dapat diubah melalui mekanisme perubahan APBN yang disetujui DPR,” katanya menegaskan lagi.

Arahan dan instruksi Presiden Joko Widodo, kata Gatot, untuk memblokir anggaran kementerian dan lembaga juga melanggar UU Anti KKN dan penyalahgunaan kekuasaan presiden.

“Karena keputusan Presiden Joko Widodo untuk memperpanjang bantuan sosial secara mendadak ini bermotif politik dan nepotisme untuk mendongkrak elektabilitas dan memenangkan Gibran. Artinya bantuan sosial dadakan tersebut sama sekali bukan untuk kepentingan masyarakat,” katanya.

Karena itu, Joko Widodo terindikasi juga melanggar Pasal 4 Ayat 4 UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Setiap penyelenggara negara wajib untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Menurut definisi Pasal 1 angka 5, nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. “Masuk juga ini.”

Pemberian bantuan sosial Joko Widodo termasuk perbuatan melawan hukum yang menguntungkan keluarganya, anaknya dan kroninya. Presiden Joko Widodo juga diduga keras melakukan penyalahgunaan wewenang kekuasaannya. Dengan memaksakan memberi bantuan sosial sampai Juni 2024 tanpa ada mata anggaran di dalam APBN 2024. “Tidak ada itu, keberanian yang luar biasa itu,” ucapnya lagi.

Gatot kemudian mengutip Pasar 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi berbunyi, orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana atau dihukum seumur hidup atau pidana paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Terakhir, ucap Gatot, pemberian bantuan sosial yang dilakukan presiden dan menteri tanpa melibatkan menteri sosial melanggar tugas Kementerian dan termasuk penyalahgunaan kekuasaan.

“Karenanya pemberian bantuan sosial tersebut dapat dipastikan tidak tepat sasaran karena dibagikan di tengah kerumunan masa tanpa data penerimaan bantuan karena data tersebut berada di kementerian sosial,” katanya mengingatkan.

 

 

 

Back to top button