Kanal

Simalakama Bansos Beras, Niat Mulia Berujung Langka


“Kalau kita tidak jaga beras, sudah beberapa pemerintah, presiden kita jatuh

karena kekurangan beras”

Andi (38) warga Kabupaten Majalengka baru saja membuka matanya pagi itu. Ia bangun setengah tergesa-gesa. Sekitar pukul 07.00 WIB, ia dan istrinya Katrin (35) sudah meninggalkan rumahnya menuju sebuah acara Gerakan Pangan Murah yang berlokasi di sekitar Taman Bagja Raharja, Kecamatan/Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Sesampainya disana, Andi bersama Katrin ikut dalam barisan orang yang ketika itu bernasib sama. Sekitar pukul 09.30 WIB, Andi baru mendapat giliran. ‘’Beli dua kemasan (10 kilogram),’’ kata Andi.

Katrin pun sama, ia juga membeli dua kemasan dengan total 10 Kg. Dengan demikian, pasangan suami istri itu bisa membawa pulang sebanyak empat kemasan atau 20 kilogram. 

“Buat persediaan Ramadhan,” kata Andi.

Andri bersama Katrin bolehlah menjadi potret tentang bagaimana masyarakat kini sedang menghadapi problem mengenai kenaikan harga beras. 

Ada beberapa faktor yang kemudian menjadi alasan mengapa harga beras kian meroket. Salah satu yang kerap dijadikan alasan, yakni soal dampak perubahan cuaca akibat El Nino, seperti yang disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo. 

“Kenapa (beras) naik? Karena ada yang namanya perubahan iklim, ada yang namanya perubahan cuaca sehingga gagal panen, produksi berkurang sehingga harganya naik,” kata Jokowi saat memberikan bantuan beras di Gedung Kawasan Pertanian Terpadu, Kota Tangerang Selatan, beberapa waktu lalu.

Ugal-ugalan Bansos

Faktor lain yang kemudian dianggap menjadi pemicu, yakni soal aksi jor-jorannya pemerintah memberikan bantuan sosial dalam program bagi-bagi beras gratis 10 kg untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM). 

Program ini diluncurkan Presiden Jokowi pada periode Maret-Mei, untuk tahap pertama. Kemudian dilanjutkan pada tahap kedua sejak September hingga akhir tahun 2023.

Berdasarkan penjelasaan Menteri BUMN, Erick Tohir, hingga 10 Desember 2023, pemerintah melalui Perum Bulog telah menyalurkan bantuan sosial (bansos) berupa beras 10 kg untuk 21,35 juta KPM, dengan total beras mencapai 1,3 juta ton. 

post-cover
Warga antre membeli beras stabilisasi pasokan harga Pasar (SPHP) saat operasi pasar beras di Alun-alun Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (21/2/2024). (Foto: Inilah.com/Didik Setiawan).

“Masing-masing KPM dari seluruh provinsi mendapat 10 Kg beras setiap bulannya. Per 10 Desember ini, total beras gratis yang berhasil disalurkan melalui @perum.bulog mencapai 1,3 juta ton,” ucap Erick melalui akun Instagramnya, dikutip Inilah.com

Jika menghitung total KPM dengan program 10 kg beras gratis, artinya, pemerintah melalui Bulog harus membagikan 210.000 kg beras setiap bulannya. Angka ini diprediksi meningkat seiring bertambahnya KPM dari 21,35 juta menjadi 22 juta. Jika demikian, maka setiap bulan dibutuhkan setidaknya 220 ribu ton beras untuk disalurkan sebagai bantuan pangan.

Aksi yang kemudian mendapat kritik tajam dari Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Hilmy Muhammad. Dikutip dari dpd.go.id, Hilmy menilai salah satu pemicu tingginya harga beras akibat pemerintah ugal-ugalan dalam mendistribusikan bantuan sosial (bansos) yang tidak sesuai jadwal dan peruntukannya, bahkan cenderung mengabaikan prosedur.

Gus Hilmy sapaan akrabnya, mengatakan krisis beras sejatinya sudah terjadi sejak tahun lalu akibat iklim dan masalah pertanian. Meski demikian, menurutnya pemerintah sudah melakukan mitigasi. Sayangnya, mitigasi itu dirusak atas nama bansos, yang kebetulan berlangsung saat masa kampanye pada Pemilu 2024.

“Krisis ini sudah sejak tahun lalu dan pemerintah sudah melakukan mitigasi. Tapi sayangnya, pemerintah ugal-ugalan dalam membagikan bansos. Akibatnya, stok di gudang Bulog menipis sebelum waktunya. Ini pemerintah menyalahi manajemen sederhana antara pasokan dan permintaan,” ujar Gus Hilmy.

Jadi menurut Gus Hilmy, faktornya tidak semata-mata dari iklim atau pertanian. “Ada faktor lain, ya. Ada kepentingan lain. Padahal pas kampanye kemarin, beras sebagai bagian dari bantuan sosial (bansos) terkesan murah dan mudah didapat, karena dibagi-bagikan kepada semua elemen masyarakat. Aneh juga kalau beras mahal dan langka sesudah Pemilu,” kata Gus Hilmy.

Anggota Komisi XI DPR RI Hidayatullah ketika diwawancarai Inilah.com, juga meyakini hal yang sama. Jor-joran pemerintah ini yang kemudian menjadi simalakama. Niat mulia dalam memberikan bantuan justru menurut Hidayatullah, kini berujung dengan kelangkaan beras.

Kader PKS ini, tak segan mengkaitkan jor-joran bansos yang dilakukan Presiden Jokowi mempunyai benag merah dengan pelaksanaan Pemilu 2024.

“Harusnya kalau ini berjalan normal tidak akan terjadi kelangkaan. Munculnya ketidaknormalan disebabkan cawe-cawe presiden mengintervensi pemilu dalam bentuk jor-jorannya bansos beras untuk memenangkan salah satu paslon,” ujar Hidayatullah.

Kelangkaan ini, menurut Hidayatullah berimbas pada inflasi, dimana berdasarkan data BPS faktor komoditas makanan, adalah penyumbang inflasi terbesar mencapai 74,21%, sementara non makanan hanya sebesar 25,75% (Maret 2023).

post-cover
Beras impor tiba di pelabuhan. (Foto: Antara).

“Masalah fundamentalnya adalah sembilan tahun rezim, Jokowi gagal melakukan swasembada beras, lalu untuk menyelesaikan (hal tersebut justru) dengan cara impor beras,” kata Hidayatullah.

Sinyal alarm untuk Jokowi

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai, pemerintah harus bergerak cepat membenahi persoalan kenaikan harga beras ini. Sebab menurut Agus, kondisi ini berpotensi menggerus kesejahteraan masyarakat dan dikhawatirkan menambah angka kemiskinan nasional. 

Beras, dikatakan Agus, dikonsumsi cukup merata oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia sehingga menjadikannya sebagai bahan pokok utama. Jika tidak ditanggapi serius, hal ini menjadi sinyal alarm bagi Presiden Jokowi.

“Kalau kita tidak jaga beras, sudah beberapa pemerintah, presiden kita jatuh karena kekurangan beras,” kata Agus Pambagio kepada Inilah.com

Agus mengingatkan, bansos yang rencananya bakal dilanjutkan Presiden Jokowi hingga bulan Juni, sejatinya diberikan dengan kondisi tertentu, seperti adanya bencana kelaparan. Sementara belakangan ini, menurut Agus, terkesan ngawur dan tidak mendidik.

“Bansos itu  digunakan hanya untuk menjaga supaya orang miskin tidak bertambah miskin karena adanya inflasi, adanya gejolak ekonomi lainnya, itu aja,” kata Agus.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa, meragukan pemerintah bisa bergerak cepat. Sebab menurut dia, kebijakan bansos beras yang terlanjur berjalan, sudah barang tentu mengurangi cadangan beras yang dipegang pemerintah. 

Akibatnya, intervensi yang mampu dilakukan oleh pemerintah untuk menekan laju inflasi berbatas akhirnya.

“Bulog dan Bapanas (Badan Pangan Nasional) memiliki keterbatasan. Karena itu kan keputusan ada di level yang lebih tinggi. Katakanlah kebutuhan bansos kan tidak di mereka,” kata Andreas ketika berbincang dengan Inilah.com

post-cover
Presiden Jokowi memberikan bantuan pangan cadangan beras pemerintah (CBP) di Gudang Bulog Klahang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (03/01/2024).

Andreas mengatakan, jika Bulog maupun Bapanas memiliki kemampuan itu, sudah akan menggelontorkan beras secara besar-besar. “Kenapa kok dalam dua minggu ini paling yang sudah digelontorkan sekitar 100 ribuan ton saja? Konsumsi kita 2,5 juta ton. (Jadi) tidak berdampak terhadap penurunan harga,” kata Andreas.

Sementara itu, Bapanas membantah program bansos memicu kenaikan harga dan kelangkaan stok beras di masyarakat. 

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengatakan, ada perbedaan stok antara beras untuk bansos dengan kebutuhan pasar dalam negeri. Arief menuturkan, stok beras untuk program bantuan pangan berasal dari impor, sedangkan beras yang ada di pasaran merupakan produksi dalam negeri. 

Sehingga, klaimnya, bantuan pangan tidak mengganggu stok untuk kebutuhan beras nasional. 

“Jangan di bilang ngabisin beras nasional, nggak, itu posnya sendiri-sendiri, langsung dari gudang Bulog, tidak menyerap yang panen lokal,” kata Arief usai menghadiri rakornas Bapanas di Depok, Jawa Barat, Selasa (27/2/2024).

Sedangkan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengungkapkan, per 10 Januari 2024, memiliki cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 1,3 juta ton.

Bayu mengkaim, stok itu mampu memenuhi kebutuhan Bulog untuk menjalankan program pemerintah, yaitu bantuan pangan berupa 10 kg beras dan program Stabilisasi Harga dan Pasokan Pangan (SPHP).

Langkah ini dilakukan seiring pernyataan Presiden Jokowi yang akan melanjutkan program bagi-bagi beras 10 kg kepada masyarakat berpenghasilan rendah akan dilanjutkan sampai bulan Maret 2024. Bahkan, jika APBN memungkinkan, akan berlanjut sampai bulan Juni 2024.

(Nebby/Diana/Rizki)

 

 

 

 

 

 

Back to top button