Market

Tragedi Plumpang Tewaskan 19 Orang, Pengamat Tata Kota Ungkap ‘Dosa’ Pertamina

Sejak 1976, PT Pertamina (Persero) sudah mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) di Tanah Merah di areal seluas 153 hektare (ha). Namun, 81 ha dibiarkan kosong hingga 30 tahun masa HGB habis. Ada  kesalahan Pertamina sehingga Depo Plumpang terbakar hebat yang menewaskan 19 orang..

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menilai, akar permasalahan Tragedi Plumpang yang menewaskan 19 orang, karena PT Pertamina tak punya perencanaan yang jelas terkait lahan seluas 81 ha itu. Untuk jangka panjang akan dijadikan apa.

“Jadi persoalan terbesar dari sebuah perencanaan pembangunan badan usaha di institusi negara yang memanfaatkan aset negara, adalah ada aset-aset negara bukan ditelantarkan, (tapi) dibiarkan, terabaikan 81 hektare,” terang Yayat dalam diskusi bertajuk ‘Tragedi Depo Pertamina Plumpang, Apa Solusinya?’ di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).

Sehingga persoalan sengketa tanah muncul yang berakhir pada sebagian kawasan milik negara tersebut, dibangun pemukiman oleh penduduk. “Kalau HGB-nya habis, namanya tanah negara apa mau dikembalikan? Kalau HGB-nya mau diperpanjang, Pertamina harus buktikan bahwa tanah itu dijaga, dirawat dan dipergunakan,” ujarnya.

“Tapi dalam praktiknya sudah lebih dari 30 tahun sisa lahan itu tidak teroptimalkan sehingga terambah, diduduki, dipergunakan,” lanjutnya.

Oleh karena itu, ketika terjadi sengketa tanah maka PT Pertamina tidak bisa mengambil kembali aset negara tersebut. “Ketika akar persoalan ini berhenti pada sengketa tanah, maka buffer zone itu lah menjadi sebuah rencana di atas rencana, tidak bisa dieksekusi. Nah ini juga terjadi pada areal vital negara di berbagai tempat,” imbuh Yayat.

Terkait hal ini, ia menyinggung mengapa PT Pertamina tidak bisa mencontoh PT Kereta Api Indonesia (KAI) dalam mengelola aset negara. PT KAI sudah memiliki peraturan presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2011 tentang penugasan untuk membangun prasarana yang ada di Jabodetabek. “Apa yang dilakukan oleh PT KAI? Perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, penertiban, penataruangan,” jelasnya.

“Coba kita lihat sekarang hampir seluruh stasiun bersih, aset-asetnya PT KAI bisa diambil semua, dan terbukti PT KAI adalah satu BUMN yang mendapat Perpres untuk mengembalikan asetnya, mengembalikan fungsi pelayanannya,” tandasnya.

Tak hanya itu, karena Pertamina menjadikan lahan tersebut sebagai tanah negara, maka penyelesaiannya akan berbeda dengan tanah milik perseroan terbatas (PT) biasa. “Kalau PT, peduli. Ditulis ini tanah PT sekian, tanah negara ada tidak dicatat? Apakah Pemprov DKI pernah melakukan inventaris terkait aset? Apakah aset ini dicantumkan sebagai strategi pembangunannya?,” tanya Yayat.

“Itu persoalan paling mendasar, sedangkan masyarakat itu butuh tempat tinggal, butuh rumah. Harga rumah di Jakarta itu sudah tidak terkejar. Kalau di Jakarta Pusat itu rumahnya ala Jepang, kalau di Plumpang itu alakadarnya,” tutupnya.

Back to top button