Market

Tax Ratio Jeblok Terus, Dirjen Pajak Layak Dicopot

Turunnya tax ratio membuktikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu gagal menjalankan tugas. Tingkat kepatuhan wajib pajak, tak naik. Sayangnya, lembaga ini sulit diaudit.

Dalam sebuah diskusi mengulas pajak yang digagas Indef, beberpa waktu lalu, ekonom senior UI, Faisal Basri mengaku pernah menghitung rasio pajak dari 143 negara, Indonesia berada di posisi 134. Atau nomor 10 dari belakang.

Untuk level kawasan atau Asean, menurut Faisal, capaian tax amnesty Indonesia tetap saja memalukan. Masuk urutan papan bawah karena hanya 9 persen. “Di Asean, Indonesia termasuk papan bawah bersama Laos. Hanya 9 persen (tax amnesty),” ungkapnya.

Kondisinya diperparah dengan mencuatnya kasus-kasus yang mencoreng DJP. Dimulai dengan aset gemuk Rafael Alun Trisambodo, eselon III DJP yang kini ditetapkan tersangka oleh KPK. Terseret dugaan gratifikasi pajak senilai Rp1,3 miliar.

Ya, Faisal benar. Capaian tax ratio yang berarti perbandingan penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) di era Jokowi, boleh dibilang jeblok terus.

Pada 2008, Indonesia mengalami tax ratio tertiggi sebesar 13,3 persen. Lima tahun kemudian anjlok hampir 2 persen menjadi 11,4 persen (2013). Setahun kemudian turun tipis 0,1 persen menjadi 11,3 persen.

Kemudian anjlok lagi ke level 9,9 persen pada 2017. Naik 0,3 persen menjadi 10,2 persen pada 2018. Dampak program amnesty pajak.

Namun turun lagi pada 2019 menjadi 9,7 persen. Kemudian anjlok lagi ke 8,3 persen pada 2020. Naik 0,8 persen menjadi 9,1 persen pada 2021.

Menurut Faisal, rakyat Indonesia tak bisa berbuat apa-apa melihat perilaku korup dan aksi hedon atau pamer kekayaan dari pejabat Dirjen Pajak dan keluarganya. pajak tetap saja harus dibayar karena sistemnya sudah berjalan.

Segala transaksi atau pembayaran barang dan jasa, lanjut Faisal, otomatis dikenai pajak. Dan, rakyat tak bisa berkelit. Kalau pun berkelit, konsekuensinya ‘ngeri-ngeri sedap’ untuk generasi Indonesia di masa depan. Pemerintah akan semakin serampangan menambah utang. ‘Karena tenor utang pemerintah itu minimal 10 tahun. Ada yang 20 tahun dan 30 tahun. Generani masa depan Indonesia yang harus menanggungnya,” tuturnya.

Kembali ke soal rendahnya tax amnesty, membuat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa galau. Tax ratin Indonesia cukup ‘terbelakang’ ketimbang sejumlah negara di Asean.

Pada 2020, misalnya, tax ratio Inonesia berada di level 8,3 persen. Jauh di bawah Malaysia sebesar 10,9 persen. Atau Singapura 12,9 persen, Thailand 14,5 persen, Korea Selatan 14,9 persen.

Celakanya lagi, angka tax ratio Indonesia yang di bawah 10 persen itu, cukup jauh dari rata-rata dunia yang mencapai 13,5 persen.

Back to top button