News

Sistem Tertutup Langgar UUD 1945, Pernyataan Yusril Keliru dan Menyesatkan

Pernyataan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra yang menyebut sistem proporsional terbuka melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, adalah sebuah cara berpikir yang keliru.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan sistem pemilu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, tergantung mana yang cocok di negara tersebut. Selanjutnya, ia juga menegaskan bahwa dengan memilih salah satu sistem, tidak dapat dibenarkan untuk menyebut sistem lainnya langgar konstitusi.

“Setiap varian sistem pemilu itu ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sehingga rasanya tidak bisa ya kalau kita mengatakan satu sistem pemilu itu konstitusional, sementara yang lainnya tidak begitu,” tuturnya saat dihubungi inilah.com di Jakarta, dikutip Jumat (10/3/2023).

Ia khawatir pernyataan sepihak Yusril bisa menyesatkan cara pikir masyarakat. Akan muncul kesan bahwa gelaran juga hasil dari Pemilu 2014 dan 2019 inkonstitusional. Menurutnya, apapun cara sistem pemilu yang berlaku tentung memiliki payung hukumnya jadi tidak bisa dikatakan melanggar konstitusi.

“Pemilu sebelumnya ya tetap sah, karena kan pasal menggunakan pemilu proporsional terbuka ada dalam UU pemilu dan UU pemilunya sah, jadi ya pemerintahan hasil Pemilu
2014 dan 2019 sifatnya sah,” tegasnya.

Lebih lanjut dikatakan, dirinya pribadi mendukung sistem proporsional terbuka, sebab sistem ini menjadikan calon anggota legislatif (caleg) menjadi pusat dari pemilihan. Sehingga publik dapat memilih dan mengenal calon wakilnya di parlemen.

“Sistem tertutup merugikan publik, karena keterpilihan caleg jadi kewenangan partai politik. Ruang gerak publik untuk mengintervensi demokrasi jadi tertutup bila sistem ini berlaku,” tandasnya.

Sebelumnya, dalam sidang lanjutan gugatan uji materi sistem pemilu di Mahkamah Konstitusi, Yusril menegaskan sistem proporsional terbuka atau mencoblos nama caleg bertentangan dengan UUD 1945. Yusril yang pernah menjadi kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf di sidang gugatan sengketa Pilpres 2019 di MK ini membeberkan alasannya.

“Karena menghalangi pemenuhan jaminan-jaminan konstitusional mengenai fungsi parpol, melemahkan kapasitas pemilih dan melemahkan kualitas Pemilu,” ucap Yusril, Rabu (8/3/2023).

Lebih lanjut dia berpendapat, saat ini parpol tak lagi mengejar fungsi aslinya sebagai penyalur partisipasi politik. Justru hanya fokus untuk mencari kandidat yang dapat menggaet suara terbanyak.

“Partai politik tidak lagi fokus mengejar fungsi asasi, tidak lagi berupaya meningkatkan kualitas program-program nya yang mencerminkan ideologi partai melainkan sekadar fokus untuk mencari kandidat-kandidat yang dapat menjadi magnet untuk meraih suara terbanyak,” kata Yusril menegaskan.

Back to top button