Kanal

Ribut-ribut KRL, Pilih yang Baru atau ‘Thrifting’ Bekas Jepang

Produk barang bekas luar negeri ternyata tak hanya lagi ngetren pada produk fesyen, tetapi juga Kereta Rel Listrik (KRL). Muncul perdebatan apakah pemerintah sebaiknya membeli KRL bekas Jepang atau beli baru buatan dalam negeri. Siapa yang tidak tergiur dengan ‘thrifting’ KRL bekas Jepang dengan harga murah dan masih dalam kondisi baik ini.

Merujuk kamus, arti sebenarnya dari thrift adalah hemat. Sehingga thrifting merupakan kegiatan berbelanja demi mendapatkan harga barang yang lebih murah termasuk barang-barang bekas pakai. Barang yang dijual di toko thrift biasanya masih dalam keadaan baik dan berkualitas. Bahkan bermerek mahal.

Pemerintah sudah melarang penjualan pakaian bekas atau thrifting yang berasal dari luar negeri karena mengganggu pasar produk tekstil dari pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Namun di sisi lain, penjualan baju bekas impor ini membantu masyarakat mendapatkan produk bekas berkualitas dengan harga murah.

Namun bagaimana jika barang bekas yang diminati adalah KRL? Pemerintah berencana mengimpor gerbong KRL bekas dari Jepang. Rencana impor mendesak mengingat 10 rangkaian KRL pada tahun ini dan setidaknya 16 rangkaian tahun depan tidak layak lagi dioperasikan sehingga harus dipensiunkan. Jika tidak segera diganti dikhawatirkan berpengaruh terhadap 200 ribu penumpang KRL yang berisiko tidak terlayani dengan optimal.

Ganti KRL demi layanan

VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba mengatakan jika armada berkurang maka kemungkinan layanan transportasi tersebut bakal terganggu. Menurutnya, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) sebenarnya masih bisa memaksimalkan jumlah kereta yang ada apabila 10 rangkaian kereta yang pensiun tak bisa digantikan. Namun, Anne tetap khawatir pengurangan layanan tetap akan terjadi.

Sebelum pandemi COVID-19, KCI mampu mengangkut 1,2 juta penumpang dengan 92 kereta dan sekitar 106 rangkaian kereta. Artinya, apabila 10 kereta yang pensiun tadi tidak bisa digantikan, KCI masih punya 96 rangkaian kereta. Di sisi lain, penumpang KCI saat ini jumlahnya baru cuma sekitar 800 ribu hingga 900 ribu orang saja per hari.

Thrifting KRL bekas Jepang ini memang jauh lebih hemat. Untuk pembelian 10 train set (rangkaian) KRL bekas, hanya mengeluarkan kocek sebesar Rp 150 miliar. Sementara untuk pembelian 16 train set baru dari PT Industri Kereta Api (INKA) harus menyiapkan dana hampir Rp 4 triliun. Sebagai catatan, satu train set terdiri dari 10 gerbong kereta. Selain mahal, masa produksi sarana kereta KRL baru oleh PT INKA membutuhkan waktu 2-3 tahun.

Dalam surat yang diajukan, KCI berencana akan mengimpor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru (BMTB) berupa 120 unit KRL type E217 untuk kebutuhan 2023 dan 228 unit KRL dengan tipe yang sama untuk kebutuhan 2024.

KRL type E217 merupakan KRL yang diperkenalkan East Japan Railway Company (JR East) dan kini sudah pensiun. KRL jenis ini diproduksi pada akhir 1995 hingga akhir 1999 dan melayani rute Yokosuka-Sobu Rapid di Jepang. Adapun pabrikan yang memproduksi KRL jenis ini adalah Tokyu Car Corporation (J-TREC Yokohama), Kawasaki Heavy Industries, JR East Niitsu Vehicle Manufacturing (J-TREC Niitsu), dan JR East Ofuna Plant.

Perdebatan dua kementarian

Namun impor KRL bekas dari Jepang ini tertahan. Terhadap rencana ini, dua kementerian saling beradu argument yaitu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Kemenhub mengatakan ‘yes’ dan menyetujui rencana KCI. Mereka sudah memberikan rekomendasi izin impor kepada Kementerian Perdagangan pada 19 Desember 2022. Sedangkan Kemenperin menolak impor dengan alasan kebutuhan kereta api harus dipenuhi dari produksi dalam negeri, dalam hal ini diproduksi oleh PT INKA.

Kemenperin melalui Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) menolak impor dengan alasan kebutuhan kereta api harus dipenuhi dari produksi dalam negeri, dalam hal ini diproduksi oleh PT INKA.

“PT INKA bisa membuat itu semua, kenapa kita harus impor gerbong kereta api bekas dari Jepang. Katanya bangga beli buatan Indonesia. Bangladesh saja membeli produk kereta kita sampai Rp1,3 triliun,” sebut Sekretaris Jenderal Kemenperin Dody Widodo.

Audit BPKB

Untuk mengurai kebuntuan itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan meminta hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Bagaimana hasilnya?

BPKP ternyata tidak merekomendasikan impor KRL bekas. Salah satu poin yang membuat BPKP tidak merekomendasikan impor karena armada KRL dinilai masih cukup untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto mengungkapkan, menurut laporan BPKP hingga saat ini masih ada sarana yang bisa dioptimalkan oleh KCI untuk menunjang operasi KRL.

“Ada beberapa alasan teknis dari BPKP terkait dengan impor ini kurang tepat karena beberapa unit sarana yang sebenarnya masih bisa dioptimalkan untuk penggunaannya,” kata Seto dalam keterangan pers di kantornya, Kamis (6/4/2023).

BPKP menjelaskan dalam hasil auditnya saat ini ada sekitar 1.114 unit KRL yang dioperasikan KCI, kemudian 48 unit KRL diberhentikan operasinya, dan 36 unit diupayakan untuk dikonservasi atau dipensiunkan. BPKP menemukan total sarana yang ada saat ini masih bisa melayani jumlah kebutuhan penumpang KRL. Tahun ini, dengan 1.114 unit yang ada, KCI melayani total 273,6 juta penumpang per tahun atau sekitar 800 ribu-900 ribu penumpang per hari.

Bila dibandingkan di tahun 2019, KCI dapat melayani penumpang lebih banyak dengan jumlah sarana yang lebih kecil. Pada 2019, armada yang siap digunakan 1.078 unit, namun dapat melayani penumpang hingga 336,3 juta per tahun atau mencapai 1 juta penumpang per hari. BPKP juga menyatakan sampai saat ini okupansi KRL dinilai belum penuh mencapai 100 persen. Di tahun ini saja baru mencapai 62,75 persen saja rata-rata tingkat keterisian kereta commuter line.

Overload memang terjadi pada waktu peak hours, namun secara keseluruhan untuk okupansi itu di 2023 masih cuma 62,75 persen. Sementara di 2024 diperkirakan masih 79 persen dan 2025 itu masih di 83 persen, ini data saya dapat dari BPKP,” ungkap Seto.

BPKP juga menilai biaya impor kereta rel listrik tidak akurat. Perhitungan KCI mengacu harga pengadaan kereta rel listrik bekas pada 2018. Kemudian, ditambah nilai akumulasi inflasi selama tiga tahun berturut-turut mencapai 15 persen.

BPKP juga telah melakukan klarifikasi dengan pihak PT Pelabuhan Indonesia (Persero) bahwa kontainer yang tersedia tidak memadai, sehingga pengangkutan harus menggunakan kapal kargo. Hal ini akan menyebabkan penambahan biaya yang harus diestimasikan dengan akurat.

Butuh keputusan mendesak

Keputusan tentang apakah akan menggunakan KRL bekas Jepang atau baru buatan PT INKA harus segera dilakukan. Hal ini mengingat ada harga yang harus dibayar mahal jika KRL terlambat diganti, yakni nasib para penumpang yang bisa terkatung-katung karena kurangnya armada.

“Kalau gak boleh (diizinkan impor) kemungkinan dua, pertama kereta lama gak dioperasikan, kedua dioperasikan. Kalau gak dioperasikan makin banyak penumpang yang terlantar, kalau dioperasikan keselamatan siapa yang mau jamin? kan barangnya udah usang, khawatir patah lah anjlok,” ujar Djoko Setijowarno, Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).

Djoko menilai apabila impor KRL bekas tak dilakukan, maka dampaknya bisa mengerikan. “Kondisi sudah kritis, kan takut. Kalau dipakai Kemenperin harus tanggung jawab pada kecelakaan, mau dia tanggung jawab? atau kalau gak digunakan, sekarang aja kapasitas sudah mangkit-mangkit, apalagi tambah masalah Manggarai,” sebutnya.

Saat ini sudah terlalu banyak perdebatan mengenai impor KRL yang melibatkan banyak pihak termasuk  para politisi. Padahal situasinya sudah emergency dan keputusan harus segera diambil agar ratusan ribu penumpang tetap dapat terlayani dengan baik oleh KRL.

Back to top button