Market

Pak Jokowi, Paksa Oligarki Penikmat Infrasturktur Berdayakan Wong Cilik

Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk mendorong oligarki sebagai kelompok penikmat infrastruktur berperan positif dan signifikan bagi kelompok miskin alias wong cilik. Jika tidak, efek berganda atau multiplier effect dari infrastruktur yang gencar dibangun menjadi tak signifikan.

Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengatakan sebenarnya efek positif dari infrastruktur sudah terlihat saat ini di mana mobilitas dan transaksi antarkota di Pulau Jawa dan Sumatera meningkat.

“Untuk lebih berdampak ke kelompok miskin, mungkin lebih kepada pemberdayaan usaha-usaha kecil dengan dibantu usaha besar yang banyak menikmati infrastruktur,” kata Andry kepada Inilah.com di Jakarta, Kamis (6/10/2022).

Dalam istilah ekonomi-politik, kelompok usaha besar itu masuk kategori oligarki. Sebab, mereka (para oligark) memiliki sumber daya kekuasaan yang berbasis pada kekayaan atau wealth power (Jeffrey A Winters, 2011).

Andry menegaskan, kelompok miskin perlu dibantu dengan penyerapan tenaga kerja agar mendapatkan akses ke dalam perekonomian yang lebih baik. “Dalam hal ini, saya melihat peranan kepala daerah juga penting untuk bekerja sama dengan pemerintah pusat,” timpal dia.

Penghitungan Berubah, Jumlah Orang Miskin Bertambah

Baru-baru ini, Bank Dunia mengubah ketentuan baru mengenai hitungan paritas atau kelompok daya beli alias purchasing power parities/PPP. Garis kemiskinan ekstrem ditetapkan menjadi US$2,15 per orang per hari atau Rp32.812 per hari dengan asumsi kurs Rp15.261 per dolar AS.

Padahal sebelumnya, garis kemiskinan ekstrem dipatok di level US$1,90 per hari. Hal ini membuat sebanyak 13 juta orang kelas menengah bawah di Indonesia jatuh menjadi miskin.

“PPP dihitung berdasarkan tingkat harga barang yang spesifik diperbandingkan dengan currency (nilai tukar mata uang) negara-negara tersebut. Jika melihat tren penguatan dolar AS terhadap mata uang negara-negara di dunia, memang bisa terlihat ada penurunan dalam pendapatan, sehingga menurunkan juga kelompok income penduduknya,” papar Andry.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk miskin Indonesia pada Maret 2022 berjumlah 26,16 juta orang. Jumlah itu turun dibandingkan September 2021 yang masih berada di 26,5 juta orang. Angka ini tentu belum memfaktorkan tambahan 13 juta orang kelas menengah-bawah yang jatuh miskin gara-gara perubahan perhitungan Bank Dunia.

“Kalo diliat dari data memang terjadi penurunan angka kemiskinan. Jadi memang ada pengaruh dari kebijakan di era pemerintahan Jokowi,” ungkap Andry.

Andry melihat, tren penurunan tersebut lantaran kombinasi antara kebijakan Jokowi dengan perbaikan infrastuktur dan teknologi digital. Hal-hal tersebut menciptakan banyak sektor ekonomi baru yang bisa menyerap tenaga kerja.

“Di samping itu, membaiknya harga komoditas juga membuat penyerapan di sektor perkebunan juga cukup baik,” imbuhnya.

Back to top button