News

Negara Jadi Lebih Otoriter, Perusahaan Unicorn Israel Larikan Dana Keluar Negeri

Perusahaan Unicorn teknologi yang berbasis di Israel, Riskified, Rabu (8/3) lalu mengatakan akan mentransfer dana senilai 500 juta dolar AS ke luar negeri dan menawarkan sejumlah paket relokasi kepada anggota staf mereka. Semua terjadi karena mereka kuatir dengan perkembangan yang terjadi, yakni makin bergeraknya Israel menjadi negara otoriter.

CEO dan salah satu pendiri perusahaan tersebut, Eido Gal, dalam pesan email kepada para staf mengatakan, perusahaan telah mentransfer “hampir semua dana” cadangan perusahaan ke luar negeri. Manajemen khawatir pemerintah Israel dalam waktu dekat akan membatasi transfer tunai.

“Kekhawatiran kami adalah ketika situasi keuangan memburuk, dan untuk menjaga stabilitas keuangan, pemerintah akan membatasi transfer dan penarikan dalam jumlah besar,” tulis Gal dalam email berbahasa Inggris kepada semua staf. “Undang-undang yang (baru saja) disahkan dapat menyebabkan pembongkaran sistem peradilan independen kita,” tulis Gal.

Gal juga memprediksi akan ada penurunan ekonomi yang berarti dan berkepanjangan di Israel. “Lebih penting lagi, ini akan mengakibatkan Israel berubah dari negara demokrasi dengan nilai-nilai liberal menjadi negara yang lebih otoriter. Saya percaya bahwa hanya hasil buruk yang akan datang dari ‘reformasi’ ini,” tulisnya.

Berdasar semu itu, kata Gal, perusahaan akan memperluas operasi penelitian dan pengembangannya di Portugal, serta memberikan opsi relokasi kepada para staf. “Kami memiliki sejumlah paket relokasi yang tersedia, tetapi kami juga akan mendukung individu yang tertarik untuk pindah sendiri.”

Riskified adalah salah satu perusahaan teknologi paling awal yang secara terbuka memberikan dukungan pada protes yang kian merebak di Israel. Perusahaan itu juga memberikan izin eksplisit kepada pekerja mereka untuk bergabung dalam pemogokan dan demonstrasi menentang perombakan peradilan yang kontroversial di negeri itu.

Gal menegaskan kembali bahwa anggota staf akan diizinkan untuk terus melakukan protes. Para pengamat dalam negeri Israel mengatakan rencana pemerintah Netanyahu untuk mengekang peradilan akan melemahkan karakter demokrasi Israel, menghilangkan elemen kunci dari check and balances, dan membiarkan kaum minoritas menjadi kian tidak terlindungi.

Pengumuman Riskified datang sehari setelah lembaga pemeringkat Moody’s mengatakan proposal pemerintah dapat melemahkan kekuatan kelembagaan negara dan berdampak negatif terhadap prospek ekonominya.

Peringatan badan tersebut adalah sinyal terbaru dari komunitas bisnis bahwa rencana pemerintah dapat menghambat investasi lanjutan di negara itu. Laporan juga mengatakan beberapa investor telah mulai membatasi atau membekukan sepenuhnya aliran uang mereka ke Israel.

Moody’s mencatat bahwa rencana yudisial akan “secara material mengubah independensi yudisial dan check and balances yang efektif” dalam pemerintahan, dan mengatakan bahwa institusi Israel merupakan faktor penting dalam profil kreditnya. Laporan tersebut menyoroti sektor teknologi penting Israel, yang menyumbang sekitar setengah dari seluruh ekspor dan seperempat dari pajak pendapatan, dan bergantung pada investasi asing.

Moody’s juga mengatakan, garis keras pemerintah yang mempromosikan permukiman Tepi Barat dapat merusak hubungan dengan negara-negara Arab tetangga, yang dapat berdampak negatif terhadap ekonomi.

Moody’s adalah salah satu lembaga pemeringkat kredit internasional utama yang digunakan oleh bank dan lembaga keuangan lainnya untuk mengukur risiko investasi.

Pekan lalu, Fitch Ratings menegaskan peringkat kredit A+ Israel dengan prospek stabil, dengan mengutip ekonomi negara itu yang “diversifikasi, tangguh”, tetapi juga memperingatkan bahwa perubahan yudisial yang direncanakan pemerintah dapat berdampak negatif pada profil kredit negara.

Selain itu, sekelompok ratusan ekonom Israel mengeluarkan peringatan baru minggu lalu bahwa krisis keuangan dapat terjadi lebih “kuat dan lebih cepat” daripada yang mereka perkirakan. Mereka menulis “surat darurat” yang memperingatkan bahwa perombakan yudisial yang berjangkauan luas yang tengah diajukan oleh pemerintah dapat memiliki implikasi yang serius.

Bulan lalu, Tom Livne, pendiri salah satu unicorn teknologi paling sukses di Israel—Verbit– menyatakan bahwa dia meninggalkan negara itu dan berhenti membayar pajak, sebagai protes atas rencana pemeriksaan yudisial yang direncanakan oleh pemerintah garis keras Netanyahu.

Livne, yang perusahaan perangkat lunak transkripsi dan teks layar berbasis AI bernilai 2 miliar dollar AS, dalam putaran pendanaan terakhirnya pada akhir 2021, mengatakan bahwa dia mendorong eksekutif teknologi terkemuka lainnya untuk mengikuti jejaknya.

Startup cybersecurity Israel, Wiz, yang mengumpulkan 300 juta doar AS  dengan penilaian 10 miliar doar AS, dalam putaran pendanaan swasta terbarunya bulan lalu mengatakan, modal mereka tidak akan diinvestasikan di Israel mengingat ketidakpastian seputar sistem peradilan negara tersebut. [Times of Israel]

Back to top button