Market

Kelebihan Permintaan Global Bonds, Manajemen PGEO Tak Lapor OJK

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) buka suara tentang isu kelebihan permintaan (oversubscribed) green bonds senilai US$400 juta, atau setara Rp6 triliun (kurs Rp15.000/US$).

Direktur Keuangan PGEO, Nelwin Adriansyah mengungkapkan, manajemen merasa tidak perlu melaporkan hasil rilis surat utang luar negeri tersebut kepada self-regulation organization (SRO), baik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), maupun Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). “Proses itu bukan merupakan informasi materiil yang wajib kita laporkan kepada regulator dalam bentuk keterbukaan informasi,” papar Nelwin Adriansyah, Jakarta, dikutip Selasa (23/5/2023).

Mengingatkan saja, isu kelebihan permintaan (over subscribed) dari green bonds PGEO muncul dari anonim investment. Pernyataan investment banker anonim tersebut lantas ditanggapi sejumlah kalangan termasuk DPR, pengamat dan analis pasar modal.

Namun belakangan muncul rilis media dari pesan elektronik perseroan soal klaim oversubscribed. “Terkait informasi itu bisa dicek kepada joint lead underwriters,” ujarnya.

Rumor kelebihan permintaan dalam penerbitan green bonds PGEO muncul setelah cucu usaha Pertamina tersebut, memangkas target emisi dari US$600 juta-800 juta menjadi hanya US$400 juta (Rp6 triliun). Padahal kelebihan permintaan diklaim mencapai 8,25x mencapai US$3,3 miliar (Rp49,5 triliun).

Saat ini, papar Nelwin, PGEO tengah menerbitkan surat utang berwawasan hijau alias green bonds di luar wilayah Indonesia sebesar Rp6 triliun dengan imbal hasil (kupon) sebesar 5,15 persen per tahun, jatuh tempo pada 2028.

PGEO bakal menggunakan dana hasil emisi obligasi untuk melunasi seluruh sisa utang jangka pendek sebesar US$600 juta (Rp9 triliun) yang jatuh tempo pada 23 Juni 2023. Namun, perseroan hanya memangkas nilai emisi obligasi sebesar US$400 juta dari targer sebelumnya US$600-800 juta. “Seluruhnya untuk bayar utang.”

Sementara itu, dalam laporan keuangannya perseroan menyatakan per 31 Desember 2022, perseroan memiliki saldo modal kerja negatif senilai US$424.475. Modal kerja negatif menunjukkan bahwa utang lancar perseroan lebih besar dibandingkan dengan aset lancarnya.

Pada saat bersamaan, total utang PGE tercatat mencapai US$943,28 juta (Rp14,14 triliun) terdiri dari pinjaman bank jangka panjang setelah dikurangi bagian yang akan jatuh tempo dalam satu tahun senilai US$327,7 juta (Rp4,9 triliun). Sedangkan utang jangka pendek atau utang lancar perseroan tercatat masih sekitar US$615,58 juta (Rp923,37 triliun).

Back to top button