Kanal

Tembakau Sama Saja dengan Narkotika?

Publik gaduh setelah tembakau dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan disetarakan dengan narkotika. Padahal tembakau serta produk olahannya telah melekat sejak lama dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Lalu apakah tembakau mengandung efek narkotika?

Dalam draf RUU Kesehatan pada Pasal 154 ayat (3) disebutkan bahwa hasil olahan tembakau dianggap senilai dengan narkotika dan zat psikotropika, sehingga berpotensi menyulitkan rakyat kecil yang terlibat dalam pengerjaan produk olahan tembakau. Dalam draf RUU Kesehatan itu disebutkan bahwa zat adiktif dapat berupa narkotika, psikotropika, minuman beralkohol, hasil tembakau, dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ikut merespons kegaduhan soal keberadaan tembakau yang disejajarkan dengan narkotika dan psikotropika dalam Pasal 154 RUU tentang Kesehatan itu. Juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril menegaskan penyetaraan tembakau ke dalam zat adiktif dilakukan karena bahan baku rokok tersebut turut menjadi unsur yang dapat menyebabkan ketergantungan bagi pengonsumsinya.

“Pengelompokkan tersebut bukan berarti tembakau dan alkohol diperlakukan sama dengan narkotika dan psikotropika, dimana kedua unsur tersebut ada pelarangan ketat dan hukum pidananya,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Jumat (14/4/2023).

Syahril menambahkan pengelompokkan tembakau sebagai zat adiktif sebelumnya telah diatur dalam Pasal 113 ayat 2 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan atau UU yang kini masih berlaku di Indonesia. Melalui pasal tersebut, dinyatakan bahwa tembakau menjadi salah satu bentuk dari zat adiktif yang penggunaannya harus diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. “Jadi tidak benar jika tembakau dan alkohol akan diperlakukan sama dengan Narkotika dan Psikotropika,” kata Syahril.

Terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan tujuan pemerintah memutuskan untuk mengelompokkan tembakau sebagai zat adiktif.  Menurutnya, hal ini dilakukan lantaran Kemenkes melihat potensi besar dari tembakau yang dapat memicu munculnya berbagai risiko penyakit selain penyakit jantung.

Penyakit yang mungkin timbul akibat konsumsi rutin tembakau adalah kanker dan penyakit kronik lainnya. “Pada akhirnya jadi beban ekonomi, baik ekonomi maupun keluarga. Kemudian penduduk produktif banyak yang tidak sehat dan angka harapan hidup rendah,” kata Nadia dikutip Jumat (14/4/2023).

Sementara itu Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Nasyirul Falah Amru atau Gus Falah berharap penyusunan RUU Kesehatan memperhatikan nasib rakyat, khususnya terkait pasal olahan tembakau sejajar dengan narkotika, agar tidak membuat rakyat kecil terperosok. “(RUU Kesehatan) Ini harus disusun sebaik-baiknya oleh kawan-kawan Komisi IX DPR. Semua ini kan masih draf ya, masih dapat berubah jika ada hal yang merugikan besar masyarakat,” kata Gus Falah dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (14/4/2023).

Menurut Gus Falah, tembakau serta produk olahannya telah melekat sejak lama dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan, tambah dia, tembakau dan hasil olahannya memberikan kontribusi besar terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. “Banyak petani di kampung-kampung, rakyat jelata, ibu-ibu di daerah terbantu dengan pengerjaan produk olahan tembakau. Tembakau dan olahannya menopang ekonomi masyarakat kecil di kampung-kampung,” kata Anggota Komisi VII DPR itu.

Apakah tembakau memiliki efek seperti narkotika?

Tembakau adalah tanaman yang diambil daunnya, dikeringkan dan difermentasi sebelum dimasukkan ke dalam produk tembakau. Tembakau mengandung nikotin, bahan yang dapat menyebabkan kecanduan, sehingga banyak orang yang menggunakan tembakau merasa sulit untuk berhenti. Ada juga banyak bahan kimia berbahaya lainnya yang ditemukan dalam tembakau atau dibuat dengan membakarnya.

Tembakau banyak digunakan untuk merokok, mengunyah, atau mengendus tembakau. Produk tembakau yang dihisap meliputi rokok, cerutu, lintingan, dan kretek. Beberapa orang juga merokok tembakau lepas di dalam pipa atau cangklong atau shisha. Ada pula produk tembakau kunyah, tembakau sedot, celup, dan snus. Tembakau juga bisa diendus.

Tembakau mengandung zat-zat berbahaya. Mengutip Talktofrank, asapnya saja mengandung lebih dari 5.000 bahan kimia, banyak di antaranya beracun termasuk lebih dari 70 yang dapat menyebabkan kanker. Tidak ada jenis tembakau asap yang ‘lebih aman’ – rokok gulung sama berbahayanya dengan rokok buatan pabrik dan merokok shisha melalui pipa air atau hookah tidak menghilangkan bahan kimia beracun.

Zat-zat itu termasuk tar (campuran bahan kimia berbahaya), arsenic (bahan pengawet kayu/racun tikus), benzene (pelarut industri, disuling dari minyak mentah), kadmium (digunakan dalam baterai), etanol (bahan anti beku), serta formaldehyde (digunakan untuk membalsem mayat). Juga polonium-210 (elemen yang sangat radioaktif), chromium (untk memproduksi pewarna, cat dan paduan), acrolein – (sebelumnya digunakan sebagai senjata kimia), hidrogen sianida (bahan pestisida industri), Karbon Monoksida dan amonia (untuk membuat pupuk dan bahan peledak).

Bagaimana tembakau mempengaruhi otak? Menurut National Institute on Drug Abuse (NIDA), nikotin dalam produk tembakau apa pun mudah diserap ke dalam darah saat seseorang menggunakannya. Saat memasuki darah, nikotin segera merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon epinefrin (adrenalin). Epinefrin merangsang sistem saraf pusat dan meningkatkan tekanan darah, pernapasan, dan detak jantung.

Seperti obat-obatan semisal kokain dan heroin, nikotin mengaktifkan sirkuit penghargaan otak dan juga meningkatkan kadar dopamin pembawa pesan kimia, yang memperkuat perilaku yang bermanfaat. Studi menunjukkan bahwa bahan kimia lain dalam asap tembakau, seperti asetaldehida, dapat meningkatkan efek nikotin pada otak.

Apa efek kesehatan lain dari penggunaan tembakau? Meskipun nikotin bersifat adiktif, sebagian besar efek kesehatan yang parah dari penggunaan tembakau berasal dari bahan kimia lainnya. Merokok tembakau dapat menyebabkan kanker paru-paru, bronkitis kronis, dan emfisema. Ini meningkatkan risiko penyakit jantung, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung.

Merokok juga dikaitkan dengan kanker lain, leukemia, katarak, Diabetes Tipe 2, dan pneumonia. Semua risiko ini berlaku untuk penggunaan produk asap apa pun, termasuk tembakau hookah. Tembakau tanpa asap juga dapat meningkatkan risiko kanker, terutama kanker mulut. Merokok juga dapat menyebabkan tulang menjadi lemah dan rapuh, sehingga meningkatkan risiko osteoporosis pada wanita.

Merokok selama kehamilan dapat membahayakan bayi dalam kandungan sejak pembuahan dan seterusnya. Setiap batang rokok yang dihisap menyebabkan kerusakan pada calon ibu dan bayinya. Merokok meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, lahir mati, dan sindrom kematian bayi mendadak. Kemungkinan besar seorang wanita akan mengalami komplikasi yang mengancam jiwa selama kehamilan dan persalinan.

Merokok juga merugikan orang lain di sekitar Anda. Terpapar asap rokok dapat menyebabkan penyakit paru-paru, penyakit jantung, dan bahkan kanker. Anak-anak sangat berisiko karena saluran udara, paru-paru, dan sistem kekebalan mereka kurang berkembang.

Bagaimana penggunaan tembakau menyebabkan kecanduan? Bagi banyak pengguna tembakau, perubahan otak yang disebabkan oleh paparan nikotin secara terus-menerus mengakibatkan kecanduan. Nikotin hanya membutuhkan 8 hingga 10 detik untuk mencapai otak setelah asap tembakau dihirup.

Perokok bisa ketagihan dengan sangat cepat dan butuh waktu bertahun-tahun serta upaya besar untuk menghilangkan kebiasaan itu. Ketika seseorang mencoba untuk berhenti, dia mungkin memiliki gejala penarikan, termasuk sifat lekas marah, masalah fokus atau konsentrasi, kesulitan tidur, nafsu makan meningkat serta keinginan yang kuat untuk tembakau. Banyak orang yang merokok menyesal mengapa mereka tidak menghentikan menggunakan tembakau dan produk tembakau sejak awal.

Back to top button