Kanal

Kabinet PDIP Menjadi Beban Hasrat Politik Petugas Partainya?

Bau tak sedap relasi PDI Perjuangan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin merebak. Yang namanya bau, ditutup serapat apapun lama-lama akan tercium. Publik melihat tontonan politik yang makin hari makin terang soal toxic relationship antara PDIP dan Jokowi sebagai petugas partai ini.

Hubungan ini makin memuncak ketika Jokowi memberikan restu untuk putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo Subianto. Artinya ia seperti berpaling dari PDIP yang sudah mencalonkan Ganjar Pranowo berpasangan dengan Mahfud MD. Apalagi proses pencalonan Gibran ini seperti ‘dipaksakan’ dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuatnya bisa melenggang ke kursi cawapres.

Relasi keluarga Jokowi dengan partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri memang sudah lama ‘panas-dingin’, hanya sekarang makin terlihat jelas indikasi keretakannya. Tidak hanya makin kentara tetapi juga semakin melebar hingga ke banyak masalah. Dari mulai mengungkit-ungkit kisah lama soal isu tiga periode Jokowi hingga merembet ke masalah rebutan pengaruh kabinet termasuk persoalan intelijen.

Salah satu kabar yang sempat santer beredar adalah rencana PDIP untuk menarik semua menteri dari partainya di kabinet Jokowi sebagai pelampiasan sikap kecewa kubu Teuku Umar. PDIP kecewa mengingat belum jelasnya arah dukungan Jokowi kepada Capres/Cawapres dari PDIP, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

Saat ini, ada lima kader PDIP yang menempati jabatan menteri di Pemerintahan Presiden Jokowi. Di antaranya Yasonna Laoly (Menteri Hukum dan HAM), Tri Rismaharini (Menteri Sosial), Abdullah Azwar Anas (Menpan RB), Gusti Ayu Bintang Darmawati (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dan Pramono Anung Wibowo (Sekretaris Kabinet).

Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani menampik isu yang menyebut partainya akan menarik seluruh kadernya yang jadi menteri di Kabinet Indonesia Maju (KIM). “Ya itu isu namanya,” kata Puan, di Surabaya, Sabtu (21/10/2023). Namun kabar itu masih banyak dipercaya publik hingga kini.

Bersih-bersih Kabinet dari PDIP 

Kabar yang muncul kemudian adalah isu pergantian menteri yang sudah keburu terendus publik. Ini seperti upaya untuk melakukan bersih-bersih kabinet dari PDIP. Pemilik akun TikTok @bossgedeee dalam videonya, Rabu, 25 Oktober 2023, Jokowi disebut akan melakukan bersih-bersih PDIP dari kabinet. “Jokowi bersih-bersih PDIP dari Kabinet.”

post-cover
Ilustrasi reshuffle kabinet. (Foto:Istimewa)

Sempat beredar nama-nama menteri yang akan diganti di antaranya Pramono Anung dan Yasonna Laoli. Ada pula nama Menteri Desa dan Transmigrasi Halim Iskandar dari PKB, partai yang berseberangan dengan koalisi Capres/Cawapres Prabowo dan Gibran. Juga nama Menkopolhukam Muhammad Mahfud MD akan digantikan at interim Wiranto.  

Seperti kita tahu bahwa Mahfud MD maju sebagai Cawapres dari PDIP mendampingi Ganjar Pranowo. Posisi Menkopulhukam sangat strategis pada pemilu mendatang yang memiliki akses kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selain itu, para menteri dari PDIP dan mitra koalisinya juga berpotensi membantu kemenangan dengan menjadi bagian atau melancarkan tugas Tim Pemenangan Nasional (TPN) pasangan Ganjar-Mahfud MD. Ini tentu bisa mengganggu agenda pemenangan Prabowo-Gibran. 

“Kalau toh kami masukkan (TPN), itu sebagai pengarah dan itupun hanya sebagian. Skala prioritas menteri itu adalah membantu Bapak Presiden Jokowi dan Wapres Bapak KH Ma’ruf Amin,” bantah Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Kamis (2/11/2023). 

Perombakan kabinet memang merupakan hak prerogatif Presiden. Hanya saja, perombakan kabinet dalam situasi saat ini akan memicu spekulasi miring terhadap Jokowi dan bisa memicu keributan. Untung saja, hingga Sabtu (4/11/2023) belum terbukti adanya penggantian anggota kabinet. Presiden hanya melantik Menteri Pertanian Amran Sulaiman menggantikan Syahrul Yasin Limpo yang tersandung kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (25/10/2023).

Isu Pergantian Kepala BIN

Posisi penting lain yang sempat dikabarkan bakal diganti adalah Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang kini dijabat Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan (BG). BG merupakan kepala BIN terlama hampir 7 tahun menjabat. Ia yang dilantik pada September 2016 dikenal memiliki kedekatan dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Karena faktor inilah, isunya BG bakal diganti terkait dengan kepentingan Jokowi.

“Konflik politik yang tidak bisa dihindari antara Presiden Jokowi dengan Ketua Umum PDIP Megawati inilah yang bisa memaksa Jokowi akan mengganti Kepala BIN,” ujar Selamat Ginting, analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas). 

BG disebut-sebut akan digantikan mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman yang purnatugas pada Rabu, 25 Oktober 2023 lalu. Belakangan juga muncul nama Panglima TNI Laksamana Yudo Margono sebagai calon kuat baru.

Lalu mengapa isu ini dihubung-hubungkan dengan makin meruncingnya ketegangan Teuku Umar dengan Istana? Ini terkait dengan kepentingan intelijen yang sangat dibutuhkan menjelang Pilpres mendatang. Kepala BIN merupakan jabatan strategis yang menjadi faktor penguasaan medan pertempuran politik di 2024. Tentu bila masih dipegang BG yang notebene dikenal sebagai orangnya Megawati berpotensi mengganggu agenda pemenangan Prabowo-Gibran.

post-cover
Kepala BIN Budi Gunawan, Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. (Foto:Istimewa)

Sebelumnya pengamat politik dari Universitas Indonesia, Cecep Hidayat sudah menduga potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan atas data-data intelijen untuk kepentingan politik. Presiden Jokowi, menurut Cecep sebagai kepala negara memiliki hak untuk mendapatkan data intelijen terkait isu keamanan, pertahanan, dan lainnya, yang dikumpulkan oleh lembaga negara, seperti BIN, kepolisian, kejaksaan hingga TNI. 

Namun Cecep mengingatkan jangan sampai ada abuse of power, menggunakan kewenanganya dalam koridor intelijen untuk mendukung dirinya [Jokowi]. “Baik itu mengontrol sembilan partai parlemen, ataupun mendukung kelompoknya. Apalagi sebelumnya Jokowi telah mengungkap bahwa dirinya akan cawe-cawe dalam pemilihan presiden mendatang,” katanya.

Apa yang dipertontonkan kepada publik tentang hubungan PDIP dan Jokowi ini menarik untuk dicermati publik. Terutama mengenai perkembangan sikap Jokowi yang terkesan ‘berani’ berhadapan dengan Trunojoyo yang membesarkannya. Meskipun tak pernah ada pernyataan yang ‘menantang’ kepada partainya, namun peristiwa politik yang terjadi bisa dimaknai sebagai sikap perlawanan bahkan ‘perang’ dengan partainya.  

Peneliti pusat riset politik BRIN, Firman Noor, menilai Jokowi saat ini merupakan sosok yang merasa bisa berdiri sendiri tanpa berafiliasi dengan partai tertentu. “Dia sekarang sudah merasa kuat posisinya, dia sudah merasa di atas PDIP. Jadi ke mana pun dia bisa, tinggal tunjuk. Bahkan, dia bisa saja membuat partai sendiri,” ungkapnya.

Apalagi yang akan terjadi selanjutnya dari perseteruan Istana dan Teuku Umar? Apakah PDIP dianggap sebagai duri dalam daging atau beban dalam kabinet Jokowi ataukah partai moncong putih itu tengah menyusun siasat lain? Yang jela dipastikan akan ada episode-episode berikutnya. Entah itu masih bersifat perseteruan malu-malu atau akan menjadi perang terbuka di publik. Kita tunggu saja.

Back to top button