News

Bandara Kertajati Anggarannya Rp4,9 Triliun Hanya Jadi Bengkel Pesawat

Kini, Bandara Kertajati yang dirancang di era Megawati, diresmikan Presiden Jokowi, malah jadi bengkel pesawat. Padahal, anggaran untuk membangun bandara berkelas internasional ini, mencapai Rp4,9 triliun.

Sejak awal, mantan sekretaris BUMN Said Didu sudah memprediksikan Bandara Kertajati bakalan sepi. Lantaran, proyek mahal ini tidak visible dari sisi ekonominya. “Jadi saya tidak setuju kalau Bandara Kertajati disebut mangkrak. Tapi, karena tidak visible, dibiarkan saja. Sekarang terbukti, setelah diresmikan, sepi tho,” papar Said Didu dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (9/3/2022).

Terkait sepinya Bandara Kertajati, Said Didu benar. Kalau kebetulan berkunjung ke Bandara Internasional Kertajati di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, jangan kaget. Karena memang sepi kegiatan. Tak seperti bandara internasional layaknya.

Lantaran sepi, bandara terbesar kedua setelah Soekarno-Hatta (Soetta) ini, sempat dijadikan wahana untuk foto prewedding. Kini, bandara yang luasnya mencapai 1.100 hektar ini, bakal dijadikan bengkel pesawat. Namun untuk mewujudkannya bukan perkara mudah. Karena perlu sumber daya manusia serta infrastruktur penunjang. Artinya, perlu dana cukup besar.

Sebelumnya, PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (BIJB) bekerja sama dengan Asia Cargo Network (ACN) Aero Teknik, sepakat untuk membangun fasilitas maintenance, repair, dan overhaul (MRO) di Bandara Kertajati. Lahan untuk MRO atau bengkel pesawat, disiapkan 9 hektar. Tahap awal, ACN gelontorkan investasi US$10 juta, atau setara Rp 150 miliar.

”Ada dua hanggar yang akan dibangun. Setiap hanggar bisa melayani tiga sampai empat pesawat. Bulan depan, groundbreaking (peletakan batu pertama) dan pembangunan selesai tujuh sampai delapan bulan ke depan,” kata Direktur Utama PT BIJB, Muhamad Singgih, Rabu (9/3/2022).

Singgih meyakini, pengembangan Bandara Kertajati menjadi pusat pemeliharaan pesawat, cukup prospektif. Sebab, pemeliharaan sekitar 46 persen pesawat di Indonesia, masih dilakukan di luar negeri. ”Untuk pasarnya, kami melayani grup ACN yang pesawatnya sekitar 17 unit. Dengan ukuran seperti ini, (fasilitas MRO) pasti sudah sibuk,” katanya.

Pengamat penerbangan, Alvin Lie mengatakan, menjadikan Bandara Kertajati sebagai MRO tidak seperti membalik telapak tangan. Tidak cukup punya area yang luas. Perlu sumber daya manusia yang mumpuni, atau teknisi sesuai kebutuhan pesawat.

Masih kata mantan anggota Ombudsman RI itu, pembangunan bengkel pesawat perlu modal besar. Karena harus membangun hanggar khusus, serta menyediakan suku cadang pesawat. Betul kalau dibilang, banyak pesawat domestik diperbaiki di luar negeri, seperti Singapura. “Karena di sana, mudah mendapatkan suku cadang. Perusahaan asuransi di sana juga memudahkan maskapai menggunakan layanan tersebut,” papar Alvin.

Ada satu pertanyaan yang menggelayuti Alvin terkait rencana menjadikan Bandara Kertajati sebagai MRO. “Kalau perbaikan pesawat di Kertajati, teknisi hingga pilotnya mau tinggal di mana? Keluarganya bagaimana? Sekolah dan rumah sakit yang memadai di mana? Kalau butuh hiburan ke mana? Membangun bandara harus dengan lingkungannya. Bandara Kertajati ini masih miskin lingkungan pendukungnya,” tutur Alvin.

Selain itu, Alvin mempertanyakan target pasar Bandara Kertajati sebagai bengkel pesawat. Di Bandara Soetta, sudah ada perusahaan yang melayani perbaikan dan pemeliharaan pesawat. ”Jadi, pasarnya siapa yang dibidik. Apakah pesawat domestik atau luar negeri,” katanya.

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Lihat Juga
Close
Back to top button