NewsMarket

Urusan Mengerem Utang Luar Negeri, Jokowi Perlu Belajar dari Soeharto

Mungkin tak banyak yang tahu, era Soeharto pernah memutuskan hubungan dengan lembaga utang dunia yakni Inter-Governmental Group on Indonesia, disingkat ICGI pada 1992.

“Zaman Pak Harto pernah menolak utang dari ICGI, karena terkait independensi. Atau menyangkut harkat dan martabat negara. Kala itu, ICGI yang didirikan pada 1967 menyinggung soal tragedi Santa Cruz di Timor Timur sekarang Timor Leste pada November 1991,” papar pakar komunikasi, Prof Effendi Gazali dalam acara bedah buku bertajuk Legasi Pak Harto di Jakarta, beberapa waktu lalu.

“Jadi, kita harus berani tegas. Katakan tidak kepada utang luar negeri, ketika mereka mensyaratkan tenaga kerjanya harus masuk ke Indonesia. Menggantikan hak-hak rakyat inonesia pada level yang sama,” imbuh Pof Effendi.

Sementara, Managing Director Political Economy and Policy Studies, Prof Anthony Budiawan menerangkan bahwa pemerintahan Soeharto diwarisi masalah ekonomi yang cukup berat. Di mana, terjadi hiperinflasi serta cadangan devisa yang sangat minim. “bahkan boleh dibilang, Soeharto diwarisi perekonomian yang secara teknis sudah bangkrut,” tuturnya.

Pada 1966, kata Prof Anthoni, berdasarkan data Bank Dunia, inflasi di Indonesia mencapai 1.136%. Cadangan devisa pada 1960 sekitar US$294 juta, anjlok tinggal US$2 juta pada 1967. “Saat itu, otomotis tidak bisa impor bahan pangan. Maka ancaman kelaparan sudah menjadi realitas,” ungkapnya.

Namun, lanjut Prof Anthoni, keputusan Bung Karno menyerahkan tampuk pimpinan kepada Soeharto, cukup brilian. Pada 1971, inflasi menjadi sangat terkendlai di level 4,2%. “Padahal tahun itu, Indonesia belum bisa menikmati berkah dari kenaikan harga minyak dunia. Beberpa tahun berikutnya baru terasa manfaatnya. “Sekitar 1972, ada embargo dari OPEC. Harga (minyak) naik dari 2 dolar AS menjadi 37 dolar AS per barel pada 1981,” ungkap Prof Anthoni.

Perolehan dari ekspor migas, lanjut prof Anthoni, seluruhnya masuk APBN. Alhasil, pemerintahan Soeharto berhasil membangun 99 mesjid. “Pertumbuhan ekonomi selama 32 tahun berkuasa, adalah yang tertinggi. Rata-rata 6,8 hingga 7,7 persen. Selanjutnya soeharto menancapkan tonggak pembangunan,” pungkasnya.

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button