News

Transparansi Polri Usut Kasus Brigadir J Hanya Klaim, Saksi yang Diperiksa Tak Diketahui

Lebih dua pekan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim gabungan khusus (timsus) untuk mengusut kasus tewasnya Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam tidak menunjukkan hasil signifikan. Praktis hanya menunjukkan giat prarekonstruksi dan penonaktifan sejumlah perwira termasuk Irjen Ferdy Sambo. Sedangkan jumlah saksi-saksi yang diperiksa tidak diketahui.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Elwi Danil menilai, sejak awal sulit bagi Polri untuk bersikap transparan dalam mengusut kasus tersebut, kendati Presiden Jokowi telah meminta Korps Bhayangkara untuk tidak menutup-nutupi penanganan kasus ini. Artinya, semangat Polri untuk mengungkap kasus tewasnya polisi di rumah jenderal ini secara transparan hanya sebatas klaim karena tidak terkonfirmasi dari situasi di lapangan.

“Karena bagaimanapun juga tentu mereka merasa terbebani bahwa mereka tidak akan ‘menelanjangi’ kewibawaan dari institusi polri sendiri. Dan saya tidak yakin semuanya akan diungkapkan ke publik. Kalau kasus ini diungkap sesungguhnya seperti apa yang terjadi ini pasti akan mencoreng muka polri di mata masyarakat dan termasuk di mata dunia internasional,” kata Elwi, kepada Inilah.com, di Jakarta, Kamis (28/7/2022).

Elwi lantas membandingkan kinerja Timsus Polri dengan Komnas HAM dalam pengusutan kasus ini. Pemeriksaan saksi-saksi yang dilakukan Komnas HAM diketahui publik karena diliput media, sementara timsus tidak mengungkapkan siapa saja saksi-saksi yang telah diperiksa dan kapan mereka diperiksa.

Ahli hukum pidana ini bahkan menilai masyarakat lebih percaya komnas, sekarang ini, dibanding Polri. Padahal yang diusut adalah kalangan internal Polri sendiri, yang seharusnya lebih mudah. Namun dia melihat keraguan publik muncul lantaran timsus dominan diisi oleh perwira Polri yang memiliki semangat korps.

“Tentu walau bagaimanapun juga kita lebih banyak berharap kepada penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM. Karena tim khusus yang dibentuk oleh Mabes Polri itu mayoritas isinya adalah para perwira tinggi  yang dalam berbagai hal secara institusional ada hambatan-hambatan psikologis yang mereka sedang hadapi untuk mengungkap perkara ini secara detail dan transparan,” tuturnya.

Atas dasar ini, dia meragukan Polri berani menelanjangi kasus ini secara tuntas untuk menjaga kewibawaan institusi Polri. “Hambatan-hambatan lain saya kira enggak ada lagi. Polisi kita jago kok dalam mengungkap sebuah peristiwa pidana Polri kita jago kok. Kasus-kasus pembunuhan seperti apapun yang tidak mungkin oleh polri kita bisa diungkap sedemikian rupa,” ujarnya.

Hal yang sama diungkapkan pengamat hukum, Fachrizal Afandi yang menilai, dengan memiliki perangkat serta legitimasi yang kuat, sejatinya Polri dapat mengungkap kasus ini lebih mudah, cepat, dan terukur. Bahkan tidak ragu untuk bersikap transparan.

“Saya kira Reskrim itu harusnya lebih canggih daripada Komnas HAM, apalagi mereka punya penyidik Polri itu kan dikenal paling bisa mencari pelaku. Apalagi ini TKP nya jelas, korbannya jelas, pelakunya jelas, barang buktinya ada ya kan harusnya tidak susah,” kata Fachrizal.

Back to top button