News

Gerak Cepat Anies Tangani Pandemi COVID-19

Gubernur Anies Baswedan membuktikan kepemimpinannya mengawal DKI Jakarta berhasil mengatasi pandemi COVID-19. Gerak cepatnya menghadapi terpaan pandemi COVID-19 dengan berhasil menekan peningkatan angka kasus kenaikan COVID-19, kurang lebih selama hampir 2 tahun belakangan menggunakan beberapa kebijakan yang dirasa sangat tepat.

Tidak mudah menghadapi pandemi yang melanda dunia ini, namun Anies mengakui pengalamannya dalam menangani lonjakan kasus COVID-19 di DKI Jakarta tidak lepas dari peran pemimpin di level RT/RW, PKK, hingga tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan.

Bagaimana tidak, peran serta perangkat di level RT/RW menjadi kunci karena mereka membantu menjalankan tugas untuk mencatat siapa saja yang terpapar di lingkungannya.

Kemudian melaporkan kapada satuan tugas (Satgas) COVID-19 agar terpantau untuk menjalankan Isolasi mandiri (Isoman), serta kemungkinan harus menjalani perawatan di rumah sakit.

“Apalagi di masa sulit sekarang ini. Ibu-bapak merasakan betul ketika kondisi pandemi memburuk, iya tidak? Mencatat yang terpapar, membagikan sembako, berhadapan dengan pencatatan warga yang membutuhkan sembako lalu memvaksinasi warga, kemudian memastikan kalau sampai ada yang jadi korban pemulasarannya dijalankan dengan baik, itu masa yang tidak akan dilupakan,” kata Anies Baswedan baru-baru ini di Ecovention Ancol.

Transparan dan tak manipulatif

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga mengungkapkan, ibu kota menjadi tolok ukur dalam penanganan COVID-19. Apa yang dilakukannya dalam mengatasi lonjakan kasus COVID-19 bisa menjadi contoh daerah lain.

“Jakarta menjadi tolok ukur dan penting di masa depan menangani pandemi ini. Kita kehilangan banyak jiwa saat pandemi, tapi jangan salah, kerja keras kita semua sesungguhnya menyelamatkan lebih banyak lagi warga Jakarta,” kata Anies di Pendopo Balai Kota baru-baru ini.

Dia mengungkapkan, penanganan COVID-19 di DKI Jakarta dilakukan sangat transparan dan tidak ada yang ditutupi. Semua yang ditampilkan sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

Selain itu, Anies mengaku, menangani pandemi COVID-19 di DKI Jakarta menggunakan metode ilmiah dan ketaataan terhadap SOP yang berlaku.

“Jakarta menangani masalah dengan metode ilmiah. Kita taat dengan SOP, kita transparan dan tidak menutup-nutupi kenyataan apapun yang terjadi di kota ini,” tegasnya.

Kebijakan tarik rem darurat 

Pada tahun pertama COVID-19 melanda Indonesia, tepatnya September 2020, Anies Baswedan pernah menerapkan kebijakan tarik rem darurat, dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total, bukan lagi transisi.

Hal tersebut untuk menekan lonjakan kasus COVID-19 karena saat itu mencatatkan penambahan kasus tertinggi.

Saat itu, Jakarta kembali menjadi provinsi yang memiliki jumlah kumulatif kasus positif COVID-19 terbanyak dengan 48.393 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 36.383 orang dinyatakan sembuh dan 1.317 orang meninggal dunia.

Kebijakan Anies dengan tarik rem darurat sangat tepat dilakukan. Hal tersebut juga melihat kekurangan lahan khusus untuk pemakanan pasien COVID-19 di TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur.

Penanganan COVID-19 terus diupayakan semaksimal mungkin oleh Anies Baswedan dan juga jajarannya.

Terlihat dari upaya cakupan pemberian vaksinasi COVID-19 yang cepat untuk para kelompok rentan terpapar seperti lansia (lanjut usia) dan juga anak-anak di atas 6 tahun.

Cakupan vaksin booster

Dua tahun menghadapi pandemi COVID-19, masyarakat Indonesia khususnya DKI Jakarta sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19 untuk melindungi diri dari virus yang bisa mematikan itu.

Kini, vaksin booster atau vaksin ketiga menjadi syarat perjalanan seseorang, sesuai kebijakan yang ditetapkan pemerintah.

Melihat hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan saat ini sudah sekitar 50 persen warga Jakarta menerima vaksin booster.

“Jakarta saat ini 50 persen yang sudah booster, kita harus tinggikan, tingkatkan, saya katakan warga Jakarta untuk segerakan booster bagi yang belum, semua booster,” kata Anies.

Menurutnya, mendapatkan vaksin adalah sebuah tanggung jawab bagi diri sendiri dan juga untuk melindungi orang lain.

“Yuk ambil tanggung jawab datangi tempat-tempat fasilitas kesehatan lakukan booster, sehingga kita terlindungi,” ujar Anies.

Testing dan layanan kesehatan

Meski DKI Jakarta selalu menjadi penyumbang angka kasus COVID-19 harian tertinggi, namun hal tersebut diimbangi dengan layanan kesehatan dan testing yang baik. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti.

“Saat ini pandemi memang belum selesai. Kalau dilihat dari media di informasi, angka DKI memang selalu paling tinggi. Namun, kami siap memberikan data tersebut dengan baik, karena kami siap melakukan testing dan penanganan dengan baik,” kata Widyastuti di Balai Kota DKI Jakarta baru-baru ini.

Akhir pandemi

Pakar Kesehatan Tjandra Yoga Aditama menjelaskan bahwa memang sejak 14 September 2022 DirJen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa akhir pandemi sudah di depan mata.

“Ini karena situasi COVID-19 di hampir semua negara di dunia memang saat ini relatif sudah terkendali, baik kasus maupun kematiannya, dan cakupan vaksinasi berbagai negara di dunia sudah makin baik,” kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia kepada inilah.com, melalui pesan singkatnya, Jakarta, Sabtu, (15/10/2022)

Masih menurutnya, memang tidak ada kriteria pasti untuk menyatakan pandemi berakhir, tetapi dapat dilihat dari setidaknya ada lima hal, antara lain:

1. Jumlah kasus rendah

2. Kematian rendah

3. Rendahnya kasus dan kematian ini angkanya stabil dan tidak berfluktuasi

4. Cakupan vaksinasi dan kekebalan masyarakat memadai

5. Aspek pelayanan kesehatan yang dapat mentoleransi kasus yang ada.

“Walaupun pernyatan pandemi berakhir akan dikeluarkan oleh WHO tetapi masing-masing negara dapat saja menyatakan bahwa di negaranya situasi COVID-19 sudah teratasi baik, ini adalah hak negara masing-masing untuk menyatakannya bila situasi di negara (termasuk kita di Indonesia) memang diyakini sudah terkendali,” kata Tjandra Yoga yang juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara.

Back to top button