Kanal

Siapapun Capresnya, Erick Thohir Layak Diperhitungkan

Oleh Fahd Pahdepie

Perlahan namun pasti, elektabilitas Erick Thohir sebagai calon wakil presiden naik. Hal ini tercermin dalam survei teranyar Indikator Politik Indonesia yang dipimpin Burhanudin Muhtadi (26/3). Etho bertengger di papan atas kandidat cawapres terkuat dengan dua digit angka yang meyakinkan. Ia unggul di berbagai simulasi, tertinggi mendulang angka 22,9%. Kenaikan kali ini dianggap sebagai lompatan besar untuk karir Ketum PSSI itu ke depan.

Berbeda dengan posisi calon presiden, kursi calon nomor dua di Republik ini memang sepatutnya diisi oleh karakter yang bisa kerja, get the things done. Bukan semata ban serep yang stand by. Di antara sejumlah nama yang muncul di bursa cawapres, Etho tentu salah satu yang paling bisa diandalkan untuk urusan kerja teknis dan strategis. Kemampuannya sebagai teknokrat sangat mumpuni, prestasinya pun teruji.

Sebenarnya, nama-nama lain yang muncul di bursa cawapres juga bagus, sebut saja Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Menparekraf Sandiaga Uno dan Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Tetapi, dibandingkan nama-nama itu, Etho dianggap paling menonjol dalam urusan kerja. Dalam survei yang dirilis Poltracking pada Desember 2022, kepuasan publik terhadap Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Etho merupakan kedua tertinggi dibandingkan Kementerian/Lembaga lain, angkanya 59,4%. Urutan pertama diraih Kementerian Pertahanan dengan 61,4%.

Prestasi Etho sebagai menteri di kabinet Jokowi memang patut diberi apresiasi. Transformasi BUMN yang dilakukannya sukses besar. Selama pandemi Covid19, misalnya, performa dan kontribusi BUMN mampu menopang perekonomian nasional. Leadership Etho melalui jargon AKHLAK-nya bukan hanya mampu membuat perusahaan-perusahaan BUMN menjadi sehat, tetapi ia sekaligus mampu mengorkestrasikannya menjadi kekuatan ekonomi nasional yang signifikan.

Cermin Aspirasi Publik

Meningkatnya elektabilitas Erick Thohir di papan survei tak lain adalah cermin aspirasi publik. Menguatnya Etho sebagai figur cawapres idaman menunjukkan bahwa masyarakat menginginkan duet kepemimpinan nasional yang saling mengisi dan melengkapi, bukan formalitas belaka. Presiden haruslah figur yang memiliki visi kebangsaan dan kepemimpinan yang menggerakkan, sementara wakil presiden sejatinya adalah karakter yang mampu menurunkan visi kepemimpinan itu menjadi langkah-langkah taktis dan strategis yang nyata.

Hal ini sejalan dengan aspirasi generasi muda yang merupakan segmen mayoritas publik Indonesia, yang menurut data BPS jumlahnya lebih dari 53% total populasi. Baik generasi milenial (25,87%) maupun Gen Z (27,94%) sama-sama menginginkan figur pemimpin yang fokus pada tugas, berorientasi kinerja dan prestasi, open-minded, dan less drama. Generasi muda cenderung tidak mau mengikuti pakem lawas ‘cocokologi’ konstelasi politik Indonesia yang harus mengikuti kehendak partai politik, ormas, atau pressure group tertentu. Erick Thohir dianggap mewakili zeitgeist atau semangat zaman generasi ini.

Namun, bagaimanapun ‘tiket’ pencalonan capres-cawapres tetap berada di tangan partai politik. Undang-undang jelas mengamanatkan itu. Di luar aspek kinerja dan merit system, aspek politik tetap merupakan hal yang determinan untuk menentukan transisi kepemimpinan nasional. Di Indonesia, politik sendiri adalah konfigurasi dan konsolidasi elit, baik elit parpol maupun ormas. Sehebat apapun figur publik, jika tidak relevan di tengah percaturan elit akan ditinggalkan. Tak kebagian tiket kereta.

Didukung Parpol dan Ormas

Tampaknya Etho menyadari betul hal tersebut. Maka ia tak hanya berhenti di tataran ‘kerja’. Bukan sekadar “Kerja, kerja, kerja!” sebagaimana diamanatkan Presiden Jokowi. Dalam beberapa tahun terakhir, Etho terlihat getol membangun komunikasi dengan elit politik dari berbagai kalangan. Beruntung karena pembawaannya yang luwes, karakternya yang less drama, Etho cepat diterima para penentu dan pemegang kunci politik tanah air. Itu yang membuat namanya masih dipertimbangkan untuk menjadi pendamping calon presiden manapun. Ibarat jargon iklan teh botol: Siapapun capresnya, Etho bisa jadi cawapresnya.

Dukungan yang paling konkret datang dari Partai Amanat Nasional (PAN). Dalam rakernas partai berlambang matahari putih itu, nama Erick Thohir menjadi yang paling banyak diusulkan berbagai DPD dan DPW PAN seluruh Indonesia. Dalam Rakornas PAN Februari 2023 lalu di Semarang, Ketum PAN Zulkifli Hasan bahkan memasangkannya dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Di depan Presiden Jokowi, Mendag Zulhas berpantun, “Jalan-jalan ke Simpang Lima, jangan lupa membeli lumpia. Kalau Pak Ganjar dan Pak Erick sudah bersama, Insya Allah Indonesia tambah jaya.”

Pantun Zulhas itu disambut tawa Presiden Jokowi. Zulhas pun berdiplomasi. “Tapi itu kata panglima perang, keputusan ada di tangan panglima tertinggi.” Katanya. Ia memberi sinyal bahwa PAN sebagai partai pendukung pemerintah masih menunggu arah keputusan presiden untuk menentukan capres-cawapres yang akan diusungnya pada Pilpres 2024 mendatang.

Kedekatan Etho dengan PAN sudah menjadi rahasia umum. Ia kerap terlihat ‘jalan bareng’ dengan Ketum Zulhas dan menghadiri berbagai acara partai. Tentu saja posisi ini menjadi hal yang positif untuk Etho sebagai kandidat cawapres, karena sudah ada partai parlemen yang memberinya dukungan yang konkret. Apalagi PAN dikenal memiliki basis pemilih Islam modern yang kuat, akarnya warga Muhammadiyah.

Sejauh ini tidak banyak cawapres yang punya akses terhadap basis pemilih Islam. Selain kepada Muhammadiyah via PAN, Etho juga dikenal dekat dengan warga Nahdliyin. Ia bahkan didapuk menjadi anggota kehormatan Barisan Ansor Serbaguna alias Banser, sayap organisasi NU. Posisi ini membuat Etho menjadi paket lengkap. Ia bisa menjadi sosok solidarity maker di tengah umat dan bangsa.

Langkah Selanjutnya

Menarik untuk ditunggu apa langkah Erick Thohir selanjutnya. Setelah menjadi kandidat dengan elektabilitas yang melejit di survei terakhir, rasanya Etho harus melakukan gerilya politik yang lebih nyata, ‘gerilya basis’. Kedekatannya dengan basis pemilih harus terus diuji dan dimanifestasikan. Jika tidak, angka survei bisa berubah. Sebab yang nyata adalah apa yang terjadi di lapangan, bukan semata yang bergerak di udara dalam bentuk opini publik.

Etho punya banyak kendaraan dan infrastruktur untuk bisa melakukan ‘gerilya basis’ itu. Posisinya sebagai Ketua Umum PSSI relevan dengan segmen anak muda, kedekatannya dengan PAN bisa dimaksimalkan untuk mengakses basis pemilih muslim-urban-rasional, sementara kedekatannya dengan NU relevan untuk menyapa segmen pemilih Islam tradisional.

Jika ketiga segmen itu dimaksimalkan, tak ayal Etho akan menjadi kandidat cawapres terkuat yang layak diperhitungkan semua capres. Bukan hanya unggul di survei, ia juga kuat di basis. Jika sudah begitu, jargon itu bukan isapan jempol belaka: Siapapun capresnya, Erick Thohir cawapresnya.

Masih ada waktu, Pilpres 11 bulan lagi.

FAHD PAHDEPIE – CEO Inilahcom

Back to top button