Kanal

Semua Wali Sufi Fakir? Abdullah bin Mubarak Kaya Raya dan Dermawan


Selain Sufyan Tsauri, Ibnu Mubarak juga wali sufi yang kaya raya. Setiap tahun Ibnu Mubarak setidaknya berzakat 100 ribu dirham, atau Rp 20 miliar bila harga seekor kambing satu juta rupiah. Suatu hari seseorang berkata kepada Ibnul Mubarak, “Aku telah membaca seluruh Alquran dalam satu rakaat.” Ibnul Mubarak berkata kepadanya; “Akan tetapi aku mengetahui seseorang yang semalam suntuk mengulang-ulang Al Hakumuttakastur sampai fajar terbit, dia tidak mampu untuk melampauinya.” Orang yang dimaksud olehnya adalah dirinya sendiri.

Mungkin anda suka

 

Bila ada yang mengatakan bahwa semua sufi itu miskin, bisa dipastikan orang yang berbicara tak mengenal dunia sufi, bahkan kulit luarnya sekali pun. Ada banyak sufi kaya akan harta dunia. Salah satu di antaranya adalah Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali Maulahum al-Marwazi, yang dilahirkan pada tahun 118 H.

Ayah Abdullah berdarah Turki, yang sebelumnya adalah seorang hamba sahaya alias budak, sedangkan ibu Abdullah berasal dari Khawarizm di Persia. Tentang bagaimana putra mantan budak itu kelak menjadi seorang ulama hebat dan konglomerat yang dermawan. Imam Dzahabi menyebutkan tentangnya: “Dialah imam, Syaikhul Islam, yang paling alim di masanya, pimpinannya orang-orang yang bertaqwa di waktunya, al-Hafidz al-Ghazi (seorang pejuang).”

Ibnul Mubarak telah mulai menuntut ilmu pada waktu yang mungkin agak terlambat, Imam adz-Dzahabi menyebutkan dalam ensiklopedinya “Siyar A’lam an-Nubala”,  tatkala usianya memasuki dua puluh tahun. Namun hal itu tidak membuat dirinya tertinggal teman-temannya yang telah menimba ilmu terlebih dahulu.

Guru tertua Ibnul Mubarak adalah al-Allamah al-Muhaddits Rabi’ bin Anas al-Khurrsani, salah seorang paling berilmu di masanya. Ada yang unik dengan cara Ibnul Mubarak belajar kepada gurunya ini. Saat itu orang-orang tidak dapat berjumpa dan belajar kepadanya, karena gurunya ini sedang berada di dalam penjara, disebabkan kezhaliman penguasa saat itu. Maka Ibnul Mubarak bersiasat agar bisa mendengarkan dan meriwayatkan hadits darinya, dan ia pun berhasil meriwayatkan kira-kira 40 hadits dari Rabi’. 

Al-Abbas bin Mush’ab meriwayatkan dari Ibrahim bin Ishaq al-Bunani, ia meriwayatkan bahwa Ibnul Mubarak berkata; “Aku telah belajar kepada empat ribu guru, dan aku meriwayatkan hadis dari 1000 guru”. Al-Abbas bin Mush’ab berkata:” Maka aku pun menelusuri guru-guru yang ia riwayatkan hadis dari mereka, sehingga terkumpul bagiku 800 gurunya. Subhanallah.”

Seorang ahli hadis, Hammad bin Usamah, berkata tentang Abdullah bin al-Mubarak, “Ibnul Mubarak di kalangan ahli hadits adalah serupa dengan amirul mu’min (penguasa umat) di kalangan manusia secara umum.”

 

Ibnul Mubarak bertemu Harun Al-Rasyid

Pada suatu waktu Khalifah Harun al-Rasyid berkunjung ke kota Raqqah di Syiria, namun tiba-tiba orang-orang berebut mengikuti Abdullah bin al-Mubarak, sehingga sandal-sandal terputus dan debu berterbangan. Sang Khalifah pun melongok keluar dari menara istana yang terbuat dari kayu, seraya berkata keheranan,“Ada apa ini?”

Orang-orang yang di sekitarnya berkata, “Ada seorang alim ulama dari Khurasan yang datang”. Maka dia pun berkata, “Demi Allah, inilah yang dikatakan kerajaan, bukan kerajaan Harun yang tidak mengumpulkan manusia kecuali dengan pasukan dan hulu balang.”

Ibnul Mubarak adalah orang yang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) dan jauh dari kesombongan. Dikisahkan pada suatu hari bahwa Abdullah bin al-Mubarak menghadiri majlis hadits gurunya, Hammad bin Zaid, maka para penuntut hadits itu berkata kepada Hammad: “Mintakan kepada Abi Abdirrahman (yakni Abdullah bin al-Mubarak) untuk meriwayatkan hadits kepada kami.”

Maka sang Guru berkata,“Wahai Aba Abdirrahman riwayatkanlah hadits untuk mereka, sesungguhnya mereka telah memohon kepadaku hal ini.”

Abdullah bin al-Mubarak tertegun dengan hal itu seraya berkata, “ Subhanallah , Wahai Aba Ismail (nama kunyah Hammad bin Zaid) bagaimana mungkin aku meriwayatkan hadits sedang dirimu hadir di sini.” Mendengar itu Hammad bin Zaid berkata,“Aku bersumpah kepadamu agar kamu melakukannya.”

Maka karena sumpah gurunya ini, terpaksa Ibnul Mubarak menurutinya, dan ia pun berkata “Ambillah, telah meriwayatkan kepada kami Abu Ismail Hammad bin Zaid”, tidaklah ia meriwayatkan satu hadits pun pada saat itu kecuali hadits-hadits yang didengarnya melalui jalur gurunya Hammad.”

 

Kebiasaan aneh

Abdullah bin al-Mubarak memiliki suatu kebiasaan yang agak aneh menurut teman-temannya, di mana ia lebih menyukai duduk sendirian di rumahnya dari pada ngobrol bersama teman-temannya.

Itu membuat mereka bertanya,“Apakah kamu tidak merasa kesepian?” Maka ia menjawab, “Bagaimana Aku akan merasa kesepian sedangkan aku bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiallahu ‘anhum “, yakni mengkaji sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan atsar para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Selain keilmuannya yang matang, Ibnul Mubarak adalah sosok alim ulama yang lembut hatinya. Nu’aim bin Hammad menceritakan, apabila Ibnul Mubarak membaca buku-buku raqaa-iq (tentang kelembutan hati), maka seakan-akan dia adalah seekor lembu yang disembelih, karena menangis, sehingga tiada seorang pun yang berani bertanya sesuatu kepadanya kecuali akan didorongnya.”

Nuaim bin Hammad juga berkata bahwa pada suatu hari seseorang berkata kepada Ibnul Mubarak, “Aku telah membaca seluruh Alquran dalam satu rakaat.” Ibnul Mubarak berkata kepadanya; “Akan tetapi aku mengetahui seseorang yang semalam suntuk mengulang-ulang Al Hakumuttakastur sampai fajar terbit, dia tidak mampu untuk melampauinya.” Orang yang dimaksud olehnya adalah dirinya sendiri.

 

Pandangan visioner

Suwaid bin Said berkata,”Aku melihat Abdullah bin al-Mubarak di Kota Mekkah. Dia mendatangi sumur Zam-zam dan mengambil segelas air, kemudian ia mengahadap ke Ka’bah dan berkata,“Ya Allah, sesungguhnya Ibnu Abil Mawal (yakni Ibnul Mu-ammal) meriwayatkan kepada kami, dia berkata bahwa Muhammad bin Munkadir meriwayatkan kepada kami, dari Jabir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia bersabda: “Air Zam-zam itu sesuai dengan niat meminumnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Albani, al-Irwa’ no: 1123), dan sesungguhnya aku meminumnya untuk kehausan di hari Kiamat. Kemudian ia meminumnya.”

Ibnul Mubarak telah mewarisi harta yang banyak dari orang tuanya, kemudian mengembangkannya dalam perniagaan sehingga ia menjadi konglomerat yang hebat. Disebutkan bahwa modal perniagaannya adalah 400 ribu dirham. Harga seekor kambing pada masa itu sekitar 5 dirham, hitunglah berapa kekayaaan yang ia warisi dari ayahnya.

Harta kekayaannya dibelanjakan untuk menuntut ilmu, menyantuni ulama, membantu fakir miskin dan berperang di jalan Allah. Ia berniaga bukan untuk memperkaya diri. Ibnul Mubarak pernah berkata kepada sesama wali sufi, Fudhail bin ‘Iyadh, “Andaikata bukan karena kamu dan teman-temanmu (maksudnya adalah para ulama) niscaya aku tidak akan berniaga.”

Salah seorang ulama generasi setelah Ibnul Mubarak bertanya kepada Isa bin Yunus yang hidup semasa dengan Abdullah bin al-Mubarak. “Apakah yang menjadikan Ibnul Mubarak lebih utama daripada kalian, padahal dia tidaklah lebih tua umurnya dari kalian?”

Isa bin Yunus berkata: “Hal itu dikarenakan kalau dia datang bersama budak-budaknya dari Khurasan membawa pakaian-pakaian yang baik-baik, ia menyambung tali persaudaraan dengan para ulama dengan barang-barang tersebut, berbagi dengan mereka, sedangkan kami tidak mampu berbuat itu.”

 

                                               ***

Al-Imam adz-Dzahabi menyebutkan bahwa Ibnul Mubarak membantu kaum fakir miskin dalam setahun dengan uang sejumlah 100 ribu dirham.

Harga seekor kambing pada masa itu hanyalah 5 Dirham, bisa dibayangkan kalau harga kambing itu satu juta, maka ia telah bersedekah kepada fakir miskin sebanyak 20 miliar rupiah dalam setahun. Suatu jumlah yang fantastis, dari seorang ulama, belum lagi bantuan yang ia berikan kepada yang lainnya.

Muhammad bin Ali bin Hasan bin Syaqiq berkata,”Aku mendengar ayahku berkata: “Konon Ibnul Mubarak apabila musim haji, beberapa saudaranya (seiman) dari penduduk Merv berkumpul kepadanya, mereka berkata, “Kami ingin berhaji bersamamu.” Ia menjawab; “Kalau begitu, kumpulkanlah biaya haji kalian kepadaku.”

Setelah itu, Abdullah mengambil bekal mereka dan meletakkan di dalam sebuah peti dan menguncinya. Kemudian ia menyewakan kendaraan untuk mereka agar bisa pergi menuju Baghdad dari Merv. Ia terus memberikan nafkah dan melayani mereka dengan makanan yang enak-enak dan berbagai macam kue, kemudian mempersiapkan mereka untuk pergi dari Baghdad dengan pakaian yang indah dan rapi menuju kota Madinah an-Nabawiyah. Sesampainya di sana ia berkata kepada setiap orang dari rombongannya,”Keluarga kalian berpesan apa dari Madinah?”

Mereka berkata ini dan itu, maka ia pun berbelanja memenuhi keinginan mereka. Kemudian berangkat ke kota Mekkah. Sesampainya di sana, ia berkata kepada mereka semua tentang pesanan keluarga mereka yang harus dibeli di Mekkah, dan lagi-lagi ia berbelanja untuk mereka. Ia tetap memberikan nafkah kepada mereka sampai kembali ke kampung halaman di Merv.

Tidak cukup disitu, Abdullah bin al-Mubarak merenovasi rumah-rumah mereka. Setelah tiga hari dari kedatangan, ia membuat walimah (syukuran) mengundang rombongannya ini dan memberikan pakaian kepada mereka. Apabila mereka telah usai makan dan minum, Ibnul Mubarak meminta peti tempat menyimpan nafkah mereka, ia membukanya kemudian mengembalikan barang titipan tersebut kepada setiap orang yang memilikinya, di mana di setiap kantong uang telah tertulis nama pemiliknya.”

                                               **

Di antara kisah kedermawanan Abdulllah bin al-Mubarak, ada sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Isa. Ia berkata, bahwa Ibnul Mubarak sering pergi bolak-balik ke kota Thursus. Biasanya, ia tinggal di Roqqah (sebuah kota di Syiria), di daerah Khan, pemukiman para saudagar. Di sana ada seorang pemuda yang biasanya datang untuk membantu memenuhi kebutuhannya dan mendengarkan hadits darinya.

Pada suatu saat Abdullah bin al-Mubarak datang ke sana dan tidak menjumpai pemuda itu. Maka ia pun keluar terburu-buru mengikuti rombongan untuk berjihad. Tatkala kembali dari medan perang dan bertanya tentang pemuda tersebut, ia mendapat info bahwa pemuda itu dipenjara karena tanggungan utang sebesar 10 ribu Dirham.

Lalu Abdullah mencari tahu tentang orang yang diutangi itu. Ia pun melunasi utang pemuda itu, ia meminta agar orang tersebut tidak memberitahukan kepada satu orang pun tentang apa yang diperbuatnya selama dia masih hidup.

Pemuda itu pun dikeluarkan dari penjara, dan Abdulllah Ibnul Mubarak telah pergi meninggalkan Raqqah di malam hari, setelah berjalan beberapa saat, ternyata pemuda itu mengejarnya dan menjumpainya.

Ibnul Mubarak berkata kepadanya: “Wahai pemuda kemana saja kamu tidak kelihatan?”

“Wahai Abu Abdirrahman, aku dipenjara karena beban utang.”

Ibnul Mubarak kembali bertanya,”Bagaimana kamu bisa bebas?”

Pemuda itu menjawab, “Ada seorang lelaki yang melunasi utangku. Aku tidak mengenalnya.”

 

Sufi yang juga jago pedang                             

Al Imam Abdullah bin al-Mubarak bukan hanya sekedar ulama Islam terkenal, dan seorang saudagar kaya yang dermawan, di balik itu semua ia adalah seorang jawara dan pendekar Islam yang berjuang untuk menegakkan kalimat Allah Subhanu wa Ta’ala .

Abu Hatim ar-Razi berkata bahwa Sulaiman al-Marwazi telah mengabarkan kepada kami, dia berkata: “Pada suatu saat kami bersama batalyon Abdullah bin al-Mubarak sedang bergerak di dalam negeri Romawi, maka tanpa sengaja kami bertemu dengan musuh. Tatkala kedua barisan telah berjumpa, seorang lelaki keluar dari barisan musuh, dan dia mengajak perang tanding, maka keluarlah seorang lelaki dari kaum muslimin, dan orang Roma itu berhasil membunuhnya.

Kemudian keluar orang lain dari barisan kaum Muslimin dan dibunuhnya pula, kemudian keluar orang lain dan dibunuhnya juga, kemudian dia menantang lagi untuk perang tanding. Seorang lelaki datang dan mengejarnya, sesaat kemudian menusuknya hingga ia mati. Maka orang-orang berebut mengerumuninya, maka aku memandang kepadanya, ternyata dia adalah Abdullah bin al-Mubarak. Dia menutupi wajahnya dengan lengan bajunya, maka aku menarik ujung lengan bajunya. Benar dia adalah Abdullah bin al-Mubarak.”

Dalam kisah kepahlawanan yang lain, Abdullah bin Sinan berkata: “Suatu waktu aku bersama Abdullah bin al-Mubarak dan Mu’tamir bin Sulaiman di Thursus, tiba-tiba ada seruan untuk perang, maka Abdullah bin al-Mubarak pergi bersama orang-orang menjawab seruan jihad itu.”

“Tatkala dua kelompok pasukan bertemu dan merapikan barisannya masing-masing, tiba-tiba keluarlah salah satu orang jagoan Romawi dari barisan mereka, dan dia menantang perang tanding, maka seorang dari kaum Muslimin keluar menghadapinya, maka jagoan Roma itu menyerangnya dengan dahsyat dan berhasil membunuhnya. Terbunuhlah dalam perang tanding itu enam orang dari barisan kaum Muslimin.”

“Hal itu membuatnya angkuh dan congkak. Ia menantang untuk perang tanding lagi, dan tidak ada satu orang pun yang berani keluar. Maka ketika itu Abdullah bin al-Mubarak menoleh kepadaku, seraya berkata, “Wahai Fulan, apabila aku terbunuh, maka lakukanlan hal ini dan hal itu.” (Ibnul Mubarak berwasiat kepadaku), kemudian dia menggerakkan kudanya dan maju ke depan menjawab tantangan orang Roma itu. 

Maka terjadilah saling serang beberapa saat, dan akhirnya Roma itu terbunuh. Kemudian keluar orang Roma lain dan dibunuhnya pula, sehingga dia membunuh enam orang dari tentara Roma, dan dia pun menantang untuk perang tanding. Namun pasukan-pasukan Roma ciut nyalinya, maka dia pun menggerakkan kudanya dan menghilang di dalam barisan, seakan-akan kita tidak merasakan sesuatu apa pun.”

Tiba-tiba Abdullah bin al-Mubarak telah berada di tempat tadi dia berada, di sebelahku, maka ia berkata, ‘Wahai Abdullah andaikata kamu menceritakan hal ini tatkala aku hidup, maka aku akan berbuat ini dan itu.” Ia menyebutkan kata-kata ancaman.” [dsy/ sumber  : antara lain Tadzkiratul Aulia, Fariduddin Attar

Back to top button