Market

Proyek Food Estate di Kalteng Tanpa Kajian dan Merusak Lingkungan

Proyek Food Estate yang berada di Kalimantan Tengah telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan tidak melewati kajian mendalam sehingga berakhir gagal.

Penilaian tersebut diungkapkan Bayu Herinata, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Tengah. Proyek di lahan seluas 600 hektar berada di lahan yang pernah diterapkan proyek sawah sejuta hektar di area gambut beberapa waktu lalu.

“Kami sejak awal menolak proyek ini karena tidak sesuai dengan yang dinarasikan oleh pemerintah terkait dengan pemenuhan pangan dan ketahanan pangan,” kata Bayu kepada inilah.com, awal pekan ini.

Proyek Food Estate telah menimbulkan kerusakan karena berada di hutan alam. Sehingga meningkatkan emisi karbon bahkan bila musim hujan menimbulkan bencana banjir. Namun bila musim kemarau tidak ada strategi menyimpan air sehingga mengalami kekeringan.

Dari aspek sosial juga merugikan karena tidak menyerap tenaga kerja setempat. “Dari aspek sosial, masyarakat minim sekali terlibat dalam proyek ini. Sehingga rawan terjadi konflik di wilayah-wilayah Food Estate soal penguasan tanah,” katanya.

Karena tidak ada perencanaan dan kajian dari awal maka proyek ini mengalami kegagalan. Di area yang di tanami padi justru sering terendam air sehingga panennya tidak maksimal. Sedangkan pada lahan yang ditanami singkong juga tidak maksimal karena panen singkon ukurannya di bawah standar.

“Jadi dari hasil pemantauan di lapangan, penentuan jenis komoditi tidak berdasarkan kajian mendalam, komprehensif yang sesuai dengan kebutuhan pangan yang ada di sana (Gunungmas),” jelasnya.

Menurut Bayu, untuk pembukaan lahan hutan dan lahan gambut telah menimbulkan kerusakan dan meningkatkan emisi karbon. Kalau dikaitkan dengan kebijakan untuk menekan emisi karbon yang sangat berkontribusi terhadap efek gas rumah kaca itu sangat kontraproduktif.

“Kebijakan pemerintah tentang kampanye menekan emisi karbon itu bertentangan dengan praktik yang terjadi di lapangan. Jadi masyarakat yang dikorbankan dan lingkungan yang rusak,” katanya.

Walhi Kalteng menilai dari hasil monitoring selama tiga tahun, seharusnya proyek ini dihentikan karena tidak membawa manfaat. Sebab proyek ini dijalankan bukan oleh Kementerian Pertanian yang sudah menjadi tupoksi bidang pertanian.

“Ini proyek bukan program karena oreientasinya tidak berkelanjutan, hanya bagi-bagi proyek. Aktornya yang mengerjakan yang dekat dengan kekuasaan,” jelasnya.

Program food estate menjadi salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 dalam rangka memperkuat dan menjaga ketahanan pangan serta meningkatkan kesejahteraan petani. Terutama di masa pandemi COVID-19 dan di tengah terjadinya perubahan iklim.

Dengan pengembangan food estate, pengelolaan pertanian tidak lagi dengan cara biasa atau konvensional, tetapi dilakukan pada skala usaha yang luas (economy of scale) dengan penerapan inovasi teknologi serta pengembangan kelembagaan dan infrastruktur pendukung. Demikian mengutip dari laman resmi Kementan, Ditjen Tanaman Pangan.

Tahap implementasi pengembangan food estate, telah diawali dengan membangun food estate di Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak tahun 2020, dan direncanakan akan terus dikembangkan sampai pada tahun 2024.

Back to top button