Market

Prioritaskan Kesejahteraan Petani Sawit, Kementan Dorong Kemitraan Industri

Kementerian Pertanian (Kementan) mendukung terwujudnya kemitraan yang kuat antara petani dan industri sawit nasional. Tujuannya untuk memberikan nilai tambah kepada petani dan industri.

“Dengan berakhirnya berbagai program PIR tadi, sekitar 2005, maka, pembangunan kebun bagi masyarakat sekitar menjadi salah satu solusi mengatasi ketimpangan kesejahteraan di perkebunan dan menjaga hubungan yang harmonis antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat di sekitarnya,” ujar Heru Tri Widarto, Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan dalam sebuah diskusi virtual di Jakarta, dikutip Sabtu (27/5/2023).

Heru mengatakan, pola FPKM oleh perusahaan perkebunan, dimulai sejak Permentan No 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, telah diubah melalui Permentan No 98 Tahun 2013 dan dikuatkan dalam UU No 39 Tahun 2004 tentang Perkebunan, sebagaimana telah diubah UU No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang.

Sesuai Permentan No. 18 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar, kata dia, perusahaan diberikan berbagai opsi kemitraan antara lain melalui pola kredit, pola bagi hasil, bentuk pendanaan lain yang disepakati para pihak dan bentuk kemitraan lainnya.

Muhammad Iqbal, Kompartemen Sosialisasi dan Kebijakan PSR Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki), menyampaikan, Gapki mendukung regulasi pemerintah yang mengatur kemitraan dalam hal ini FPKM. Melalui kemitraan, petani dapat meningkatkan pendapatan, kualitas tanaman, dan jaminan pembelian TBS dari perusahaan mitra.

Melalui kemitraan, kebun akan dikelola lebih profesional, kerja sama dengan mitra usaha membuka peluang-peluang baru, serta membangkitkan solidaritas bersama di kebun kelapa sawit.

Kemitraan lainnya harus bersifat usaha produktif yang berkelanjutan dan juga sebaliknya. Nilai optimum sebagai dasar pelaksanaan kemitraan lainnya tidak bisa menjadi hibah dari perusahaan sebagai pengganti pendapatan seperti pendapatan hasil dari kebun plasma. Hal itu agar tercipta rasa tanggung jawab dari keberlangsungan kemitraan.

“Selain itu, pelaksanaan Kemitraan menjadi tanggung jawab bersama Lembaga Pekebun dan Perusahaan Mitra serta pengelolaan Kemitraan Lainnya harus berdasarkan prinsip-prinsip profesionalitas, keterbukaan dan kesetaraan,” imbuhnya.

Rino Afrino, Sekjen DPP Apkasindo, mengatakan, pola kemitraan saat ini, banyak yang bubar. Padahal kemitraan diharapkan bisa menjawab tantangan sektor kelapa sawit berkelanjutan yang memenuhi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Termasuk memenuhi kewajiban perusahaan untuk fasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20% (FPKM) diwaktu perpanjangan HGU.

“Posisi petani kelapa sawit di sektor hulu sebagai penghasil TBS tidak mungkin tidak bermitra. Ini yang harus menjadi perhatian untuk kita semua bahwa petani kelapa sawit itu harus bermitra dan kemitraan itu harus berkelanjutan untuk mewujudkan kelapa sawit yang berkelanjutan,” kata Rino.

Bubarnya kemitraan, kata dia, tercermin dari berbedanya pandangan tiga pihak yaitu perusahaan, petani, dan koperasi berkaitan kerja sama kemitraan. Petani punya konsep kemitraan sendiri, koperasi dan perusahaan juga punya konsep tersendiri, antar tiga pihak ini tidak ada yang bersepakat untuk satu bentuk kemitraan.

“Saya berkeyakinan bahwa kemitraan perusahaan dengan petani menjadi resolusi petani sawit menuju produktivitas tinggi dan sejahtera. Tetapi, harus ada komitmen kuat dari para pihak, morality yang baik, serta pengawasan dan pembinaan dari instansi terkait,” jelasnya.

Back to top button