News

Pilpres 2024 Hanya Dua Paslon, Bukan Mustahil

Minggu, 20 Nov 2022 – 14:27 WIB

Tinta - inilah.com

Keterpilihan capres pada Pilpres 2024 bergantung pada suara rakyat, bukan dukungan Jokowi. (Foto: Ilustrasi/Antara)

Gelaran Pilpres 2024 hanya diikuti dua pasangan capres-cawapres berpeluang terjadi mengulangi situasi 2019 dan 2014 yang lalu. Alasannya, koalisi yang terbentuk sekarang ini seperti Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya dan Koalisi Perubahan belum solid. Artinya terbuka terjadi perubahan konfigurasi yang membuat koalisi mengecil hingga berujung pada bertarungnya dua paslon saja.

Peneliti BRIN, Wasisto Raharjo Jati menilai, apabila kondisi tersebut terjadi maka terbuka kemungkinan polarisasi bakal muncul lagi seperti dua gelaran pilpres sebelumnya. Sebab, selain minim ketokohan, parpol bersikap pragmatis dengan memilih kandidat yang potensi mengerek suara dan mengamankan kursi parlemen, lantaran tak punya kader unggul.

“Tergantung dari hasil pendekatan intensif yang dilakukan setiap parpol. Kalau bentuk formasi koalisi sudah ideal dan solid, maka itu akan mengkristal kepada kandidat. Saya pikir semua kontestan parpol sedang dalam periode penjajakan satu sama lain,” kata Wasisto, kepada Inilah.com, di Jakarta, Minggu (20/11/2022).

Sekalipun begitu, peluang bertarungnya tiga paslon pada Pilpres 2024 sangat terbuka. Hal ini bisa dilihat dari serangkaian survei yang dilakukan sejumlah lembaga yang selalu menempatkan tiga nama yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto sebagai kandidat kuat untuk merebut suksesi.

Apabila pilpres digelar hari ini, Survei Voxpol Center menyebutkan Anies Baswedan bakal unggul karena memiliki tingkat keterpilihan mencapai 23,6 persen, Ganjar Pranowo 22 persen sedangkan Prabowo Subianto 18,6 persen. Angka itu didapat berdasarkan hasil survei yang melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi selama 22 Oktober – 7 November 2022.

Sedangkan Prabowo Subianto, menurut simulasi Skala Survei Indonesia (SSI) menyebutkan bakal unggul apabila pilpres digelar dua putaran dengan melibatkan tiga maupun empat paslon. Hasil ini didapat berdasarkan survei terhadap 1.200 responden di 34 provinsi di Indonesia selama 6-12 November 2022.

Skenarionya pertama Prabowo unggul dengan elektabilitas 35,3 persen mengalahkan Puan Maharani, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Pada putaran kedua, Prabowo unggul dari Ganjar dengan tingkat keterpilihan 35,3 persen, sedangkan Ganjar 33,8 persen. Dalam skenario ini tidak ada capres yang unggul dengan raihan 50+1 suara pada putaran pertama.

Menurut Direktur Eksekutif SSI Abdul Hakim, keunggulan Prabowo disebabkan adanya dukungan suara dari pemilih Anies pada putaran pertama. Sedangkan dalam simulasi tiga kandidat yakni Prabowo, Anies dan Puan, Ketum Gerindra juga unggul dengan elektabilitas 31,3 persen, Anies 28,1 persen, dan Puan 3,0 persen. Lalu pada putaran kedua, Prabowo kembali unggul dengan elektabilitas 33,2 persen mengalahkan Ganjar.

Bayangan Polarisasi

Serangkaian hasil survei yang selalu menunjukkan tiga nama capres potensial belum bisa dijadikan indikator pada Pilpres 2024 hanya tiga paslon. Wasisto menilai hal itu dikarenakan proses politik masih cair dan belum mengkristal untuk memastikan siapa saja kandidat yang bakal bertarung. Terlebih terdapat ketentuan ambang batas yang mengharuskan parpol berkoalisi, sekalipun menang pada Pemilu 2019.

“Antara ya atau tidak. Hal ini dikarenakan bentuk formasi koalisi masih dinamis,” tuturnya.

Dia meyakini seluruh parpol, khususnya yang memiliki kursi di parlemen sedang melakukan penjajakan intensif menyambut Pemilu 2024 yang menyisakan waktu kurang dari dua tahun lagi. Nama-nama yang kerap muncul dalam survei juga masih kompetitif dan bisa berubah setiap saat, apalagi setelah proses pendaftaran capres-cawapres ke KPU.

“Tergantung dari hasil akhir bentuk koalisi partai yang tetap seperti apa. Masing-masing figur masih kompetitif,” ungkapnya.

Wasisto mengingatkan Indonesia masih dibayangi polarisasi dan bayangan itu potensi berlanjut pada Pilpres 2024 apabila hanya diikuti oleh dua paslon saja. “Dua paslon itu potensi polarisasi, tiga paslon itu potensi pilpres bisa lebih panjang karena bisa jadi (terselenggara pemilihan) putaran kedua,” kata dia.

Dengan adanya tiga paslon, potensi konflik bisa dicegah karena masyarakat memiliki paslon yang bervariasi. Celakanya, parpol memiliki peran vital untuk mencegah polarisasi ini. Lebih celaka lagi, parpol kita masih berwatak pragmatis-oportunis.

Back to top button