Market

Mendag Lutfi Pastikan Ada Rekor Baru Surplus Neraca Perdagangan

Tak sedang bercanda, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bilang, Indonesia berpotensi cetak surplus neraca perdagangan terbesar tahun ini.

Tentu saja, sinyalemen yang dihembuskan Mendag Lutfi ada alasannya. Mencermati tren surplus terjaga hingga triwulan IV-2021. “Jika surplus perdagangan terus konsisten pada triwulan IV 2021, maka tahun ini Indonesia akan mendapatkan surplus terbesar pertama kali dalam sejarah. Sepanjang Januari hingga Oktober 2021 surplus perdagangan sudah mencapai 30,81 miliar dolar AS,” kata Mendag Lutfi, Jakarta, Rabu (17/11/2021).

Diketahui, neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada Oktober 2021 sebesar 5,73 miliar dolar AS. Surplus tersebut ditopang surplus neraca nonmigas sebesar 6,61 miliar dolar AS dan defisit neraca migas sebesar 0,87 miliar dolar AS. Secara akumulatif, surplus neraca perdagangan periode Januari-Oktober 2021 mencapai 30,81 miliar dolar AS.

Nilai tersebut jauh lebih besar dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dan terbesar sejak 2012 atau sepanjang 10 tahun terakhir. “Surplus perdagangan Oktober 2021 ini melanjutkan tren surplus secara beruntun sejak Mei 2020 dan merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah. Penguatan neraca tersebut ditopang pertumbuhan ekspor yang tinggi, bahkan ekspor bulanan tertinggi sepanjang sejarah,” ungkap Mendag.

Beberapa negara mitra dagang Indonesia yang menjadi penyumbang surplus perdagangan terbesar di antaranya Tiongkok, Amerika Serikat (AS), dan Filipina, dengan jumlah mencapai 3,67 miliar dolar AS.

Sementara Australia, Singapura, dan Thailand menjadi negara mitra penyumbang defisit perdagangan terbesar dengan jumlah sebesar 1,13 miliar dolar AS. Secara kumulatif, surplus perdagangan tersebut ditopang neraca nonmigas 40,08 miliar dolar AS dan defisit migas 9,28 miliar dolar AS.

Berdasarkan negara kontributornya, surplus perdagangan Januari- Oktober 2021 berasal dari AS dengan nilai mencapai 11,52 miliar dolar AS; Filipina (5,86 miliar dolar AS); dan India (4,76 miliar dolar AS).

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button