Market

Mahalnya Biaya Pencegahan Dampak Rokok, Sri Mulyani Geleng-geleng Kepala

Senin, 19 Des 2022 – 20:50 WIB

Diam-diam, Menkeu Sri Mulyani suka nonton sepak bola. Dia jagokan argentina dalam final Piala Dunia Qatar 2022, Jakarta, Minggu (18/12/2022). (Foto: Antara).

Pemerintah gelontorkan dana puluhan triliun untuk dampak merokok. Mahalnya biaya ini, membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani geleng-geleng kepala. Setara 30 persen subsidi iuran jaminan kesehatan nasional (JKN).

Sri Mulyani menyebutkan, anggaran untuk penanggulangan dampak merokok di Indonesia, cukup mahal. Angkanya berada di kisaran Rp17,9 triliun hingga Rp 27,7 triliun per tahun. Diasumsikan total biayanya sebesar Rp27,7 triliun, maka sebesar Rp10,5 triliun hingga Rp15,6 triliun dialokasikan untuk biaya perawatan perokok yang dikeluarkan melalui BPJS kesehatan. “Setara dengan 20 persen hingga 30 persen dari subsidi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN per tahun, sebesar Rp 48,8 triliun,” jelas Sri Mulyani di Jakarta, Senin (19/12/2022).

Asal tahu saja, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan untuk menaikan tarif cukai sigaret rata-rata 10 persen pada 2023-2024. Kenaikan ini dilakukan untuk mendukung target penurunan prevalensi merokok anak.

Selanjutnya, kenaikan cukai jenis sigaret kretek tangan (SKT) ditetapkan maksimum 5 persen. Angkanya lebih rendah dengan pertimbangan untuk menjaga keberlangsungan tenaga kerja. Selain itu, hasil tembakau berupa rokok elektrik (REL) dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HTPL) tarif cukai akan naik rata-rata sebesar 15 persen dan 6 persen setiap tahunnya, untuk dua tahun ke depan atau 2023-2024.

Aturan mengenai kenaikan tarif CHT tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192/PMK.010/2022 tentang Perubahan atas PMK Nomor 193/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau berupa Rokok Elektrik da Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya.

Sri Mulyani menyebut, kenaikan tarif CHT diharapkan berdampak kepada banyak hal, seperti penurunan prevalensi merokok anak menjadi 8,92 persen pada 2023. Serta, 8,79 persen pada 2024, indeks kemahalan rokok naik menjadi 12,46 persen pada 2023, dan 12,35 persen pada 2024. “Penurunan prevalensi merokok anak ini dapat berdampak positif bukan hanya dari sisi aspek anggaran kesehatan, namun juga dapat meningkatkan kesehatan masyarakat,” jelas Sri Mulyani.

Sebagai bentuk komitmen untuk terus meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, lanjutnya, menjadi salah satu prasyarat untuk penguatan produktivitas nasional dalam rangka mencapai visi Indonesia Maju 2045.

Selain itu, pemerintah mengklaim pengambilan kebijakan penyesuaian tarif CHT juga telah mempertimbangkan sisi makro ekonomi, terutama di tengah situasi ekonomi domestik yang terus menguat dalam masa pemulihan ekonomi nasional.

Back to top button