Market

Terkuat Picu Inflasi November, Kebijakan Penanganan Beras Nasional Gagal?

Meski sudah mengimpor beras dan mengelontorkan bantuan beras, laju inflasi tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 2,86 persen pada November 2023 masih didominasi kenaikan harga di komoditas beras.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 112,85 pada November 2022 menjadi 116,08 pada November 2023. Akibatnya, perekonomian Indonesia mengalami inflasi 0,38 persen pada November 2023 jika dibanding dengan IHK bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).

“Komoditas yang memberikan andil inflasi kelompok ini adalah beras sebesar 0,58 persen,” kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh Edy Mahmud di Jakarta, Jumat (1/12/2023).

Kemudian, komoditas penyumbang utama lainnya adalah cabai merah sebesar 0,19 persen, rokok kretek filter 0,18 persen, cabai rawit 0,10 persen, daging ayam ras 0,09 persen, dan bawang putih 0,07 persen.

Dengan catatan itu, maka inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau pada November 2023 mencapai 6,71 persen dan memberikan andil 1,72 persen terhadap inflasi umum.

Beberapa komoditas lainnya yang menjadi penyumbang terbesar di inflasi November 2023 adalah emas dan perhiasan dengan andil 0,11 persen serta biaya kontrak rumah 0,10 persen.

Adapun secara wilayah, BPS menyatakan seluruh kota mengalami inflasi, dengan 57 kota di antaranya mencatatkan IHK lebih tinggi dari inflasi nasional.

Kota dengan inflasi tertinggi adalah Kota Tanjung Pandan sebesar 5,89 persen. Komoditas penyumbang inflasi di kota tersebut adalah tarif angkutan udara sebesar 1,22 persen, beras 0,91 persen, cabai merah 0,49 persen, cabai rawit 0,45 persen, ikan segar 0,41 persen, dan rokok kretek filter 0,31 persen.

Tren ini disusul Kota Sumenep sebesar 5,51 persen, Kota Merauke 5,25 persen, Kota Luwuk 4,59 persen, Kota Singaraja 4,47 persen, dan Kotabaru 3,85 persen.

Sedangkan, inflasi terendah terjadi di Kota Jayapura sebesar 1,82 persen.

Pengamat politik kebijakan pangan, Syaiful Bahari sudah menegaskan kebijakan impor beras saat ini mulai diragukan keefektifannya untuk meredam kenaikan harga beras di berbagai daerah. Masyarakat tetap merasakan beban berat dari kenaikan harga beras.

Padahal kebijakan pemerintah tentang impor beras yang bertujuan meredam kenaikan harga beras di pasaran sampai saat ini belum terlihat efektivitasnya. Apalagi rencana impor beras yang dijanjikan 2 juta ton pada 2024 hingga kini belum ada kepastian.

“Sekarang ini harga beras merangkak naik, dan diprediksi tidak akan turun hingga tahun depan, bahkan cenderung terus naik,” katanya Rabu (29/11/2023).

Menurut Syaiful, penyebab beras impor gagal menekan harga beras dalam negeri itu, karena alokasinya banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan bantuan sosial (bansos). Harga beras pun tidak mengalami penurunan karena penggunaannya tidak memiliki efek terhadap pasar.

Ia menyoroti kenaikan harga beras medium yang sekarang bertengger di angka Rp13.500 per kilogram dan harga premium berada di Rp15 ribu sampai Rp16 ribu per kilogram.

Syaiful menambahkan, jika mengacu kepada laporan tahun-tahun sebelumnya saat situasi normal, selalu ada surplus beras pada Desember. Angkanya rata-rata mencapai 1 hingga 1,5 juta ton sebagai cadangan beras nasional. Namun akhir tahun ini stok beras nasional justru defisit 1,45 juta ton.

Syaiful yang juga anggota Majelis Nasional Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) mengatakan, pada Januari 2024 defisit beras akan semakin besar. Perhitungannya bisa mencapai 1,6 juta ton.

Apalagi musim tanam serentak, juga tidak bisa serta merta dilakukan petani di kuartal pertama tahun depan.

Back to top button