News

Duet Maut Universitas di AS dengan Kontraktor Senjata Jadi Sorotan


Ketika mahasiswa perguruan tinggi di Indonesia marak melakukan aksi protes terhadap kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT), mahasiswa di Amerika Serikat makin kritis menyuarakan protes pro-Palesina. Para aktivis meminta perhatian pada hubungan historis antara universitas dan kontraktor pertahanan yang terkait dengan perang Israel.

AS telah lama menjadi sekutu terdekat Israel, memasok negara itu dengan bantuan militer sekitar US$3,8 miliar setiap tahunnya. Para kritikus mengecam dukungan tersebut, serta bantuan tambahan senilai miliaran dolar yang digunakan untuk mendukung perang sejak Oktober. Apalagi jumlah korban tewas makin banyak, serta krisis kemanusiaan tengah berlangsung di Gaza,

Di kampus-kampus AS, penolakannya sangat keras. Para mahasiswa mempertanyakan hubungan universitas mereka dengan produsen senjata dan perusahaan lain yang memiliki hubungan dengan militer Israel. “Ini seharusnya merupakan institusi yang berorientasi pada keadilan sosial, namun tindakan mereka menunjukkan hal yang berbeda,” kata Sinqi Chapman, mahasiswa baru di Pomona College, sebuah institusi seni liberal di Claremont, California, mengutip laporan Al Jazeera.

Chapman termasuk di antara mahasiswa pengunjuk rasa yang ditangkap bulan lalu karena mendirikan perkemahan pro-Palestina di halaman kampus. Demonstrasi tersebut merupakan bagian dari upaya memaksa perguruan tinggi tersebut memutuskan hubungan dengan Israel dan perusahaan mana pun yang mendukung kampanye militernya di Gaza.

Hubungan yang Erat Secara Historis

Selama beberapa dekade, institusi pendidikan tinggi di Amerika Serikat telah berkolaborasi dengan sektor pertahanan dan kedirgantaraan negara tersebut, yang merupakan industri terbesar di dunia. Kekhawatiran mengenai dampaknya sudah muncul selama beberapa dekade. 

Pada tahun 1961, misalnya, mantan Presiden Dwight Eisenhower memperingatkan bahayanya kompleks industri militer yang memasuki ranah akademis. “Sebagian karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan, kontrak pemerintah menjadi pengganti rasa ingin tahu intelektual” dalam penelitian universitas, katanya dalam pidatonya.

Daniel Bessner, seorang profesor studi internasional di Universitas Washington, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Perang Dingin membuka jalan bagi berkembangnya hubungan antara universitas dan kontraktor militer. Ketika Uni Soviet meluncurkan satelit buatan pertama di dunia, Sputnik, pada tahun 1957, peristiwa tersebut memaksa AS untuk menghadapi kemungkinan tertinggal dari pencapaian teknologi para pesaingnya.

Maka Kongres Amerika mengesahkan Undang-Undang Pendidikan Pertahanan Nasional pada tahun 1958, untuk menempatkan universitas-universitas pada “pijakan perang”. Anggota parlemen berpendapat bahwa pendanaan untuk pendidikan tinggi dapat memperoleh dukungan politik yang lebih besar jika hal tersebut dipromosikan untuk meningkatkan kekuatan militer dan teknologi negara.

Bessner juga mencatat bahwa Presiden Eisenhower menandatangani usulan itu menjadi undang-undang, meskipun ia kemudian menyuarakan keraguannya. Uang dari Pentagon pun sejak itu mulai mengalir ke universitas dan lembaga penelitian.

California Paling Menonjol

Keterikatan antara akademisi dan militer menjadi sangat menonjol di California, negara bagian yang terkenal dengan cuacanya yang sejuk serta kehadiran sektor pertahanan dan kedirgantaraannya. Kantor Bisnis dan Pembangunan Ekonomi negara bagian tersebut memperkirakan industri pertahanan saja menghasilkan lebih dari US$158 miliar per tahun, pada tahun fiskal 2021. “Langit biru bermanfaat untuk dua hal: syuting film dan menerbangkan pesawat,” kata Bessner.

Namun California juga merupakan pusat aktivisme mahasiswa, sebuah tradisi yang berlanjut hingga hari ini. Chapman, mahasiswa baru di Pomona College, mengatakan dia mendapat inspirasi dari sejarah panjang protes ketika dia mengambil peran kepemimpinan di perkemahan kampusnya.

Di masa lalu, misalnya, para mahasiswa mengorganisir perlawanan terhadap perang di Vietnam, dukungan AS terhadap apartheid di Afrika Selatan, dan Perang Irak. “Satu-satunya alasan mahasiswa melakukan protes adalah karena lembaga-lembaga ini membantu dan bersekongkol dalam genosida di Gaza, sama seperti di masa lalu mereka mendanai apartheid di Afrika Selatan,” kata Chapman.

Banyak demonstran pelajar yang menjadikan dana abadi sekolah mereka yang berjumlah jutaan dolar sebagai target aktivisme mereka. Dana abadi tersebut sering kali menggunakan investasi di berbagai industri, termasuk pertahanan, untuk memastikan kampus dapat mendanai operasionalnya dalam jangka panjang.

Namun meskipun dana abadi sering kali menjadi pusat seruan divestasi, para aktivis mengatakan bahwa kolaborasi antara universitas dan perusahaan pertahanan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Ikatan tersebut terutama terjadi di departemen sains, teknologi, teknik dan matematika (STEM), di mana para aktivis mengatakan perusahaan senjata dan ruang angkasa mempunyai pengaruh melalui proyek penelitian, perekrutan, bursa kerja, dan sumbangan sekolah.

Di Harvey Mudd College, sebuah sekolah yang berfokus pada STEM di California selatan, seorang peserta kelompok pelajar Mudders Against Murder mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pengaruh seperti itu jarang dikaitkan langsung dengan produksi senjata.

“Banyak di antaranya yang disamarkan sebagai sesuatu yang terdengar lebih netral, seperti ruang angkasa. Mereka tidak mengiklankan fakta bahwa mereka membuat senjata,” kata peserta tersebut, yang menolak menyebutkan namanya karena khawatir akan adanya pembalasan.

Banyak sekolah yang masih dengan bangga memasarkan hubungan mereka dengan perusahaan pertahanan. Pusat teknik dan sains di Universitas California di Santa Barbara (UCSB), misalnya, menampilkan hubungan dengan kontraktor pertahanan Raytheon sebagai “kisah sukses” di situs webnya.

Perusahaan senjata seperti Raytheon, Northrop Grumman, Boeing dan Lockheed Martin juga terdaftar di situs program afiliasi korporat universitas. Semua perusahaan kecuali Lockheed Martin termasuk dalam daftar perusahaan yang secara kumulatif menyumbangkan US$1 juta sekitar Rp16 miliar kepada universitas tersebut pada tahun fiskal 2022-2023.

Raytheon tidak menanggapi pertanyaan dari Al Jazeera tentang kerja sama dengan universitas-universitas AS, namun kontraktor senjata membela hubungan tersebut sebagai kemitraan yang saling menguntungkan yang menawarkan pengalaman berharga kepada mahasiswa sambil memajukan penelitian ilmiah.

Namun, tidak semua orang mempercayai motivasi tersebut, dan sekolah-sekolah di seluruh negeri menghadapi seruan untuk menjauhkan diri dari produsen senjata dan operasi pertahanan pemerintah. “Banyak mahasiswa pascasarjana bertanya pada diri sendiri apa tanggapan mereka terhadap genosida di Palestina,” Isabel Kain, seorang mahasiswa pascasarjana astronomi di Universitas California di Santa Cruz, mengatakan kepada Al Jazeera.

Dia berorganisasi dengan kelompok Researchers Against War atau Peneliti Melawan Perang, yang mendorong mahasiswa pascasarjana melakukan mobilisasi melawan hubungan antara institusi akademis dan militer. 

Mempengaruhi Generasi Berikutnya

Ketegangan antara mahasiswa dan hubungan militer kampus tidak hanya terjadi pada perang di Gaza saat ini. Para analis mengatakan investasi di kampus-kampus dapat dilihat sebagai bagian dari upaya yang lebih besar oleh militer dan industri terkait untuk menanamkan diri mereka dalam institusi akademis, budaya, ilmu pengetahuan dan politik.

Akses ke universitas, jelas mereka, dapat memberi perusahaan akses terhadap profesional muda yang siap memasuki berbagai bidang. “Ke mana pun Anda berpaling, Anda dapat melihat pengaruh perusahaan-perusahaan ini, mulai dari lembaga think tank dan universitas hingga video game dan film populer,” kata Benjamin Freeman, direktur program Demokratisasi Kebijakan Luar Negeri di Quincy Institute for Responsible Statecraft, sebuah lembaga think tank AS.

Ini adalah industri yang sangat besar, dan jika menyangkut kampus, terutama di bidang STEM, hal ini mempunyai pengaruh besar dalam mengarahkan bakat. “Daripada mahasiswa muda yang menjanjikan untuk bekerja di bidang energi ramah lingkungan, misalnya, mereka malah diarahkan ke perusahaan-perusahaan yang menjadikan pengembangan senjata sebagai sumber pendapatan terbesar mereka,” jelas Freeman.

Back to top button