Kanal

Lepas dari Sanksi, “Mawar” Baru PSI Jangkar Jokowi Setelah Lengser dari Presiden RI

Teka teki soal siapa sosok “namaku mawar” dalam video yang diunggah Partai Solidaritas Indonesia di akun Instagram akhirnya terjawab sudah, dialah Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo.  Sosok yang dikenalkan dalam video sebagai anak muda yang sama sekali belum memiliki pengalaman politik ini, nyatanya kini memegang kemudi nahkoda partai peraih 1,89 persen suara pada Pemilu 2019. 

Ajaib, dan harusnya dilirik Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai kader tercepat yang menduduki posisi Ketua Umum sebuah Partai Politik (Parpol). Tidak melalui proses pengkaderan terlebih Musyawarah Nasional (Munas) seperti kebanyakan Parpol di Indonesia, nyatanya keajaiban Kaesang sudah terasa sejak kartu anggota diantarkan langsung Giring Ganeshya (sosok yang digeser dari Ketua Umum) ke rumah Jokowi, di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah. 

“Kader super,” ujar Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie, saat disinggung cepatnya Kaesang ditunjuk gantikan Giring sebagai Ketua Umum, Rabu (27/9/2023).

Terlepas dari keajaiban yang dimiliki Kaesang, langkah “mawar” baru PSI ini pun mau tak mau ikut berimbas ke PDIP. Sebagai anak dari salah satu kader terbaik PDIP, pilihan Kaesang bukan saja bisa jadi masalah untuk Jokowi, namun juga untuk kakaknya Gibran Rakbuming Raka serta iparnya, Bobby Nasution. Tiga sosok yang diantar PDIP menjadi pejabat negara di Republik ini.

Terlebih Jokowi pada kenyataanya ikut mendukung langkah Kaesang ke PSI ini. Hal ini sebagaimana disampaikan langsung oleh Kaesang, bahwa ia mengaku sempat berkonsultasi dengan ayahnya tersebut.  Dari situ kemudian, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam, menilai keluarga Jokowi telah mengabaikan aturan  nomor 25a dalam AD/ART PDIP.

Lewat aturan itu, PDIP telah mencopot Ketua DPD PDIP Maluku Murad Ismail yang juga gubernur Maluku lantaran istrinya mencalonkan diri sebagai kader PAN. Karena itu, jika PDIP konsisten pada aturan AD/ART Nomor 25a tersebut, itu berpeluang memunculkan koreksi total PDIP terhadap status keanggotaan Gibran Rakabuming Raka di PDIP, bahkan posisi Presiden Jokowi    

post-cover
Anak ketiga Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangarep (tengah) saat berpose bersama Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie (kedua dari kiri) dan sejumlah elite PSI lainnya saat acara Kopdarnas PSI di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Senin malam (25/9/2023). (Inilah.com/Vonita Betalia)

“Keputusan politik Kaesang itu jelas mengabaikan aturan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDIP Nomor 25a yang mengatur bahwa satu keluarga kader PDIP harus berada dalam satu partai yang sama,” ujar Khoirul dalam keterangannya, Kamis (21/9/2023).

Bukan Cuma Murad, dalam catatan Inilah.com, PDIP juga pernah memberi sanksi tegas kepada Mundjirin, mantan Bupati Semarang yang dipecat bersama anaknya lantaran mendukung istrinya di pilkada melalui koalisi partai lawan PDIP. Selain itu, terdapat I Made Gianyar yang merupakan mantan Bupati Bangli. Ia dipecat karena mendukung adiknya yang merupakan kader Partai Golkar di Pilkada Bangli.

Namun kenyataanya, nasib Murad Cs berbeda dengan Jokowi. Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengatakan, memang di dalam AD/ART PDIP terdapat aturan yang jelas bahwa tidak boleh di dalam satu ‘keluarga inti’ berbeda partai. Keluarga inti ini yang kemudian dijelaskan Djarot terdiri dari suami, istri dan anak. 

Kaesang Pangarep memang anak bungsu Jokowi, namun yang menjadi catatan alibi ialah Kaesang telah terlepas dari Kartu Keluarga (KK) Jokowi pasca menikahi Erina Sofia Gudono. Hal ini yang kemudian menjadi argument PDIP tak memberi sanksi untuk keluarga Jokowi.

“(Di) Kartu Keluarga (KK) cuma ada saya dan Erina Sofia Gudono, sudah itu,” ujar Kaesang saat ditemui usai Kopdarnas PSI di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Senin (25/9/2023) malam.

Soal beda perlakuan antara Murad dengan Jokowi, menurut Pakar Komunikasi Politik UGM, Nyarwi Ahmad, terletak pada kedudukan Jokowi sebagai kader istimewa, yang kemudian memberikan privilege tersendiri.

“Tentu saja orang bisa saja (bilang) apakah itu diskriminatif atau tidak. Dalam konteks ini saya kira Pak Jokowi dianggap kontributif juga ke PDIP, paling tidak mampu berkontribusi sebagai brand yang kuat di PDIP,” kata Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) kepada Inilah.com.

Sementara Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno berpendapat, secara kasat mata PDIP terlihat santai melihat manuver politik itu, namun ia percaya tidak demikian dengan isi hati Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

“Tak kelihatan ada amarah dan lainnya. Panggung depannya seperti itu. Entah panggung belakangnya (seperti apa). Tak ada yang tahu,” kata Adi kepada Inilah.com.

Kaesang Jangkar Jokowi Usai Lengser dari Presiden RI

Peneliti Senior Trust Indonesia Research and Consulting, Ahmad Fadhli ikut mengamini. “Ya mungkin saja ada sedikit kekesalan dan sebagainya, karena biar bagaimanapun pak Jokowi itu adalah propertyrize nya (milik) PDIP. Pak Jokowi itu ada menjadi presiden RI dua periode, itu karena PDIP. Jadi oleh karena itu, saya kira kalau sedikit ya hubungan personal mungkin ada ketersinggungan dan sebagainya,” ujar Ahmad Fadhli kepada Inilah.com.

Pertunjukan lapang dada memang dipertontonkan oleh kader PDIP, salah satunya Ketua DPP PDIP, Said Abdullah. Said menyebut, partai sama sekali tak terpengaruh dengan bergabungnya Kaesang ke PSI.

Menurutnya, PDIP terlalu besar untuk terusik hanya oleh satu dua orang, apalagi mengurusi orang yang bukan merupakan pengurus inti. Baginya, kehilangan kader terbaik sekalipun, tidak akan bikin partai banteng moncong putih goyah.

post-cover
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri – (Foto: Ist)

Namun demikian, menurut Ahmad Fadhli, menjadi sempit apabila persoalan bergabungnya Kaesang hanya dilihat dari kaca mata gagalnya kaderisasi. Terlepas dari itu, menurut dia, rangkuman dari gabunganya Kaesang kini mau tak mau membuat dua kutub politik antara Mega dan Jokowi.

“Jadi kutub politik sekarang itu ada dua, adalah presiden Jokowi dan bu Megawati Soekarnoputri,” kata Fadhli.

Jabatan ketum yang diemban Kaesang memang bukan peristiwa alamiah. Kedekatan PSI dengan Jokowi menjadi salah satu penyebabnya. Hal ini juga mempertegas bahwa Jokowi saat ini sedang memanfaatkan anaknya sebagai bidak catur politik, demi menyelamatkan trahnya usai lengser dari jabatan Presiden RI.

Menjadi naif apabila menilai masuknya Kaesang ke PSI hanya dilihat dari sisi dimulainya karier politik saja. Masuknya Kaesang ke PSI juga bisa dibaca sebagai satu desain besar politik Jokowi. 

“Jokowi kelihatannya ingin bermain sendiri tanpa PDIP artinya ingin jadi king maker, ingin jadi penentu kekuatannya sendiri sebagai presiden. Karena kita tahu Jokowi di PDIP tidak punya pengaruh, tidak punya peran, tidak punya jabatan di internal PDIP, hanya kader, petugas partai yang itu membuat Jokowi tidak berdaya,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin kepada Inilah.com.

Tentu Jokowi tidak mau hanya sekedar menjadi petugas partai usai lengser nanti. Oleh karenanya ia menaruh jangkar ke sosok Kaesang sebagai tempat berlabuh kapal besarnya nanti.“Saya melihat Jokowi membagi anak-anaknya dengan dirinya mungkin di partai yang berbeda misalkan Gibran masih di PDIP, Kaesang di PSI,” kata Ujang.

Menurutnya, dengan masuknya Kaesang di PSI, maka Jokowi punya jangkar pengaman. Jokowi setidaknya dapat tetap berkiprah di dunia politik melalui PSI. Selain itu, PSI juga dinilai akan menjadi kendaraan politik untuk mengamankan trah politiknya Jokowi.

“Jadi jangan taruh telur di keranjang yang sama, jadi kalau satu pecah, pecah semua. Jadi jangan berpartai satu keluarga di partai yang sama maka harus di partai yang berbeda juga. Agar ketika satu partai itu tenggelam, hancur, rusak maka ada backup partai lain,” kata Ujang. 

Fenomena-fenomena politik terbaru terkait Jokowi dikatakannya menguatkan adanya satu desain besar strategi politik Jokowi. Seperti belum jelasnya arah dukungan Jokowi kepada capres tertentu hingga PSI yang kini mendukung Prabowo dinilai menguatkan dugaan grand design politik tersebut.

Arah politik Jokowi yang ditunggu-tunggu dan mempunyai pengaruh besar hingga juga dinilainya mendukung dugaan ini. Bahkan saat ini populer istilah Jokowi effect karena arah politik Jokowi yang sangat berpengaruh.

“Jokowi kelihatannya ingin menunjukkan pride-nya, kekuatannya, kehebatannya yang jadi king maker ya yang harus berhadap-hadapan dengan PDIP atau tanpa PDIP. Dia (Jokowi) bermain sendiri untuk memperluas jangkar politik keluarganya kemana-mana,” kata Ujang.

(Nebby/Diana/Vonita)

Back to top button