News

KPAI: Pelaku Kekerasan Seksual Anak Didominasi Oknum Guru dan Kepala Sekolah

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap data mengejutkan tentang kekerasan seksual pada anak. Sepanjang tahun 2018-2019, data KPAI menunjukan pelaku kekerasan seksual pada anak didominasi oleh guru dan kepala sekolah.

“Untuk kekerasan seksual terhadap anak pada 2018-2019 itu 88 persen pelakunya adalah guru dan 22 persen adalah kepala sekolah, ini didata kami. Bahwa hasil pengawasan kami menunjukkan ini,” kata komisioner KPAI Retno Listyarti dalam diskusi 4 Pilar MPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/12/2021).

Dirinci Retno lebih detil, dari 88 persen guru, yang terbanyak melakukan kekerasan seksual adalah guru olahraga sebanyak 40 persen.

“Sekali ini data kami dan secara kebetulan dari data ini pelaku 40% adalah guru olahraga dan 13,3% adalah guru agama, selebihnya adalah guru kesenian, guru komputer, guru IPS, guru bahasa Indonesia dan lain-lain,” papar Retno.

Untuk total kasus yang berdasarkan jenjang pendidikan, sambung Retno, paling tinggi adalah SD yaitu 64,7 persen, SMP dan sederajat dengan kasus 23,53 persen, dan jenjang SMA atau sederajat 11,77 persen.

“Lalu bentuk kekerasan seksual nya itu mulai dari sodomi, perkosaan, pencabulan, maupun pelecehan seksual atau juga melakukan oral seks,” papar Retno.

Retno juga mengungkapkan modus dan lokasi yang kerap menjadi lokasi kekerasan seksual pada anak yang dilakukan oleh oknum guru dan kepala sekolah.

“Adapun lokasi terjadi kekerasan seksual di lingkungan sekolah itu terjadi di ruang kelas ruang, ruang kepala sekolah, kebun belakang sekolah, ruang laboratorium komputer, ruang ganti pakaian, ruang perpustakaan, di gudang sekolah,” ungkap Retno.

“Ada guru ini pakai modus hafalan, anak-anak yang sudah hafal surat suruh masuk gudang dan tidak dicurigai juga oleh pihak sekolah, masuk gudang dan di dalam gudang itulah terjadi pelecehan seksualnya. Kemudian ruang BK dan juga terjadi di perkemahan serta di bus pariwisata, artinya dilihat oleh anak-anak yang lain, bahkan pada tahun 2018 ada kasus yang terjadi di ruang mushola, ini adalah tempat-tempat dimana ketika kami datang, rata-rata tidak ada CCTV, mungkin ini penting juga untuk melihat ruang ruang atau tempat tempat yang bisa dipakai oleh pelaku,” tandas Retno.

Back to top button