News

Kisruh Pembubaran Demonstrasi PSN Air Bangis, Pemerintah Jangan Antikritik

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, menilai Pemprov Sumatra Barat (Sumbar) seharusnya dapat lebih bijaksana menghadapi para warga desa Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatra Barat (Sumbar) yang berdemonstrasi menolak rencana Proyek Strategis Nasional (PSN) di lahan mereka.

“Ya tentu Pemprov Sumbar jangan anti kritik, harus terbuka terkait atau terhadap masukan atau kritikan dari publik. Selama mereka mengkritiknya wajar, lalu ada argumen yang disampaikan, ada keresahan dan kegelisahan dari masyarakat ya harus dicarikan solusinya,” terang Ujang kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Minggu (6/8/2023).

Pemprov Sumbar juga diminta untuk menghadapi pendemo dengan cara yang bijaksana, jangan malah memanfaatkan polisi untuk melakukan pemaksaan pembubaran dengan cara represif.

“Tidak bisa dan tidak boleh melakukan dengan cara-cara kekerasan atau otoriter. Mereka kan warganya sendiri juga yang harus dihormati hak-haknya. Oleh karena itu, ketika pemprov Sumbar akan melaksanakan kebijakan tersebut, diharapkan menghadapi para pendemo yang kontra, maka harus bijaksana,” lanjutnya.

Beberapa pendemo diketahui juga ditangkapi oleh aparat kepolisian pada hari kelima, saat pemulangan paksa. Ujang menilai jika hal ini berujung pada jeruji besi, tentu membuat proses demokrasi yang tidak sehat.

“Ya kita lihat saja nanti kejadiannya seperti apa, apakah ada yang dipenjarakan atau tidak. Kalau itu terjadi, kalau mereka hanya protes dan dipenjara tentu tidak bagus, tidak baik. Artinya kita tidak bisa menjalankan nilai demokrasi dengan sehat dan baik. Ya jangan sampai orang yang protes, orang yang mengkritik dipenjarakan,” sambungnya.

Diketahui, belasan massa yang mengikuti aksi demo warga Air Bangis menolak proyek strategis nasional (PSN) di Kantor Gubernur Sumatera Barat ditangkap aparat kepolisian.

Total ada 1.500 massa yang ikut dalam aksi tersebut. Demonstrasi ini dulakukan sejak Senin (31/7/2023). Namun, hingga Jumat (4/8/2023), Gubernur Sumbar tak pernah menemui pedemo. Gubernur disebut justru menemui massa tandingan dan bersilaturahmi di saat salat subuh.

Puncaknya, pada Sabtu (5/8/2023), warga dan mahasiswa melakukan dialog dengan Pemprov Sumbar di Kantor Gubernur Sumbar. Belum selesai dialog antara perwakilan masyarakat, mahasiswa dan Pemprov Sumbar, anggota Kepolisian Polda Sumbar menurut Indira melakukan tindakan represif untuk membubarkan secara paksa masyarakat dan pendamping yang berada didalam Masjid Raya.

Aparat, tidak hanya melakukan pembubaran secara paksa, tetapi juga melakukan penangkapan terhadap masyarakat, mahasiswa dan pendampingan hukum. “Berdasarkan informasi terdapat 4 orang masyarakat, 3 orang mahasiswa dan 7 orang pendamping hukum yang ditangkap dan dibawa secara paksa ke Polda Sumbar,” kata Direktur LBH Padang, Indira Suryani, Sabtu (5/8/2023).

LBH memandang, tindakan kepolisian tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) karena upaya paksa tersebut jelas melanggar jaminan perlindungan dan penghormatan Kemerdekaan menyampaikan Pendapat dimuka umum sebagaimana UUD 1945, DUHAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik.

Back to top button