Kanal

Jokowi dan Buruknya Pesta Demokrasi


Penyelenggaraan Pemilu 2024 dinilai sebagai pesta demokrasi yang terburuk sepanjang sejarah. Terjadi ribuan pelanggaran. Lebih dari itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap sebagai sumber dari segala masalah.

Jauh sebelum Pemilu 2024 digelar pada 14 Februari lalu, proses pemilihan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) masa jabatan tahun 2022-2027 sudah menuai polemik. Pegiat demokrasi di antaranya dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyoroti independensi tim seleksi anggota KPU-Bawaslu yang dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, ada empat orang unsur pemerintah dalam tim itu yang tak sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Mestinya, berdasarkan Pasal 22 UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu ayat (3) disebutkan anggota tim seleksi terdiri dari tiga orang unsur pemerintah, empat orang unsur akademisi, dan empat orang unsur masyarakat. Diharapkan, tim seleksi bisa memilih calon anggota KPU dan Bawaslu yang benar-benar independen dan bebas kepentingan kelompok.

“Kalau mau cari penyelenggara pemilu yang independen, maka timselnya juga harus independen. Jangan sampai ada kepentingan dengan kelompok-kelompok tertentu,” kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati, menegaskan ketika itu pada Selasa (12/10/2021).

Dalam perjalanannya menuju Pemilu 2024, diketahui sangat banyak terjadi pelanggaran. Berdasarkan Undang-Undang Pemilu, terdapat tiga jenis pelanggaran pemilu, yaitu pelanggaran kode etik, pelanggaran administratif, dan tindak pidana pemilu. Berbagai pelanggaran yang ditemukan pun mencakup tiga jenis tersebut.

Dari ribuan pelanggaran yang terjadi, ada satu yang menjadi sorotan besar dan menyita perhatian publik, yakni terkait pencalonan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pun memvonis Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan enam komisioner KPU lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres Pemilu 2024.

Ketua DKPP Heddy Lugito dalam sidang putusan pada Senin (5/2/2024), menyatakan Hasyim Asy’ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir. Selain Hasyim, anggota KPU RI lainnya, yaitu Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin, juga dijatuhi sanksi peringatan.

Meski begitu, Heddy menyebutkan putusan lembaganya terhadap Hasyim Asy’ari tak berdampak pada pencalonan cawapres Gibran. Adapun atas vonis DKPP tersebut, Ketua KPU Hasyim Asy’ari enggan mengomentari. “Itu kewenangan penuh dari majelis DKPP untuk memutuskan,” ucap Hasyim singkat seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2024).

Sedangkan menyangkut jumlah pelanggaran, Bawaslu meregistrasi sebanyak 1.023 dugaan pelanggaran Pemilu 2024 yang berasal dari laporan dan temuan. Rinciannya, 482 berasal dari laporan dan 541 berasal dari temuan. Dua hari sebelum KPU mengumumkan hasil Pemilu 2024, Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan pihaknya akan mengebut proses penanganan semua perkara dugaan pelanggaran Pemilu 2024 yang telah diterima.

Ia menyebut semua perkara dugaan pelanggaran pemilu yang telah teregistrasi ditargetkan untuk diputus sebelum 20 Maret 2024, sesuai dengan tenggat waktu yang dimiliki KPU sampai 20 Maret 2024 untuk mengumumkan hasil pemilu. “Kami berupaya untuk bisa ambil keputusan secepatnya sebelum penetapan hasil pemilu,” kata Lolly di Kantor KPU, Jakarta, Senin (18/3/2024). Akan tetapi ia menyatakan, tidak mungkin semua perkara bisa dikebut pengerjaannya, bergantung pada tingkat kompleksitasnya. 

Pelanggaran Jokowi

Selain pelanggaran oleh KPU ihwal pencalonan Gibran, Presiden Jokowi pun menjadi sorotan publik yang menilai melakukan pelanggaran berupa aktif dan intens blusukan dan bagi-bagi bantuan sosial (bansos) jelang pencoblosan. Berbagai pihak, termasuk di antaranya calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo mendesak Bawaslu berani menindak pelaku pelanggaran proses penyelenggaraan Pemilu 2024, termasuk kepada Presiden Jokowi.

Ganjar menekankan pemerintah jangan menunggangi kebijakan publik sebagai bagian dari kampanye politik. Dalam hal ini bansos merupakan hak masyarakat. “Jangan disalahgunakan. Kalau dilakukan di kalender politik dan ada yang keliru segera Bawaslu bertindak, jangan pernah takut,” kata Ganjar di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (31/1/2024).

Tim Hukum dari Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud Md sebelumnya telah memberikan informasi awal terhadap dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) di sejumlah tempat kepada Bawaslu. Direktur Penegakan Hukum dan Advokasi TPN Ganjar-Mahfud, Ifdhal Kasim mengungkapan pihaknya mencium adanya pelanggaran netralitas aparat secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). “Pelanggaran yang banyak ini dalam bentuk TSM,” kata Ifdhal di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (16/1/2024).

Serupa dengan Ganjar, capres nomor urut 1 Anies Baswedan pun menyoroti penyerahan bansos yang dibagikan pemerintah, termasuk oleh Presiden Jokowi dalam momentum pemilu. Anies saat kampanye di Tegal, Jawa Tengah, Selasa (30/1/2024), menegaskan bansos seharusnya diberikan mengikuti kalender rakyat, bukan kalender politik. “Kapan rakyat membutuhkan di situ diberikan bansos, ada jadwalnya, sesuai kebutuhan rakyat bukan sesuai kebutuhan politik.”

Adapun Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menuntut Bawaslu menindak dugaan pelanggaran netralitas oleh para pejabat negara. Desakan itu terkait pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut kepala negara dan menteri boleh berpihak ke salah satu capres-cawapres tertentu. Bawaslu juga diminta harus menindak seluruh tindakan yang diduga memanfaatkan program dan tindakan pemerintah yang menguntungkan peserta pemilu tertentu.

“Jika ada tindakan presiden, apapun itu bentuknya, jika dilakukan tidak dalam keadaan cuti di luar tanggungan negara, tetapi menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu jelas adalah pelanggaran pemilu,” tuturnya, menekankan. Termasuk juga, kata dia, tindakan para menteri yang memiliki kecenderungan menguntungkan peserta pemilu tertentu.  

Kecurangan Pemilu

Berbagai elemen masyarakat yang antara lain tergabung dalam Gerakan Aksi Rakyat Gugat Pemilu 2024, menolak pemilu curang dan mendesak DPR menggulirkan hak angket untuk menyelidiki dugaan berbagai kecurangan Pemilu 2024 serta menuntut Presiden Jokowi dimakzulkan lantaran dianggap gagal mewujudkan pemilu yang jujur dan adil.

Koordinator Gerakan Aksi Rakyat Budi Muliawan dalam jumpa pers di Jakarta, Sabtu (24/2/2024), menyatakan pihaknya melihat problematik bangsa terutama yang di depan mata, yaitu masalah Pemilu 2024 yang penuh kecurangan. Pernyataan sikap ini ditujukan ke seluruh pemangku kepentingan bangsa, termasuk KPU dan Bawaslu. Gerakan Aksi Rakyat meminta pihak yang terbukti melakukan kecurangan untuk dihukum sepantasnya.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran (Unpad) Prof. Romli Atmasasmita menilai Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024 (Pilpres) merupakan pesta demokrasi paling buruk dan banyak diwarnai dengan kecurangan yang TSM. Dia menyebut sudah mengikuti pemilu sebanyak tujuh kali, dan pesta demokrasi kali ini yang paling amburadul.

“Biar KPU, Bawaslu, Polri mengatakan ini sudah lurus, ini kalau bahasa saya, ini govermental crime. Kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah. Pertanyaannya siapa yang bisa mengadili?” kata Romli dalam diskusi publik bertajuk ‘Sirekap dan Kejahatan Pemilu 2024, Sebuah Konspirasi Politik’ di Sekretariat Barikade 98, Jakarta, Senin (18/3/2024).

Sedangkan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyebut Presiden Jokowi merupakan sumber masalah sehubungan dengan dugaan ikut campur dalam kecurangan Pilpres 2024. “Sumber masalah, sumber masalah bangsa adalah presiden, maka presiden layak dimakzulkan,” kata Din saat menghadiri demonstrasi bersama massa yang mengatasnamakan Gerakan Penegakan Kedaulatan Rakyat (GPKR) di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (19/3/2024).

Ikut bersuara, mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) yang menyatakan Pemilu 2024 menjadi penyelenggaraan pesta demokrasi terburuk dalam sejarah. JK terang-terangan menyebut penyelenggaraan pemilu saat ini, sangat jelas telah diatur oleh kelompok-kelompok minoritas yang memiliki peluang menggunakan uang untuk meraih kekuasaan.

Politikus senior Partai Golkar ini melihat potensi kemerosotan demokrasi hingga kembalinya rezim otoriter jika masyarakat terlena dengan situasi sekarang. “Ini perlu dikoreksi, perlu dievaluasi,” ucap JK saat menjadi pembicara di “Election Talk #4: Konsolidasi untuk Demokrasi Pasca Pemilu 2024 Oposisi atau Koalisi”, di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis (7/3/2024).

Benar memang di awal, bila proses pemilihan anggota KPU dan Bawaslu melalui tim seleksi yang dibentuk Presiden Jokowi sudah menuai polemik, maka dalam perjalanannya pun penyelenggaraan pemilu diwarnai berbagai masalah pelanggaran hingga kecurangan yang semuanya tak terlepas dari “cawe-cawe” Presiden Jokowi dalam pesta demokrasi 2024.

 

 

Back to top button