Kanal

Jewish Insider: Israel Berperan Besar dalam Evakuasi Misi Kemanusiaan Indonesia di Gaza


Pengantar: Pada 28 Februari 2024, Lahav Harkov, wartawan media massa Israel, Jewish Insider, menulis bahwa rencananya Indonesia akan meresmikan hubungan diplomatik dengan Israel pada awal Oktober 2023. Rencana itu gagal, konon, karena terjadinya saling serang antara Israel dengan kelompok perlawanan Palestina, Hamas. Pada 6 Maret 2024, kembali Harkov menulis soal Indonesia, Israel dan misi kemanusiaan Indonesia di Gaza, neraka yang diciptakan Israel di bumi. Namun karena sensitifnya isu, kami memilih untuk menerjemahkan tulisan Harkov tersebut secara utuh. Kami yakin, pembaca memiliki kebijakan masing-masing dalam memaknai dan menyikapi tulisan ini. –Redaksi

Mungkin anda suka

 

The rescue mission that tested burgeoning Israel-Indonesia relations

 

Yerusalem dan Jakarta bekerja sama untuk mengeluarkan warga Indonesia dari Gaza, membuka pintu untuk menjalin hubungan diplomatik bahkan setelah pengumuman yang direncanakan ditangguhkan

Oleh    : Lahav Harkov   6 Maret 2024

Pada tanggal 6 Oktober 2023, Abdillah “Bang” Onim, pendiri Nusantara Palestina Center, sebuah organisasi yang memberikan bantuan kemanusiaan, membagikan sepatu kets baru kepada anak laki-laki dan perempuan berseragam sekolah di Gaza.

Sehari kemudian, ketika Hamas menginvasi Israel selatan, membunuh 1.200 orang dan menyandera 240 orang di Gaza, Onim menggunakan Instagram untuk menggalang dana, memberi tahu (kepada) lebih dari satu juta pengikutnya bahwa Kementerian Kesehatan Gaza meminta penduduk setempat untuk menyumbangkan darah.

Pada 8 Oktober, Onim memposting video truk yang didanai oleh donor Indonesia,  mengirimkan air minum bersih ke warga Gaza di saluran YouTube-nya yang memiliki hampir dua juta pengikut.

Dalam video berikutnya, Onim mengunggah video selfie dari Gaza usai serangan Angkatan Udara Israel. “PERLU AKSES DAN AKSI KEMANUSIAAN! HUMANITY APPEAL,” demikian judul video tersebut. Deskripsinya berbunyi: “Gaza memburuk. Tidak ada listrik. Tidak ada air bersih. Tidak ada obat. Tidak ada bahan bakar. Perbatasan begitu dekat dan (kami) dibombardir. Perang yang parah, tragis, tragedi, pembantaian, lebih tragis dari perang di Afghanistan.”

Onim mengunggah video tersebut pada 14 Oktober 2023– satu hari setelah Israel dan Indonesia, negara mayoritas Muslim terbesar di dunia, menargetkan untuk mengumumkan hubungan diplomatik, dalam bentuk pertukaran kantor dagang.

Selama beberapa bulan, Yerusalem dan Jakarta telah berupaya mencapai kesepakatan normalisasi, termasuk pertemuan di negara ketiga, yang berpuncak dengan kunjungan Andi Widjajanto, penasihat presiden Indonesia ke Yerusalem. Kedua belah pihak menyusun nota kesepahaman pada 21 September, yang diperoleh Jewish Insider, untuk membuka kantor perdagangan dan memungkinkan lebih banyak warga Israel mendapatkan visa untuk mengunjungi negara Asia Tenggara itu untuk urusan bisnis. Juru bicara presiden Indonesia lainnya membantah laporan tersebut.

Jalur komunikasi belakang antara Widjajanto dan Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri saat itu, Ronen “Maoz” Levy, yang memainkan peran penting dalam Abraham Accords, adalah melalui pengusaha Joey Allaham yang berbasis di New York.

Hanya lebih dari dua minggu setelah kedua belah pihak menyetujui teks MOU, normalisasi Israel-Indonesia dibatalkan dan jalur belakang tersebut akan digunakan untuk tujuan baru: untuk menyelamatkan warga Indonesia yang terjebak di Gaza.

Kontak mediasi yang terus berlanjut antara Jakarta dan Yerusalem telah membuka pintu bagi pembentukan hubungan diplomatik sehubungan dengan upaya Indonesia untuk bergabung dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

                                                              ***

Dalam pesan WhatsApp yang diperoleh Jewish Insider pada 12 Oktober, Judha Nugraha, direktur Perlindungan Warga Negara Kementerian Luar Negeri Indonesia, mengirimkan kepada (Joey) Allaham—pelobi internasional untuk kepentingan Israel–daftar orang Indonesia yang ingin dievakuasi dari Gaza, termasuk Onim, istri, anak perempuannya yang berusia 12 tahun, dua anak laki-lakinya yang berusia 10 dan tujuh tahun, serta dua orang kerabat istrinya, atas petunjuk Widjajanto. 

Daftar tersebut juga mencakup Muhamad Husein, pendiri LSM Jaringan Internasional untuk Kemanusiaan, yang menjalankan saluran YouTube bernama “Muhammad Husein Gaza” dengan lebih dari 1,2 juta pengikut, yang berusaha meninggalkan Gaza bersama istri dan dua anaknya, berusia 9 dan 4 tahun. Tiga sukarelawan lainnya di Rumah Sakit Indonesia yang dikelola LSM di Gaza juga masuk dalam daftar tersebut, namun mereka memutuskan untuk tetap tinggal.

Koordinator Kegiatan Pemerintah di Wilayah Israel (COGAT), sebuah badan sipil-militer yang antara lain mengoordinasikan bantuan kemanusiaan di Gaza, sedianya akan terlibat dalam membantu para WNI itu meninggalkan Gaza. Namun Nugraha meminta agar warga Israel yang menjadi penghubung dalam urusan itu mengidentifikasi diri mereka sebagai staf PBB, karena masalah ini “sensitif secara politik.”

COGAT menolak berkomentar mengenai perannya dalam masalah ini. Namun sumber diplomatik senior Israel membenarkan keterlibatan Israel dalam mengevakuasi WNI dari Gaza.

Husein menerbitkan kontennya yang berjudul “Pesan Terakhir dari Gaza”-– atau begitulah menurutnya–di saluran YouTube-nya pada 12 Oktober.

Maka dimulailah kisah yang berlangsung hampir sebulan ini, dengan upaya berulang kali oleh pihak Indonesia untuk meninggalkan Gaza yang digagalkan oleh penjaga perbatasan Mesir, penembakan oleh Hamas, dan pemboman IAF.

Pada awal 14 Oktober, Allaham menyampaikan pesan dari COGAT bahwa siapa pun yang termasuk dalam daftar yang telah disetujui sebelumnya dapat melanjutkan perjalanan menuju Rafah, dekat perbatasan dengan Mesir. Tetapi dua jam kemudian ia memerintahkan semua orang untuk segera meninggalkan daerah tersebut “karena informasi mengkhawatirkan yang kami terima”-– kemungkinan serangan Hamas di perbatasan. Hari itu, Onim memposting videonya tentang ketiadaan listrik dan air bersih di Gaza.

Ketika hari-hari berlalu dengan pemerintah Mesir yang tak jua mengizinkan orang asing melewati penyeberangan Rafah, Nugraha menulis pada 16 Oktober: “Saya perlu menjaga semangat dan kesabaran para pengungsi Indonesia.”

Beberapa hari kemudian, Allaham menjelaskan kepada Nugraha bahwa Hamas akan “menembak siapa pun yang berjalan menuju gerbang…Saya pikir besok [IDF] akan berada di lapangan untuk menjaga orang asing yang keluar. Ada orang Amerika yang juga tidak bisa keluar.”

Onim mengirim SMS: “Anak-anak Indonesia yang ketakutan ingin keluar…Kami merasa panik.”

Namun di media sosial, Onim seperti biasa memposting: “Ini salah satu cara Pak Onim menyemangati anak-anak yatim piatu di Gaza, dengan piknik, makan,” bunyi caption videonya pada 18 Oktober.

Lima hari kemudian, Onim mengirimkan video jendela rumahnya yang pecah akibat rudal yang menghantam titik di dekatnya.

Nugraha memberikan lokasi Onim dan Husein–di Kota Gaza dan Khan Younis-– serta Rumah Sakit Indonesia, agar Allaham mengirimkannya ke titik kontak utamanya di Israel, yakni Levy, pejabat Kementerian Luar Negeri. Itu ia lakukan untuk memastikan perjalanan yang aman bagi WNI manakala penyeberangan nanti dibuka kembali.

“Apakah mereka mampu mengamankan [rumah sakit] untuk memastikan [tidak ada] peluncur roket?” tanya Allaham.  Nugraha menjawab dengan tegas–yang pada akhirnya ternyata salah.

Nugraha bertanya-tanya apakah Indonesia dapat mencoba melakukan tawar-menawar dengan Mesir untuk mengizinkan warganya mengungsi ke sana? Namun Allaham menjelaskan bahwa Kairo mengkhawatirkan keamanannya jika sejumlah besar warga Palestina melintasi perbatasan.

“Banyak pengeboman,” tulis Onim pada 31 Oktober. “Tolong kami ingin segera pergi dari Gaza. Di rumah saya, semuanya anak Indonesia.”

Hari itu, Menteri Luar Negeri Tony Blinken mengatakan dalam sidang Senat bahwa Hamas mencegah 400 warga AS melarikan diri dari Gaza.

Beberapa jam kemudian, Nugraha mendapat konfirmasi dari Mesir bahwa Onim dan keluarganya diperbolehkan masuk Mesir. 

Istri dan anak-anak Husein tidak dimasukkan dalam daftar Mesir, dan dia tidak mau meninggalkan mereka. Setelah tujuh jam kontak panik antara Yerusalem, Jakarta dan Kairo, kontak Israel memberi tahu Husein, melalui perantara, bahwa keluarganya dapat melakukan evakuasi dari Gaza.

Namun Onim dan Husein tidak memiliki akses internet selama berjam-jam dan tidak tahu bagaimana harus berkendara menuju penyeberangan Rafah.

Akhirnya, Nugraha bisa menyampaikan instruksi yang Allaham berikan kepada tentara Indonesia: “Jika ada interaksi [dengan tentara IDF] angkat tangan. Suruh dia memakai kaos saja. Katakanlah Menteri Luar Negeri Eli Cohen dan asistennya Maoz, memberi izin untuk pergi.”

Namun Onim menulis bahwa bom dijatuhkan di dekat rumahnya dan dia tidak bisa keluar. Tetangga Husein yang hendak mengantarnya ke penyeberangan juga mengatakan dia terlalu takut untuk pergi.

“Perjalanan dari Kota Gaza ke Gaza Selatan gagal,” tulis Onim di Instagram.

Allaham mencatat, direktur RS Indonesia di Gaza mengaku memberikan bahan bakar kepada Hamas setelah mendapat ancaman dari kelompok terror itu. 

Keesokan paginya, Onim menulis: “Alhamdulillah, saya sedang dalam perjalanan ke Kairo.”

Onim berkata kepada pengikutnya di Instagram: “Insya Allah besok Bang Onim beserta istri dan anak-anak akan berangkat ke Indonesia… Nanti kembali lagi.” Dia berjanji bahwa dia memiliki tim di Gaza yang dapat terus mendistribusikan bantuan.

Pada hari-hari berikutnya, Onim memposting video dari Bandara Internasional Kairo sebelum penerbangan pulang, dan saluran berita Indonesia menampilkan keluarganya setibanya di Jakarta.

Pada 2 November, Husein sedang bergerak–meskipun Nugraha dan Allaham memperingatkannya bahwa Rafah belum terbuka, dan kemudian tidak dapat menghubunginya. Sehari kemudian, penyeberangan Rafah ditutup lagi karena upaya Hamas untuk menyelundupkan orang keluar dari Gaza, kata pesan tersebut.

Husein meyakinkan pengikutnya di YouTube bahwa dia masih hidup, menanggapi laporan palsu di Indonesia, sambil menyebarkan beberapa disinformasi dengan klaim bahwa “puluhan Marinir AS dan I5r43L”–kodenya untuk orang Israel– mati pada hari itu.

Pada tanggal 5 November, Allaham bertanya kepada Nugraha dan Onim tentang terowongan yang ditemukan IDF di bawah Rumah Sakit Indonesia, tempat menyimpan roket dan bahan bakar. “Apakah kamu punya ide?”

“Tidak ada terowongan di RS Indonesia,” tegas Onim.

“Saya tidak tahu soal itu,” kata Nugraha. “Relawan Indonesia juga tidak tahu…Mereka hanya relawan, mereka tidak memiliki akses terhadap rincian operasional rumah sakit.”

Sementara itu, Husein mengklaim di YouTube bahwa “Israel ingin menjatuhkan bom nuklir di Gaza. Itu berasal dari mulut orang-orang yang memiliki DNA pelaku genosida,” katanya tentang orang-orang yang berupaya menyelamatkannya.

“Husein tidak mempercayai kami lagi,”keluh Nugraha pada 7 November. Sementara itu, pihak berwenang Mesir telah menyatakan bahwa (kartu) identitas Husein telah dicuri, sebuah situasi yang harus diselesaikan oleh Nugraha dan Allaham.

Setelah beberapa hari bolak-balik, Allaham berbicara dengan pejabat Kementerian Luar Negeri Israel dan menyampaikan pesan kepada Nugraha dan Husein, Husein berangkat ke Rafah pada 9 November.

Husein mengirimkan foto-foto dari penyeberangan Rafah dan menyaksikan ambulans dan truk bantuan memasuki Gaza, hingga akhirnya ia menulis: “Sekarang sudah terbuka. Kami masuk [Mesir].”

Dan kemudian–kekecewaan lainnya. Meskipun ada janji dari COGAT, Husein tidak ada dalam daftar. Keesokan paginya, penyeberangan Rafah tidak dibuka “karena pengeboman tidak berhenti,” tulis Husein.

Pada 12 November, Allaham menulis kepada Nugraha dan Husein: “Saudaraku, suruh mereka pergi sekarang! Hussein, kamu harus pindah!”

Enam jam kemudian Husein menjawab: “Alhamdulillah. Dalam perjalanan ke Kairo. Terima kasih untuk semuanya.”

Husein kemudian mengatakan kepada situs berita Indonesia bahwa mobil yang dikendarainya ke perbatasan menggunakan minyak goreng sebagai bahan bakarnya.

Pada hari-hari berikutnya, Husein terus mengunggah video online yang memperlihatkan bahwa ia masih berada di Gaza, mengecam “agresi militer Zionis.”

Pada akhir bulan November, Nugraha bertanya apakah ada cara untuk mengevakuasi (personel) rumah sakit Indonesia, dan Allaham mengatakan kepadanya bahwa ketiga relawan tersebut harus pergi, bahkan menyarankan agar Nugraha memberi tahu orang tua mereka bahwa mereka dalam bahaya.

Selama berusaha mengeluarkan WNI dari Gaza, Nugraha mengungkapkan keprihatinannya atas kerusuhan yang terjadi di negaranya. Pada tanggal 21 November, ia menyesalkan “bencana kemanusiaan” di Gaza dan mengatakan bahwa jika IDF “akan membunuh warga sipil dan anak-anak lainnya, saya tidak dapat membayangkan reaksi dari masyarakat Indonesia…Menyerang Rumah Sakit Indonesia dan menargetkan warga sipil akan menempatkan Menlu saya  dalam  posisi sulit dan tidak dapat memainkan peran seperti yang Anda harapkan sebelumnya.”

Sehari kemudian, pada 22 November, situs berita Indonesia, mengutip sumber di Gaza, melaporkan bahwa para relawan tersebut ditangkap oleh tentara Israel di Gaza.

Namun Nugraha mengatakan, “Ketiga WNI tersebut selamat dan tidak ditangkap oleh IDF. Mereka sedang menunggu evakuasi.”

Setelah beberapa hari penyeberangan Rafah ditutup bagi warga asing, para relawan pun bisa keluar.

IDF menggerebek Rumah Sakit Indonesia, menemukan terowongan Hamas, senjata dan mobil sandera di lokasi tersebut. Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengutuk operasi tersebut sebagai “pelanggaran mencolok terhadap hukum humaniter internasional,” dengan ikut serta dalam demonstrasi pro-Palestina yang dihadiri oleh 100.000 orang di Jakarta pada hari itu.

Indonesia bergabung dengan gugatan Afrika Selatan di Mahkamah Internasional pada bulan Januari, mengklaim Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina–meskipun Jakarta bukan pihak dalam Konvensi Jenewa tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida tahun 1948.

                                                   ***

Terlepas dari retorika Jakarta yang menentang Israel, ada indikasi baru mengenai kemungkinan memanasnya hubungan dalam beberapa minggu terakhir.

Namun pada bulan Desember, Israel memblokir Indonesia untuk bergabung dengan OECD, organisasi negara-negara terkaya di dunia.

Seperti yang Nugraha katakan bahwa video penderitaan warga sipil di Gaza “menimbulkan kemarahan dan kebencian di kalangan masyarakat Indonesia dan membuat segalanya menjadi lebih rumit,” Levy mengiriminya pesan melalui perantara yang mendorong Indonesia untuk bergerak menuju normalisasi dengan Israel.

“Anggota OECD adalah negara-negara yang berpikiran sama,” tulis Levy. “Tidak ada preseden dalam OECD bagi anggota yang tidak memiliki hubungan diplomatik penuh dengan anggota lainnya. Kami tidak ingin menciptakan preseden seperti itu.”

“Oleh karena itu, kita perlu memiliki kepastian sebelum peluncuran peta jalan menuju proses aksesi, bahwa setiap kandidat baru harus menjaga hubungan diplomatik penuh dengan semua negara anggota saat ini,” demikian isi catatan tersebut. “Kami berharap dapat menyambut peluncuran peta jalan [Indonesia] menuju proses aksesi ke OECD, namun untuk itu, kita perlu mengambil tindakan yang jelas ke arah yang benar.”

Proses bergabung dengan OECD memerlukan konsensus dari semua negara anggota saat ini, dan Israel menyatakan tidak akan menyetujui aksesi Indonesia ke organisasi tersebut tanpa hubungan diplomatik penuh.

Indonesia mengadakan pemilihan presiden pada pertengahan bulan Februari, memilih Prabowo Subianto, menteri pertahanan negara, sebagai presiden. Subianto diam-diam mendukung normalisasi hubungan dengan Israel dan bertemu dengan para pejabat Israel.

Minggu berikutnya, Israel menghapus hak vetonya terhadap Indonesia setelah Sekretaris Jenderal OECD Matthias Cormann mengatakan bahwa OECD hanya akan mengizinkan negara kepulauan Asia Tenggara untuk bergabung setelah mengakui Israel. Sebuah sumber diplomatik mengkonfirmasi hal itu kepada JI, dan mengatakan bahwa solusinya adalah usulan Yerusalem. .

Proses aksesi OECD kemungkinan akan memakan waktu lebih dari satu tahun, bahkan dengan adanya insentif tambahan bagi Indonesia, kemungkinan normalisasi dengan Israel hanya akan terjadi setelah perang di Gaza mereda. [Jewish Insider]

 

Back to top button