Market

Investasi Ugal-ugalan, Kasus Rempang Tempat Belajar Para Capres

Investasi Ugal-ugalan, Kasus Rempang Tempat Belajar Para Capres

Selasa, 19 September 2023 – 13:50 WIB

Konflik Pulau Rempang, Batam, Kepri. (Foto: Antara).

Konflik Pulau Rempang, Kota Batam, Kepri, membuktikan bahwa tidak semua investasi berbuah manis. Tata cara salah, apalagi menempatkan rakyat sebagai obyek investasi, berujung fatal.

Peristiwa Rempang harus menjadi pelajaran bagi para calon presiden (capres). Apakah itu, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo atau Anies Baswedan.

Pengamat sosial, Memet Hakim tak bisa menahan diri untuk tak berkomentar. Dia menantang ketiga capres itu, hadir ke Pulau Rempang.

“Beranikah Anies datang ke Batam mendukung perjuangan bangsa Melayu di Rempang? Beranikan PS (Prabowo Subianto) yang menteri pertahanan ini, membela dan melindungi rakyatnya? Atau mungkin Ganjar Pranowo, setelah belajar dari kasus Wadas, beranikah membela calon rakyatnya di Kepri,” kata Memet.

Memet benar. Ganjar saat menjabat Gubernur Jawa Tengah (Jateng), sempat dibikin pening kasus Wadas. Di mana, pemerintah tega menggusur rakyat hanya demi proyek atau investasi. Dua peristiwa itu, menjadi sejarah kelam era Presiden Jokowi.

Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, menolak keras proyek strategis nasional (PSN) demi bertahan hiidup. Tak perduli meski harus berhadapan dengan aparat. 

Konflik Wadas dimulai dari rencana pembangunan Bendungan Bener yang masuk PSN. Bendungan ini dibangun untuk memasok air ke Bandara International Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.

Nah, untuk membendung Sungai Bogowonto, perlu batu andesit yang diambil dari perut bumi Desa Wadas. Dalam sekejab, muncul tambang andesit di areal seluas 145 hektare.

Penolakan muncul lantaran penambangannya mengancam keberadaan 28 mata air. Yang selama ini menjadi sumber penghidupan warga desa. Selain itu, potensi tanah longsor yang mengancam warga desa, membesar.

Penambangan andesit dilakukan dengan cara dibor, dikeruk, dan diledakkan, menggunakan 5.300 ton dinamit . Kedalamannya hingga 40 meter. Dengan target 15,53 juta meter kubik batu andesit, untuk membangun Bendungan Bener.

Merasa terancam, wajar bila warga Wadas menolak keras.  Dan, konflik pun pecah. Kalangan aktivis lingkungan ikut bergerak, mendampingi warga. Sebanyak 64 warga ditangkap. Tentu saja, kasus ini meninggalkan luka yang dalam.

Kasus Rempang pun ceritanya sama. Proyek Rempang Eco City terkesan kuat dipaksakan. Hanya dalam tempo 3 bulan, proyek Rempang Eco City masuk PSN, melalui Permenko Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).

“Gerak cepat penguasa demi China di Pulau Rempang, Juli MOU Indonesia – China,” ujar mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, Kamis (14/9/2023).

Ternyata benar. Pada Juli 2023, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia yang mendampingi kunjungan kerja Presiden Jokowi ke China, meneken komitmen investasi Xinyi Group senilai US$11,5 miliar atau setara Rp175 triliun. (kurs Rp15.107/US$).

Dengan penuh percaya diri, Menteri Bahlil menyampaikan rencana Xinyi membangun pabrik kaca terbesar kedua sedunia di Pulau Rempang. Dibangun pula pabrik solar sel dan hilirisasi pasir kuarsa.

Dia juga membanggakan investasi ini adalah pemecah masalah pengangguran yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlahnya hampir 8 juta jiwa. Atau 5,45 persen dari total angkatan kerja per tahun, sebesar 146,62 juta tenaga kerja.

“Investasi membangun kaca dan solar panel ini, akan memakai tenaga kerja Indonesia sekitar 35 ribu orang,” kata Menteri Bahlil.

Selain itu, pihak Xinyi Group menandatangani kerja sama investasi dengan PT Makmur Elok Graha (MEG), perusahaan milik taipan Tomy Winata atau TW. Selanjutnya, MEG akan menyiapkan lokasi dan kebutuhan pendukung dari pabrik kaca panel surya milik Xinyi.

Pada Kamis (7/9/2023), pecahlah konflik di Pulau Rempang. Saat itu, warga menolak kedatangan aparat gabungan TNI, Polri, dan Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam. Mereka berencana mengukur lahan untuk kawasan Rempang Eco City.

Berdasarkan situs BP Batam, proyek Rempang Eco City perlu lahan seluas 7.572 hektare lahan di Pulau Rempang. Luasan itu ekivalen dengan 45,89 persen total Pulau Rempang yang luasnya 16.500 hektare. Dari kawasan Rempang Eco City ini, digadang-gadang muncul investasi Rp381 triliun pada 2080.

Menghadapi penolakan warga, aparat gabungan bukannya mundur atau diam sejenak. Untuk membangun dialog. Mereka justru tancap gas. Bentrokan fisik pun tak bisa dihindari.

Bertubi-tubi, polisi menembakkan gas air mata ke mana-mana. Bahkan menyasar sekolahan. Sejumlah siswa harus dibawa ke rumah sakit, akibat gas air mata yang diklaim aparat terbawa angin.

Peristiwa itu terekam jelas dalam video yang diunggah akun Twitter Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Warga mengalami luka dan beberapa orang diangkut ke mobil tahanan.  Video itu dibenarkan Ketua YLBHI Muhammad Isnur.

Di era Jokowi, investasi benar-benar diburu. Pada 2022, realisasinya mencapai Rp1.207 triliun. Sedikit di atas target Rp1.200 triliun. Tahun ini, targetnya dikerek lagi menjadi Rp1.400 triliun. Paruh pertama 2023, realisasinya baru Rp678,7 triliun. Atau 48,5 persen dari target.

Namanya pemimpin, betul, wajib hukumnya menggerakkan roda perekonomian dengan mengejar investasi. Tujuannya mulia, bagaimana membuat rakyat yang miskin menjadi sejahtera. Yang sudah sejahtera, bisa semakin sejahtera. Bukan malah membuat sengsara. Tanah hilang, rumah melayang.

Harus diakui, investasi China mengalir deras ke Indonesia di pemerintahan Jokowi. Data Southeast Asia Aid Map yang dirilis Lowy Institute mengungkapkan, pada 2015-2021, China mengucurkan dana pembangunan US$37,9 miliar ke Asia Tenggara.

Dan, Indonesia menjadi negara penerima teratas, sebesar US$15,1 miliar. Disusul, Laos sebesar US$6,48 miliar. Urutan ketiga adalah Malaysia sebesar US$4,96 miliar.

Masuknya dana-dana dari China itu, ada tak enaknya. Pekerja China menjadi bertebaran di proyek-proyek investasi negeri Tirai Bambu.

Kehadiran mereka pun melahirkan banyak masalah. Karena, mereka mendapatkan perlakuan serta pendapatan yang lebih ketimbang pekerja lokal. Konflik pun terjadi di mana-mana.

Topik

Komentar

BERITA TERKAIT

Back to top button