Arena

Inilah Ragam PR Besar Menteri Etho Jadi Ketua PSSI

Asa dalam memberikan warna dan nuansa baru bagi sepak bola Indonesia yang dicanangkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir disambut positif oleh pemilik suara (voter) dalam Kongres Luar Biasa PSSI 2023, Kamis (16/2/2023), di Jakarta. Etho sapaanya mengumpulkan 64 suara dari 86 suara yang tersedia untuk memimpin Federasi Sepak bola Indonesia pada periode 2023-2027.

Namun antusiasme dan harapan untuk mengatasi masalah persepakbolaan Indonesia menjadi tantangan yang harus dibenahi Etho sebagai ketua umum PSSI ke-18 sejak Federasi berdiri pada 1930.

Etho yang kini menjadi Menteri BUMN pernah menjadi pemilik klub Major League Soccer, DC United, Pria berusia 52 tahun itu juga pernah menjabat sebagai orang nomor satu di klub sepak bola Inter Milan.

Pengalaman Etho dihadapkan pada sejumlah tantangan yang sejauh ini masih jadi pekerjaan rumah besar bagi PSSI itu sendiri.

1. Pembinaan usia dini

Filanesia, filosofi sepakbola Indonesia yang dimiliki PSSI menentukan perkembangan usia dini sepakbola Indonesia mulai dari usia 6 tahun.

Namun, selama ini asosiasi provinsi dan asosiasi kota/kabupaten yang merupakan perwakilan PSSI di masing-masing daerah masih lalai dalam pembinaan.

Kebanyakan asprov dan askot/askab tidak merangkap jabatan kepelatihan remaja, kalau tidak bisa dibilang “semua” asprov dan askot/askab lalai dalam tanggung jawab kepelatihannya.

Sektor swasta dan sponsor sejauh ini merangkul pembinaan bagi kaum muda. Hanya pendamping atau pemberi izin yang dapat menduduki jabatan asprov dan askot/askab.

Ketrampilan pengurus askab/askot dan asprov menjadi faktor dalam permasalahan ini. Mayoritas asprov dan askab/askot tidak memenuhi syarat untuk pekerjaannya.

Pembinaan generasi muda akan berjalan sebagaimana mestinya ketika pengurusnya berkualitas tinggi karena mereka akan mampu membuat program yang efektif dan mencari sponsor atau mitra.

2. Tata kelola Kompetisi

Banyak pihak sepakat bahwa timnas yang baik lahir dari kompetisi yang baik. Liga 1 sebagai liga paling elit di Indonesia masih butuh perlu ditingkatkan.

Kompetisi 1 kembali ke tragedi Kanjuruhan adalah cerminan dari kebutuhan akan perubahan dalam kompetisi sepak bola Indonesia.

Setelah selesai pada bulan Desember, Liga 1 lebih banyak menonjolkan kontroversi, terutama di atas keputusan.

Jangan berharap pemain, pelatih, atau tim mendengarkan keputusan wasit kecuali jika wasit dan perlengkapannya sendiri tak mendapatkan perangkat yang cukup untuk pengambilan keputusan.

Kompetisi juga harus sejalan dengan agenda Timnas Indonesia. Dalam banyak kasus, persiapan dan pelaksanaan turnamen Timnas Indonesia kerap berbenturan dengan agenda klub.

Oleh karena itu, pelatih tim Indonesia tidak mendapatkan pemain yang diinginkannya karena pelatih klub melarangnya. Pihak klub khawatir timnya akan mengalami penurunan performa jika timnas ‘memperoleh’ pemain kunci.

3. Sarat Kepentingan

Kepentingan manajemen sendiri merupakan masalah yang perlu diperhatikan untuk periode pengurus baru PSSI ini.

Anggota komite eksekutif (Exco) PSSI saat ini adalah anggota klub. Karena mereka harus menjaga kepentingan klub, keputusan yang dibuat sebagai hasilnya juga bisa menjadi bias.

Ketua PSSI tidak memiliki otoritas tunggal atas masalah ini. Pasalnya, nama Exco PSSI akan masuk bersamaan dengan pemilihan ketua umum.

Ketua PSSI mampu membujuk para anggota Exco ini untuk mengesampingkan kepentingan pribadi mereka untuk fokus pada pekerjaan mereka.

Suasana sepak bola akan baik jika PSSI bisa menerapkan hukum atau aturan dengan benar. Regulasi bisa jadi tidak konsisten dan seringkali memiliki bias, yang menjadi isu terkini.

Oleh karena itu, persepakbolaan Indonesia banyak berkutat dengan konfilik dengan masalah-masalah tersebut ketimbang membuat kemajuan untuk mendulang prestasi.

Back to top button