Ototekno

Gaza, Korban Uji Coba Kebrutalan AI Militer Israel

Penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) oleh Israel dalam serangan mereka ke Jalur Gaza telah menimbulkan perdebatan intens mengenai aspek etis dan kemanusiaan dalam perang modern. Menurut investigasi yang dilakukan oleh media Israel, +972 Magazine dan Local Call, Israel telah meningkatkan serangan mereka dengan bantuan sistem AI bernama Habsora, yang meningkatkan kecepatan dalam menentukan target.

AI Tanpa Pandang Bulu

Dilaporkan bahwa sistem AI ini tidak membedakan antara target militer dan sipil, yang meningkatkan risiko korban di kalangan warga sipil. Mantan pejabat intelijen Israel dalam wawancara tersebut mengungkapkan bahwa aturan penargetan telah dilonggarkan, memungkinkan serangan yang lebih luas dan tidak selektif.

Sistem Habsora dilaporkan fokus pada kuantitas target daripada kualitas, dengan manusia hanya melakukan peninjauan singkat sebelum serangan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang akurasi dan pertimbangan moral dalam penentuan target. Menurut profesor ilmu politik, Anwar Mhajne, ini adalah pertama kalinya teknologi AI digunakan dalam skala besar untuk menentukan sasaran serangan.

Penggunaan AI dalam penargetan membuka isu baru tentang tanggung jawab dan akuntabilitas dalam konflik bersenjata. Serangan yang menghasilkan korban sipil besar dapat melanggar hukum kemanusiaan internasional, meskipun teknologi canggih digunakan.

Peran AI dalam Strategi Militer Israel

Israel Defense Forces (IDF) telah menggunakan AI untuk mengidentifikasi lebih dari 12.000 target di Gaza. Sistem AI, The Gospel, bertugas menemukan dan menyerang target dengan cepat, berkontribusi pada efisiensi serangan tetapi juga meningkatkan risiko serangan kepada sipil.

Dengan Israel sebagai salah satu negara pertama yang menggunakan AI dalam konflik bersenjata, negara lain akan memantau dan belajar dari penggunaannya. Ini menandai momen penting dalam sejarah perang, di mana keputusan hidup dan mati semakin bergantung pada sistem otomatis.

Back to top button