News

Penggabungan KIB dan KIR Menguntungkan Prabowo tapi Merugikan Rakyat

Wacana penggabungan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) dinilai akan merugikan rakyat. Sebab penggabungan bisa mempersempit ruang partisipasi bagi masyarakat luas.

Akademisi Universitas Mulawarman Samarinda Herdiansyah Hamzah mengatakan penggabungan hanya akan mengantarkan perbincangan soal capres dan cawapres di tingkat elite partai, sedangkan rakyat hanya jadi objek lumbung suara.

“Rakyat hanya dijadikan lumbung suara, perannya diabaikan dalam perbincangan capres-cawapres sejak awal, dan inilah wajah busuk demokrasi kita hari ini,” ucapnya di Samarinda, Kamis (16/2/2023).

Selain itu, ia menilai penggabungan ini juga akan merugikan bagi kalangan politikus, sebab bisa menutup ruang untuk calon-calon alternatif. Besar kemungkinan bila penggabungan ini terjadi, publik akan disajikan calon yang itu-itu saja.

“Bagi saya, bergabungnya KIB dan KIR ini justru makin menutup ruang bagi calon-calon alternatif, jadi kemungkinan kita tidak akan melihat nama-nama baru dalam koalisi ini, tetapi nama-nama yang sudah seringkali kali nyapres sejak dua sampai dua kali pemilu sebelumnya seperti Prabowo,” papar Herdiansyah.

Ia menjelaskan, KIB yang terdiri dari Golkar, PAN dan PPP, total memiliki 148 kursi, sementara Koalisi KIR yang terdiri dari Gerindra dan PKB, total memiliki 136 kursi, maka pihak yang paling diuntungkan bila penggabungan ini adalah Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Mengingat Prabowo memang satu-satunya tokoh yang memiliki elektabilitas tinggi di antara tokoh-tokoh dari parpol-parpol KIB dan KIR.

“Bergabungnya KIB dan KKIR, tentu akan menguntungkan calon yang memiliki elektabilitas kuat dan yang memang sudah santer dicalonkan sebagai capres di internal kedua koalisi, yakni Prabowo Subianto,” tuturnya.

Dengan penggabungan itu, sambung dia, tentu di atas kertas Prabowo dipastikan bisa memenangkan kontestasi Pilpres 2024. “Kalau kedua koalisi ini bergabung, maka secara matematis akan memegang jumlah kursi dominan,” pungkas dia.

Namun demikian, hitungan tersebut tidak mutlak, karena akan berbeda kondisi lapangannya. Apalagi, jika PDIP sebagai satu-satunya partai yang punya tiket pencapresan tanpa koalisi, memunculkan kandidat sendiri, dan melahirkan poros ketiga.

Back to top button