Market

Masihkah Banyak Pasien Terlantar?

Saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjanjikan dengan ada pada UU Kesehatan yang akan disahkan, dia punya kewenangan untuk mengkoordinasikan antara BPJS dan rumah sakit sehingga pelayanan kesehatan peserta BPJS akan cepat tertangani.

Menkes memahami, setiap membahas layanan kesehatan selama ini fokus masyarakat tentu yang lama dalam penanganan. Pasien peserta BPJS akan menunggu lama dan seakan terkatung-katung atau duduk berlama-lama di depan loket antrian. Ini berbeda dengan pasien nonBPJS, mereka mendaftar mungkin tidak terlalu pagi dan selang sejam kemudian sudah bisa ketemu dokter ataupun mendapat tindakan.

Namun, harapan Menkes dengan UU Kesehatan yang baru, dia memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikan rumah sakit dan BPJS. Masalah pasien yang terlalu lama menunggu jadwal dokter maupun menunggu peralatan medis siap, selama ini tidak bisa diatasi.

Jadi, Menkes bisa mempertemukan persoalan yang terjadi di rumah sakit dengan kebutuhan layanan kesehatan bagi peserta BPJS. Apalagi masyarakat tahunya, dengan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS, akan mendapat pelayanan yang layak, cepat dan segera sembuh dari penyakit.

Selama ini, BPJS tidak dapat mendeteksi keluhan pasien yang tertengani dengan lama. Artinya tidak dapat memetakan keluhan pasien tentang lamanya antrian di rumah sakit. “Ini, keluhan ini bisa diatasi dengan Satu Sehat yang kami susun, terdiri dari data rumah sakit beserta dokter, nakes, apotek dan lab nya. Ini tidak ada di BPJS,” ucapnya.

Namun, BPJS memiliki data tentang kepesertaan. Sedangkan Kementerian Kesehatan sedang melakukan digitalisasi rumah sakit, apotik dan dokter serta dokter spesialis, yang disebut Program Satu Sehat. Dari data Satu Sehat, bisa terdeteksi waktu yang dibutuhkan pasien medaftar hingga dilayani pihak rumah sakit. Kecepatan pelayanan pemegang BPJS dapat terbaca dari sistem di Kementerian Kesehatan.

“Kalau ada pasien daftar jam 8 pagi dan baru dilayani jam 8 malam, maka kita bisa menegur pihak BPJS. Apalagi kalau ada pasien nonBPJS datar jam 8 dan jam 9 sudah ditangani. Kita akan tunjukkan ke BPJS, kenapa ini bisa, yang itu tidak bisa,” cerita Menkes BGS, begitu dia sering disapa sejak menjadi Dirut Bank Mandiri dulu.

Lamanya pelayanan pasien peserta BPJS memang sering dirasakan ketika akan berobat ke rumah sakit. Pelayanan yang lama, mulai dari pendaftaran hingga pada tindakan dokter yang terkadang memerlukan waktu berhari-hari. Tetapi respon dari BPJS tidak terlalu jelas menyelesaikan masalah ini. Masyarakat lebih sering menyaksikan upaya BPJS bagaimana masyarakat disiplin membayar iuran. Mulai dari menggunakan kewenangan lembaga lain untuk memaksa masyarakat menjadi peserta BPJS.

Dalam UU Kesehatan yang baru, aspek BPJS tidak mengalami perubahan. Bahkan ini ditegaskan Dirut BPJS, Ali Ghufron Mukti. “BPJS dan program JKN tidak diatur di dalam UU Kesehatan yg baru, karena sudah memiliki UU dan Peraturan perundangan tersendiri, semua tetap berjalan seperti biasa,” tegasnya kepada Syahidan dari inilah.com, Jumat (21/7/2023).

Pernyataan ini agak ganjil. Sebab semangat revisi UU Kesehatan adalah untuk memaksimalkan peran pemerintah dalam mengemban amanah UUD 1945 tentang pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Tetapi apa daya, keluhan masyarakat yang membawa dokumen BPJS ke rumah sakit harus menunggu berjam-jam, tidak terjawab dalam UU Kesehatan yang baru.

Ini pun diakui Anggota DPR RI Komisi IX Fraksi Golkar, Emanuel Melkiades Laka Lena yang ikut membahas RUU Kesehatan sebelum disahkan DPR. UU Kesehatan ini sama sekali tidak menyentuh BPJS sehingga apa yang ada dalam aturan BPJS ini terkait dengan pelayanan BPJS Kesehatan atau JKN tetap seperti biasa dan tidak ada perubahan yang signifikan.

RUU Kesehatan yang terkait dengan pelayanan BPJS dan JKN tersebut, penambahan itu adalah kelas rawat inap standar dan Laborataium keterampilan dasar klinik (KDK)

“Ada penambahan terkait dengan kelas rawat inap standar dan KDK yang dicantumkan tapi yang lain seperti biasa terkait dengan kepesertaan, pelayanan, dan pembiayaan seperti biasa tetap berjalan tidak ada perubahan apapun,” ucapnya kepada inilah.com, Jumat (21/7/2023) kemarin.

Lantas apa pengaruhnya UU Kesehatan yang baru, bagi masyarakat saat menjadi pasien?

Sementara dalam pandangan Ketua BPJS Watch, Timboel Siregar, UU Kesehatan yang baru bagi masyarakat memberikan enam pilar yang menjamin pelayanan kesehatan menjadi lebih baik. Sebab memuat jaminan layanan primer, layanan rujukan, ketahanan kesehatan (obat dan alat kesehatan), SDM Kesehatan, pendanaan kesehatan, dan Teknologi Kesehatan.

Pemerintah harus mewujudkan tenaga kesehatan baik dokter umum maupun spesialis sesuai dengan standar WHO. Perbandingan dokter umum 1 : 1000 penduduk, dan dokter spesialis 1 : 2.500 penduduk.
Dokter umum dan dokter spesialis serta tenaga kesehatan, seperti perawat, bidan, apoteker, harus tersebar ke seluruh wilayah Indonesia.

Perubahan yang nyata dari UU Kesehatan, lanjut Timboel, adalah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus difokuskan pada promotif preventif, lalu diberikan akses mudah untuk rawat jalan dan rawat inap, dengan kemudahan akses kepada obat dan alat-alat kesehatan.

“Tidak boleh ada lagi pasien JKN disuruh pulang dalam kondisi belum layak pulang, disuruh beli obat sendiri, tidak boleh pasien JKN disuruh menunggu operasi berbulan bulan, dan sebagainya,” jelasnya kepada inilah.com secara terpisah.

Peranan BPJS, menurut Menkes BGS, merupakan aspek pembiayaan secara teknis. Sedangkan Kementerian Keuangan merupakan aspek anggaran secara makro. Dalam UU Kesehatan yang baru, jaminan dari Menkes adalah koordinasi antara Menkes, Menkeu dan BPJS untuk memperkuat koordinasi dalam Komite Kebijakan Sektor Kesehatan.

Menkes BGS mencontohkan di sektor keuangan ada komite yang mengkoordinasikan LPS, BI, OJK dan Menkeu. Komite ini teryata sukses mendeteksi potensi krisis keuangan secara sistemik, dengan mengambil pengalaman saat krisis keuangan tahun 1998 silam.

Konsep ini bisa jadi terlalu elitis. Tetapi Menkes memiliki penjelasan teknis dan dapat memecahkan masalah. Begitu janjinya di DPR.

Gambarannya, Kemenkes menyiapkan rumah sakit, peralatan kesehatan dan tenaga kesehatan. Sedangkan BPJS dari aspek pembiayaan. Kemenkes akan menyusut satu sehat yang terdiri dari jumlah rumah sakit, jumlah dokter, data apotek, data Lab yang bisa dikoneksikan dengan data BPJS. Tujuannya untuk mempercepat pelayanan kesehatan.

“Jadi kapan pasien datang, ada datanya di Kementerian Kesehatan. Kalau di BPJS tidak ada. Misalnya pasien BPJS datang ke Rumah Sakit jam 8 pagi tetapi dilayani jam berapa, tetapi dilayani jam 8 malem maka akan ketahuan. Itu kita akan feedback. kita akan bilang ke BPJS, ini diginiin nih sama rumah sakit, mesti diperbaiki,” tegas Menkes.

Menkes bukannya menutup mata dengan lamanya penanganan terhadap pasien. Baiklah kalau BPJS tidak dapat disentuh kewenangan Kementerian Kesehatan. Jadi hanya sebatas koordinasi yang selama ini belum ada yang merintisnya.

Pintu masuknya dengan UU Kesehatan, karena Menkes berwenang memperbanyak jumlah dokter spesialis dan mendatangkan berbagai alat medis untuk penyakit yang serius seperti alat medis untuk jantung, paru-paru dan lain-lain bahkan alat medis yang memperlancar proses caesar. Sehingga akan banyak ibu dan bayinya yang terselamatkan di daerah-daerah terpencil.

Contoh fakta di lapangan, alat memograsi untuk mendeteksi dini penyakit jantung. Ternyata hanya terdapat di 200 rumah sakit dari 3.100 rumah sakit di Indonesia. Kalau Kemenkes akan mengadakan alat tersebut dengan menggandung pemerintah daerah maka di rumah sakit kabupaten dan kota bisa memasang ring untuk jantung.

“Jadi kalau ini sudah jalan, kita tinggal koordinasi dengan BPJS, di rumah sakit daerah sudah bisa pasang ring (Jantung) silahkan BPJS caver ya biasanya. Seperti ini yang kita mulai komunikasikan dengan BPJS. Sekarang kewenangannya itu ada,” tegasnya.

Berbagai koordinasi inilah yang bagi Menkes bisa mewujudkan impian masyarakat terhadap hak pelayanan kesehatan. Sesuai dengan amanah UUD 1945 bahwa layanan kesehatan menjadi tanggung jawab negara.

Back to top button