Market

Dolar AS Nyaris Rp16 Ribu, Petinggi BI Hanya Bisa Umbar Janji

Terkait perkembangan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS (US$) yang terus ambruk hingga mendekati Rp16 ribu/US$, pejabat Bank Indonesia (BI) hanya bisa memberi janji.

Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo menerangkan, BI akan terus memantau pergerakan dari langkah normalisasi kebijakan bank sentral dunia, di tengah kekhawatiran potensi resesi serta tekanan inflasi tinggi di beberapa negara utama.

“BI dalam hal ini tentunya akan selalu berada di pasar guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan tetap memperhatikan mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya. Ini akan ditempuh melalui intervensi yang terukur, baik melalui pasar spot maupun DNDF, serta pembelian atau penjualan SBN di pasar sekunder,” papar Dody, Jakarta, dikutip Sabtu (5/11/2022).

Menurut dia, pelemahan rupiah terjadi seiring sentimen negatif di mayoritas pasar foreign exchange (FX), terkait keputusan FOMC meeting the Fed yang sesuai ekspektasi, yakni menaikkan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) sebesar 75 bps. Pada Rabu waktu setempat, The Fed menaikkan FFR 75 bps menjadi 3,75-4%. “Sejumlah mata uang di kawasan juga terpantau bergerak cukup fluktuatif di tengah rilis data manufaktur beberapa negara seperti Tiongkok, Taiwan, dan Korsel yg mengalami kontraksi,” ujar Dody.

Meski melemah dari pekan sebelumnya, BI masih melihat volatilitas kurs rupiah akan tetap terjaga sebagai dampak dari berkurangnya kekhawatiran terhadap inflasi domestik seiring deflasi indeks harga konsumen (IHK) dan infasi pangan bergejolak di bulan Oktober 2022 serta berbagai langkah stabilitasi yang dilakukan BI.

Sementara itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat (4/11/2022) melemah ke posisi Rp15.736 per dolar AS, dibandingkan posisi hari sebelumnya Rp 15.681 per dolar AS.

Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman mengingatkan, inflasi tinggi di banyak negara berpotensi semakin menekan nilai tukar rupiah. Artinya, pelemahan rupiah hingga Rp16 ribu menjadi sangat terbuka. “Hal ini memberikan sinyal kenaikan suku bunga global masih akan berlangsung dan belum ada tanda memuncak. Di situlah semakin melemahkan rupiah,” kata dia.

Namun demikian, Faisal menyebut BI dengan kebijakan ‘triple intervention’ sudah cukup tepat. Hanya saja, ketidakpastian global diprediksikan masih akan berlanjut. Sehingga, tekanan pasar belum juga akan mereda dalam waktu dekat. “Secara fundamental ekonomi Indonesia sudah cukup baik dan ada peluang rupiah dapat menguat kembali menuju akhir tahun,” ucap Faisal.

Back to top button