Ototekno

Digitalisasi Hambat Potensi Otak, Yuk Kembali ke Buku dan Tulisan Tangan

Swedia dan Jerman memilih untuk melambat dan kembali ke metode pembelajaran analog di tengah derasnya arus digitalisasi dan hadirnya kecerdasan buatan (AI). Penelitian menyebutkan penggunaan gadget memiliki beberapa dampak buruk dan menghambat potensi otak.

Langkah yang dilakukan dua negara ini diambil sebagai respons terhadap penurunan tingkat literasi, terutama di kalangan generasi muda. Selama ini di Swedia dan Jerman memiliki tingkat literasi yang tinggi, namun kini memilih kembali ke metode pembelajaran analog. 

Jerman sudah menerapkan metode lama ini, meskipun ada desakan dari beberapa pihak untuk mempercepat digitalisasi di tingkat pendidikan anak usia dini. Jerman memilih untuk tetap pada metode analog, berdasarkan fondasi kuat yang mereka miliki dalam pembelajaran literasi dasar.

Sementara Kementerian Pendidikan Swedia baru-baru ini mengumumkan kebijakan baru yang menghentikan penggunaan gawai elektronik dalam pembelajaran untuk siswa berusia enam tahun ke bawah, mulai tahun ajaran 2023-2024. “Kami terbuai konsep pengenalan digitalisasi secara dini. Sekarang, sudah jelas dari kajian selama ini bahwa pengenalan digitalisasi kepada anak-anak harus dilakukan secara terukur,” kata Menteri Pendidikan Swedia, Lotta Edholm mengutip AFP, Rabu (13/9/2023).

Keputusan ini didasarkan pada penelitian dan observasi yang menunjukkan bahwa metode konvensional lebih efektif dalam membentuk kemampuan literasi dan analisis UNESCO sudah mengeluarkan “seruan mendesak untuk penggunaan teknologi yang tepat dalam pendidikan.” 

Dalam laporannya organisasi ini mendesak negara-negara untuk mempercepat koneksi internet di sekolah, tetapi pada saat yang sama memperingatkan bahwa teknologi dalam pendidikan harus diimplementasikan dengan cara yang tidak pernah menggantikan instruksi tatap muka oleh guru dan mendukung tujuan bersama pendidikan berkualitas untuk semua.

Hambat Potensi Otak

Saat ini anak-anak usia sekolah semakin bergantung pada perangkat digital untuk pembelajaran jarak jauh dan di kelas. Banyak sistem sekolah di seluruh dunia yang secara bertahap menghapus tulisan tangan kursif dan tidak lagi mewajibkan anak-anak belajar menulis dengan tulisan tangan. 

Hanya saja, mengandalkan keyboard saja untuk mempelajari alfabet dan mengetik kata-kata tertulis bisa menjadi masalah. Banyak bukti menunjukkan bahwa tidak mempelajari tulisan tangan kursif dapat menghambat potensi optimal otak untuk belajar dan mengingat.

Mengutip Psychology Today, sebuah studi baru berbasis Electroencephalography (EEG) yang dilakukan oleh para peneliti di Universitas Sains dan Teknologi Norwegia (NTNU) menegaskan kembali pentingnya tulisan tangan kursif “kuno” di Era Komputer abad ke-21. Bahkan jika siswa menggunakan pena digital dan menulis dengan tangan di layar komputer interaktif, tulisan tangan kursif membantu otak belajar dan mengingat dengan lebih baik. Temuan ini baru-baru ini diterbitkan dalam jurnal peer-review Frontiers in Psychology .

“Beberapa sekolah di Norwegia telah sepenuhnya digital dan sama sekali tidak memberikan pelatihan tulisan tangan. Sekolah-sekolah di Finlandia bahkan lebih terdigitalisasi dibandingkan di Norwegia. Sangat sedikit sekolah yang menawarkan pelatihan tulisan tangan sama sekali,” kata Audrey van der Meer, seorang profesor neuropsikologi di NTNU, mengatakan dalam sebuah pernyataan.

“Mengingat perkembangan dalam beberapa tahun terakhir, kita berisiko kehilangan satu atau lebih generasi yang kehilangan kemampuan menulis dengan tangan. Penelitian kami dan penelitian lainnya menunjukkan bahwa hal ini merupakan konsekuensi yang sangat disayangkan dari meningkatnya aktivitas digital,” tambahnya.

Untuk penelitian ini, Van der Meer dan rekannya menggunakan pemantauan EEG kepadatan tinggi untuk mempelajari bagaimana aktivitas listrik otak berbeda ketika kelompok anak-anak berusia 12 tahun dan dewasa muda menulis tangan secara kursif, mengetik di keyboard, atau menggambar secara visual. kata-kata menggunakan pena digital pada layar sentuh, atau dengan pensil dan kertas tradisional.

Analisis data menunjukkan bahwa tulisan tangan kursif mempersiapkan otak untuk belajar dengan menyinkronkan gelombang otak dalam rentang ritme theta (4-7 Hz) dan menstimulasi lebih banyak aktivitas listrik di lobus parietal otak dan wilayah pusat. “Literatur yang ada menunjukkan bahwa aktivitas saraf osilasi di area otak tertentu penting untuk memori dan pengkodean informasi baru dan, oleh karena itu, memberikan otak kondisi optimal untuk belajar,” jelas para penulis.

Penelitian terbaru pada 2020, tentang manfaat tulisan tangan kursif bagi otak menambah semakin banyak bukti dan penelitian berbasis ilmu saraf tentang pentingnya belajar menulis dengan tangan. Hampir satu dekade yang lalu sekitar 2012, para peneliti yakni Karin James dan Laura Engelhardt, menggunakan neuroimaging MRI untuk menyelidiki efek tulisan tangan terhadap perkembangan fungsional otak pada anak kecil.

James dan Engelhardt menemukan bahwa tulisan tangan (tetapi tidak mengetik atau menelusuri bentuk huruf) mengaktifkan sirkuit membaca yang unik di otak. “Temuan ini menunjukkan bahwa tulisan tangan penting untuk rekrutmen awal dalam pemrosesan huruf di bagian otak yang diketahui mendasari keberhasilan membaca. Oleh karena itu, tulisan tangan dapat memfasilitasi penguasaan membaca pada anak-anak,” para penulis mencatat.

Audrey van der Meer dan rekan-rekannya di National Taiwan Normal University (NTNU) menganjurkan para pembuat kebijakan untuk menerapkan pedoman yang memastikan anak-anak usia sekolah menerima pelatihan tulisan tangan minimal dan mendorong orang dewasa untuk terus menulis dengan tangan. “Ketika Anda menulis daftar belanjaan atau catatan kuliah dengan tangan, Anda akan mengingat isinya dengan lebih baik setelahnya,” kata Van der Meer dalam keterangannya.

“Penggunaan pena dan kertas memberi otak lebih banyak ‘pengait’ untuk menggantungkan ingatan Anda. Menulis dengan tangan menciptakan lebih banyak aktivitas di bagian sensorimotor otak,” tambahnya. 

Banyak indera yang diaktifkan dengan menekan pena di atas kertas, melihat huruf yang Anda tulis, dan mendengar suara yang Anda buat saat menulis. Pengalaman indra ini menciptakan kontak antara berbagai bagian otak dan membuka otak untuk belajar. 

Back to top button