News

Debat Capres Diharapkan Mampu Eksplorasi Sistem Pertahanan dan Singgung Isu Krusial


Malam ini, Minggu (7/1/2024) para capres akan kembali beradu gagasan pada debat yang akan diselenggarakan di Istora Senayan, Jakarta Pusat. Tema kali ini berkaitan dengan Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional, Globalisasi, Geopolitik, dan Politik Luar Negeri.

Analis intelijen, pertahanan, dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro menilai bahwa para kandidat harus mampu mengeksplorasi sistem dan strategi pertahanan.

“Kita, misalnya, boleh saja memperkuat alutsista, namun di sisi yang lain, tanpa penguatan ekonomi, kita hanya mampu bertahan dalam hitungan hari saat ada peperangan,” jelas pria yang akrab disapa Simon dalam keterangan yang diterima Inilah.com di Jakarta, Minggu (7/1/2024).

Begitu pula dengan serangan yang bersifat non fisik kepada bangsa Indonesia, yang jarang sekali menjadi fokus. Ia menyoroti lemahnya pertahanan siber di Indonesia.

“Terkait dengan tata data dan informasi, saya kira tidak banyak disinggung secara khusus oleh para kandidat. Mau secanggih apapun pertahanan kita di dunia siber, tanpa dibarengi dengan tata data dan informasi yang baik, maka akan jebol-jebol juga,” terangnya.

Tak hanya itu, Simon mengingatkan bahwa pertahanan nasional tidak hanya dapat mengandalkan satu matra saja. Matra darat, laut, udara, siber dan luar angkasa mesti bersinergi satu sama lain.

“Karenanya, para calon dalam debat nanti harus mampu menunjukkan cara pandang dia dalam memperkuat pertahanan lintas Matra ini, termasuk kapasitas, penilaian dan strategi level interoperabilitas lintas Matra kita,” ujar Simon.

Selain itu, ia juga menyatakan bahwa dengan berjalannya target Minimum Essential Force (MEF) dalam pertahanan nasional, maka juga dapat memperkuat Revolution in Military Affairs (RMA).

“Sebetulnya gagasan New Essential Force, modernisasi alutsista maupun melanjutkan MEF sebagaimana yang diusung tiga paslon, itu kerangkanya menggunaka RMA,” jelasnya.

“Oleh karena itu, secara otomatis para calon harus mampu meneruskan kerangka RMA dalam sabuk pertahanan negara kepulauan ini,” sambungnya.

Agar tak ketinggalan, maka hal ini harus disesuaikan dengan perkembangan isu-isu terkini, seperti KKB di Papua, pengungsi Rohingya, perdagangan manusia, termasuk Malaysia yang mencoba mengeklaim bahasa Indonesia sebagai bahasa Melayu. “Tentu saja dampak ketegangan dan potensi peperangan di kawasan ini dirasakan Indonesia dalam lima tahun ke depan,” kata Simon.

Isu-isu di atas perlu dieksplorasi secara luas oleh para kandidat capres-cawapres dari sudut pandang masing-masing. Selain untuk melihat efektifitas dan kapasitas kandidat, jawaban dari mereka akan memperlihatkan gambaran ideologi dan keberpihakan dari masing-masing pasangan calon.

“Terakhir, saya ingin tekankan bahwa perkembangan lingkungan strategis kita terus dinamis dan membutuhkan antisipasi dan respons cepat. Upaya apa yang hendak dilakukan oleh para kandidat untuk membangun antispasi dan respons cepat tersebut?,” tandasnya.
 

Back to top button