News

Darurat Demokrasi, Undip: Etika dan Moral Runtuh Sejak Putusan MK Terkait Pencawapresan Gibran


Komunitas akademik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, yang terdiri atas guru besar, dosen, dan mahasiswa, menyampaikan pernyataan sikap terkait situasi politik terkini di Tanah Air menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Pernyataan sikap itu disampaikan dalam aksi bertajuk “Indonesia Dalam Darurat Demokrasi” yang berlangsung di Taman Inspirasi Undip, depan Gedung Widya Puraya, Undip, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2024).

“(Aksi) Hari ini terjadi (sebagai) bentuk dari sepenuhnya keprihatinan dari teman-teman guru besar, dosen, dan terutama mahasiswa, didukung bersama alumni,” kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Undip Prof. Suradi Wijaya Saputra mewakili peserta aksi.

Tampak pula sejumlah guru besar Undip yang ikut dalam aksi tersebut ialah Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Prof. Muhammad Nur, DEA dan Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Prof. Lita Tyesta.

Setidaknya, ada lima poin pernyataan sikap dari komunitas akademik Undip.

Pertama, mengembalikan tujuan dibentuknya hukum, sebab hukum sejatinya dibuat sebagai alat mencapai tujuan negara dan bukan untuk mencapai kekuasaan.

Kedua, memastikan penyelenggaraan pesta demokrasi yang aman dan damai, serta tanpa intimidasi dan ketakutan, sesuai dengan koridor kewenangan, tugas, dan tanggung jawab masing-masing.

Ketiga, mendesak penyelenggara negara untuk menegakkan kembali pilar-pilar demokrasi Pancasila, seiring kehidupan demokrasi dewasa ini yang berjalan tidak sesuai dan mengalami kemunduran.

Keempat, mengimbau seluruh elemen bangsa untuk menjunjung tinggi kembali etika dan moral dalam berdemokrasi guna menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara dari kerusakan yang lebih parah.

Kelima, mengimbau seluruh rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan negara untuk bersama-sama menjadi garda terdepan dalam mengawal kehidupan berdemokrasi, berbangsa, dan bernegara.

Keprihatinan itu, menurut Suradi, terutama diawali dengan runtuhnya etika dan moral sejak adanya Putusan Mahkamah Konstituasi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait pencapresan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, yang diikuti pelanggaran etika dalam kehidupan berdemokrasi.

Melalui seruan itu, Sivitas Akademika Undip berharap jangan sampai ada pelanggaran etika dalam berdemokrasi diwariskan kepada generasi muda, apalagi dianggap sebagai sesuatu yang baik.

“Mohon betul menjadi catatan kita bersama, jangan dibudayakan, jangan dilestarikan, harus kita putus sampai hari ini. Harus diwujudkan dalam kita ikut mengambil keputusan terserah hari nurani dan pikiran kita bersama dalam menilai.Kami tidak punya kepentingan sama sekali terhadap pilihan-pilihan (politik), tapi kami hanya punya kepentingan bahwa nilai moral dan etika harus dijunjung tinggi,” tegas Suradi dengan diamini para peserta aksi.

Aksi tersebut diikuti sekitar 30 guru besar, dosen, dan badan eksekutif mahasiswa (BEM) se-Undip guna menyadarkan generasi muda dalam mengawal proses demokrasi di tanah air.

“Kami mewakili sivitas akademika, tidak atas nama lembaga, tetapi kami sebagai anggota masyarakat di kampus Undip. Kami garisbawahi, adanya kewajiban sebagai sivitas akademika melakukan pemilihan yang baik sesuai hati nurani masing-masing,” katanya.

Selain itu, Suradi juga mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama mengawal proses Pemilu 2024 dengan sebaik-baiknya hingga tahap akhir agar demokrasi berjalan dengan semestinya.

Sebelumnya, civitas akademica dari berbagai perguruan tinggi juga menyampaikan pernyataan sikap, seperti UGM, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
 

Back to top button