Market

Hati-hati Pilih Asuransi, 11 Perusahaan Masuk Pengawasan Khusus OJK

Bagi yang ingin menjadi nasabah perusahaan asuransi, sebaiknya cermat dan hati-hati. Pilih asuransi yang tak masuk pengawasan khusus OJK.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono menyampaikan adanya 11 perusahaan asuransi yang masuk pengawasan khusus. Apa saja?

“Saat ini perusahaan asuransi bermasalah itu terdapat 11 perusahaan yang sekarang bermasalah, jadi pengawasan secara khusus dilakukan terhadap perusahaan yg berada dalam kategori tidak normal itu,” kata Ogi dalam konferensi pers daring yang dipantau di Jakarta, Senin (3/4/2023).

Sayangnya, dia tidak menyebutkan 11 perusahaan yang masuk pengawasan khusus OJK. Hanya disebutkan bahwa 6 perusahaan diantaranya merupakan perusahaan asuransi jiwa, 3 perusahaan asuransi umum, 1 perusahaan reasuransi, dan 1 perusahaan asuransi dalam likuidasi.

Jumlah perusahaan asuransi yang diawasi saat ini, kata Ogi, turun dibandingkan jumlah perusahaan asuransi yang diawasi pada 2022,yakni 13 perusahaan asuransi. Karena, 2 perusahaan asuransi sudah memperbaiki kinerja keuangan sehingga pengawasannya kembali ke pengawasan normal.

Ogi menjelaskan pengawasan OJK terhadap perusahaan asuransi terdiri dari pengawasan normal, pengawasan insentif, dan pengawasan khusus, dimana pengawasan khusus diberlakukan untuk perusahaan asuransi yang mengalami masalah keuangan.

Adapun kinerja perusahaan asuransi dipandang masih positif dengan pendapatan premi asuransi komersial tumbuh 9,88 persen secara tahunan menjadi Rp54,11 triliun.

Pendapatan premi asuransi komersial pada Februari 2023 tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Januari yang sebesar 5,22 persen secara tahunan.

“Lonjakan didorong oleh premi asuransi umum dan reasuransi yang tumbuh yang meningkat 27,56 persen secara tahunan di Februari 2023 dan mencapai Rp23,79 triliun,” kata Ogi.

Pengumpulan premi asuransi jiwa juga mengalami perbaikan dengan kontraksi yang menurun menjadi 0,90 persen secara tahunan atau senilai Rp30,33 triliun pada Februari 2023, dari sebelumnya terkontraksi 5,25 persen di Januari.

Back to top button