Market

CFDL: Korban Pinjol Ilegal Nekat Bunuh Diri, Jumlahnya Naik Tiap Tahun

CFDL: Korban Pinjol Ilegal Nekat Bunuh Diri, Jumlahnya Naik Tiap Tahun

Rabu, 20 September 2023 – 15:24 WIB

Founder Center for Financial and Digital Literacy (CFDL), Rahman Mangussara. (Foto: Dok. CFDL).

Terkait korban pinjaman online (pinjol) yang nekat bunuh diri, Center for Financial and Digital Literacy (CFDL) punya data yang bikin miris. Tiap tahun, jumlahnya naik. Berarti memang ada yang salah di baliknya.

Founder CFDL, Rahman Mangussara mengatakan, kasus bunuh diri gara-gara terjerat pinjol konsisten meningkat sejak 2019. Saat puncak pandemi COVID-19 pada 2021, jumlah kasus bunuh diri akibat utang pinjol ilegal yang dilaporkan media, sebanyak 10 kasus.

“Semuanya terjadi di Jawa. Total kasus dari tahun 2019 hingga saat ini, sebanyak 29 bunuh diri. Sebanyak lima percobaan bunuh diri, dan satu orang membunuh temannya.  Setengah lebih sedikit adalah pria, berkeluarga (satu kasus suami-istri), karyawan dengan rentang umur dari 3 tahun (balita yang dibunuh ibunya) hingga 51 tahun,” kata Daeng Rahman, sapaan akrabnya, Jakarta, Rabu (20/9/2023).

Angka-angka ini, menurut Daeng Rahman, menjadi pertanda buruk. Dan, sudah sepatutnya, otoritas yang kompeten membunyikan tanda bahaya. Terkait fenomena pinjol ilegal, paling tidak ada dua pertanyaan besar.

“Pertama, kenapa pinjaman online ilegal ini berkeliaran? Kedua, faktor apa yang dominan mendorong masyarakat bergantung kepada pinjaman online (ilegal). Padahal, dalam banyak kasus mereka mencekik leher,” ungkapnya.

Predatory Lending

Mnurutnya, pinjol ilegal yang beroperasi di luar pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan tentu saja, tidak terdaftar sebagai anggota asosiasi mana pun yang mengatur perilaku bisninya. Jumlahnya ribuan, yang mudah bersalin rupa setiap kali habis ditutup Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), atas usul Satuan Tugas Penanganan Kegiatan Usaha Tanpa Izin di Sektor Keuangan (Satgas Waspada Investasi).  

“Bayangkanlah, jumlah pinjaman online tak berizin yang sudah ditutup lebih dari 4.000. Bandingkan dengan yang berizin, jumlahnya paling-paling 100 usaha,” kata Daeng Rahman.

Karena beroperasi tanpa tunduk kepada regulasi, lanjutnya, maka pinjol ilegal ini, bebas. Bahkan bisa leluasa bergerak, menjalankan predatory lending. Yakni, menawarkan pinjaman dengan syarat, bunga dan biaya yang tidak wajar. “Jelas, memberatkan, tidak transparan dan karenanya sudah pasti mencekik,” paparnya.

Contoh pengenaan bunga super tinggi dan biaya tidak transparan. Anda meminjam Rp1 juta, tapi hanya menerima Rp700 ribu dengan total pengembalian kurang lebih Rp1,5 juta dalam sepekan.

Dalam  studi yang dilakukan Respons iBank Indonesia (BI) pada 2019, menemukan satu nasabah di Jakarta, meminjam di pinjol (ilegal?), awalnya di 10 perusahan dengan nominal masing-masing Rp 1 juta. “Seminggu kemudian utangnya naik menjadi Rp15 juta. Dalam beberapa bulan, nasabah ini sudah memiliki utang hingga Rp500 juta di sekitar 80 perusahaan pinjol,” kata Daeng Rahman.

Ciri lain predatory lending, adalah memberikan pinjaman tanpa peduli dengan kemampuan peminjam dalam mengembalikan utang. Mereka tak segan untuk menenggelamkan peminjaman dalam tumpukan utang yang pada satu titik tertentu, peminjam akan menyerah. “Itulah yang persis terjadi dengan nasabah di Jakarta tadi.  Ringkasnya, mereka buas layaknya predator,” pungkasnya

Topik

Komentar

BERITA TERKAIT

Back to top button