Market

Bongkar Dugaan Suap PKPU Hitakara, DPR Sarankan KY Gandeng Polri

Mencuatnya dugaan suap dalam putusan PKPU PT Hitakara, harus dibongkar tuntas. Kepastian hukum perlu dijaga demi menjaga iklim usaha di tanah air. Aparat penegak hukum (APH) diharapkan bisa mengungkapnya.

Anggota Komisi III dari Fraksi PKS, M Nasir Djamil mengatakan, upaya mengusut dugaan mafia pailit dalam putusan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), bukan hanya tugas Komisi Yudisial. Bisa pula melibatkan Polri. “Jadi kalau ada unsur-unsur tindak pidana, aparat kepolisian bisa (diajak) berkoordinasi> Bisa melakukan penyelidikan misalnya ya,” kata Nasir Djamil.

Selanjutnya, kata Nasir Djamil, KY bersama Polri segera memanggil sejumlah pihak yang diduga melanggar pidana. “Atau mengambil inisiatif untuk memanggil pihak-pihak yang diduga tadi itu, ada dugaan pelanggaran tindak pidana, itu saran saya,” pungkas Nasir.

Diberitakan sebelumnya, Keputusan PKPU dari Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap PT Hitakara, tidak punya landasan hukum yang kuat. Karena, Hitakara tak merasa berutang satu rupiahpun kepada Pemohon PKPU.

Selain itu, menurut kuasa hukum Hitakara, Andi Syamsurizal Nurhadi, ada dugaan tindak pidana yang dilakukan Pemohon PKPU (Penundaan Kewajiban Penundaan Utang), yakni Linda Herman dan Tina cs, dalam proses pengajuan Permohonan PKPU. “Untuk unsur pelanggaran pidananya sudah kami laporkan ke Bareskrim Polri pada 22 Oktober 2022. Saat ini sudah dalam tahap penyidikan,” lanjut Andi di Jakarta, Senin (10/7/2023).

Berdasarkan dokumen yang diterima Inilah.com, Hitakara melapor ke Bareskrim terkait dugaan tindak pidana penipuan hak-hak pemiutang, sebagaimana tertuang dalam laporan bernomor : STTL/394/X/2022/Bareskrim tertanggal 28 Oktober 2022. Laporannya diterima Kepala Subbagian Penerimaan Laporan, AKBP R Herminto M Jaya.

Terkait laporan ke Bareskrim itu, lanjut Andi, diduga kuat permohonan PKPU didasari hal yang palsu dan/atau dugaan terjadinya tindak pidana tagihan fiktif/palsu yang diajukan para pemohon PKPU, yaitu dengan cara mengklaim adanya utang yang tidak ada.

Masih kata Andi, utang Hitakara seperti yang diklaim Linda Herman dan Tina, tidak pernah tercatat dalam laporan keuangan perusahaan. Pihaknya juga telah meminta perlindungan hukum kepada Ketua Mahkamah Agung (MA), KPK, Kapolri, Komisi Yudisial (KY), dan lembaga peradilan lainnya, terkait proses PKPU yang mendera Hitakara saat ini.

Dalam perkara ini, posisi PT Hitakara merupakan perseroan yang menjadi pemegang hak guna bangunan atas lahan milik I Made Ritin yang dibangun hotel bernama Hotel Tijili Benoa, yang awalnya hendak dinamai Hotel Harris Resort Benoa Bali, selanjutnya disebut hotel. Dalam hal ini, PT Hitakara adalah pelaksana pembangunan hotel, serta berhak menyewakannya kepada pihak ketiga.

Pada 31 Mei 2017, PT Hitakara telah melakukan serah terima unit hotel. Serta pada 28 Mei 2013 untuk sewa-menyewa hotel. “Seluruhnya sudah terselesaikan. Jadi, tidak ada kewajiban tertunda lainnya dari PT Hitakara,” kata Andi.

Sedangkan terkait tagihan para pemohon PKPU, lanjut Ical, terkait perjanjian bagi hasil atau lain-lain, salah sasaran kalau diajukan kepada PT Hitakara. Karena sudah menjadi wewenang PT Tiga Sekawan Banoa selaku pengelola hotel. “Oleh karena itu, adalah sangat beralasan bagi majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Surabaya untuk mencabut Status PKPU Hitakara, karena sejatinya klien kami tidak punya utang ke Pemohon PKPU tersebut,” papar Andi.

Selain itu, Ttim kuasa hukum Hitakara menduga adanya persekongkolan serta praktik suap dalam proses pengajuan permohonan PKPU, sampai adanya putusan. “Di mana termasuk patut diduga tindak pidana suap dimaksud melibatkan majelis hakim mauun hakim pengawas,” kata Andi.

Informasi saja, pada 24 Oktober 2022, majelis hakim yang dipimpin Sutarno dengan hakim anggota I Ketut Tirta dan Gunawan Tri Budiono, memutus PKPU Hitakara. Bertindak sebagai hakim pengawas, I Made Subagia Astawa. Sidangnya berlangsung di PN Surabaya yang dipimpin Rudi Suparmono.

Back to top button