Kanal

Ya Rasulullah, Aku Sampaikan Salam dari Istriku

Suatu ketika Rasulullah menyampaikan sebuah kabar kepada salah satu sahabat terbaiknya, Sayyidina Umar bin Khattab. “Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baiknya pembendaharaan (harta yang disimpan) seorang laki-laki?” kata Sang Nabi.

Kita bisa membayangkan bagaimana Sayyidina Umar antusias mendengar kabar baik itu. Hingga Rasulullah melanjutkan kalimatnya, “(Harta itu adalah) Istri yang salehah. Yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan menaatinya, dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga harta dan keluarganya” (HR Abu Daud).

Di depan makam Nabi, hadits ini terasa begitu indah bagi saya. Siang itu saya menyampaikan salam dari istri saya, Rizqa, untuk Rasulullah. Lelaki yang tak mungkin saya cemburui karena istri saya begitu mencintainya. “Ya Rasul, aku sampaikan salam terindah dari istriku yang tercinta. Ia tak bisa datang. Tetapi hatinya bersamaku,” bisik saya dalam hati.

Ada perasaan damai yang luar biasa saat saya menyampaikan salam itu kepada Baginda. Burung-burung bercicit di atap Masjid Nabawi. Udara dingin menerpa wajah saya. Menghadirkan satu keyakinan, “Tidak ada seorang pun yang mengucapkan salam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan ruhku sehingga aku membalas salamnya” (HR Abu Daud).

Bahagia rasanya menyampaikan salam ini kepada Rasulullah, sehari sebelum Rizqa berulang tahun ke-36. Mudah-mudahan pada kedatangan berikutnya ke tempat ini, saya bisa mengajak Rizqa. Mengantarnya langsung ke Masjid Nabawi, ke pintu Babussalam, ke mihrab Rasul di Raudhah, ke makam Sang Nabi. Memastikan satu hal yang selama ini terus saya doakan untuk Rizqa: “Barangsiapa yang berziarah ke kuburku maka wajib baginya syafaatku” (HR Tirmidzi).

352699816 797856038371063 4899665956309529924 N - inilah.com
 

Dari Babussalam, pintu tempat masuk Rasulullah setiap kali datang ke Masjid Nabawi, saya berjalan menyusuri area tenggara Masjid. Dari sana saya bisa melihat kubah hijau, penanda yang tepat berada di atas makam Rasulullah. Kubah ini dibangun pada abad ke-7 Hijriyah, di masa pemerintahan Sultan Qawalun. Pada tahun 1253, atas perintah Sultan Abdul Hamid Al-Utsmani, kubah itu dicat hijau.

Konon, siapa yang memandang kubah itu akan mendapatkan keberkahan. Orang-orang dari berbagai penjuru dunia berdiri memandang kubah itu, kadang melambaikan tangannya, sambil bershalawat lirih, “Assamaualaika ya habibi ya Rasulallah.” Salam kepadamu wahai kekasihku, wahai Rasulullah. Entah berapa juta liter air mata tumpah di sana. Mengalirkan kerinduan yang panjang.

Sebenarnya bukan kubah itu yang penting. Tetapi yang di bawahnya. Sosok yang bersemayam tepat di makam di bawah kubah itu. Memandangnya menghadirkan rasa yang dalam tentang cinta dan sayang Baginda Nabi kepada ummatnya. Para ‘saudara’ yang dipanggil Baginda 14 abad yang lalu, yang dicemburui para sahabat karena Rasulullah merindukan mereka. Siapapun engkau, dari manapun, apapun bangsa dan warna kulitmu, engkau berhak mencintai dan merindukan Rasulullah.

Memandang kubah itu dari kejauhan, saya membawa rindu istri saya di kejauhan, lebih 8.031 km dari tempat ini. “Wahai Rasulullah, maaf kali ini aku datang sendiri. Istriku tak bisa ikut. Tetapi ia menyampaikan salam rindunya kepadamu. Salam terbaiknya. Semoga engkau berkenan. Aku di sini mewakilinya, wahai kekasihku. Berilah ia syafaatmu, masukkan ia ke dalam golongan orang-orang yang engkau cintai.” Tak terasa air mata meleleh di pipi.

Hari ini, istri saya berulang tahun ke-36. Biasanya saya berada di sampingnya dan memberi ucapan terbaik, membacakan doa terbaik untuk tahun-tahun kedepan yang akan ia jalani. Tapi, tahun ini berbeda. Saya menyampaikan semuanya di kejauhan, tak bersamanya, tetapi bersama Rasulullah.

“Selamat ulang tahun ya, Mi. Maaf aku tidak di sana. Di sini aku doaian terus setiap hari. Semoga Allah selalu memberikan kasih sayang, berkah, dan ridhanya untuk istriku tercinta. Semoga Rasulullah memberikan syafaatnya dan menjawab segala kerinduan.” Tulis saya di pesan WhatsApp, pukul 00.01, empat jam lebih dulu dari waktu Indonesia.

Benar belaka berita Rasulullah kepada Sayyidina Umar bin Khattab. Sebaik-baiknya harta bagi seorang lelaki adalah istrinya yang salehah. Yang ridha pada suaminya, yang terhubung dengan doa seberapa jauh pun jarak memisahkannya, yang menjaga harta dan keluarga saat sang suami meninggalkannya.

Terima kasih, istriku. Selamat ulang tahun ke-36. Maaf aku belum bisa memberimu hadiah seperti biasa. Tetapi semoga tahun ini lebih indah, karena doaku telah sampai, salam rindumu telah kuhantarkan langsung ke hadapan Baginda yang mulia.

Segera kugenggam tanganmu dan bawa kau kembali ke sini… Insya Allah.

Madinah, 9 Juni 2023

FAHD PAHDEPIE

Back to top button